Senin, Oktober 13, 2008

BI Rate & minyak ikut tekan bursa

Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Selama sepekan terakhir, bursa saham diwarnai aksi suspend perdagangan pada pertengahan pekan atau hari rabu karena level IHSG anjlok cukup signifikan. Di awal pekan, IHSG ditutup di level 1.648,74 (-10,03%), di hari selasa ditutup di level 1.619,72 (-1,76%), dan menjelang akhir sesi I perdagangan hari rabu IHSG terkoreksi dan ditutup di level 1.451,67 (-10,38%). Pemberhentian perdagangan tersebut ditujukan agar IHSG tidak melemah ke level yang lebih rendah lagi.

Dari internal bursa, anjloknya bursa selama tiga hari pekan kemarin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya data inflasi bulan September 2008 yang naik menjadi 0,97% dari bulan agustus 2008 (m-t-m), sedangkan di bulan agustus hanya naik sebesar 0,51%. Inflasi September untuk level tahunan telah mencapai level 12,14%. Merespon naiknya laju inflasi tersebut, Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga BI rate menjadi 9,5% atau naik 25bps yang diharapkan dapat meredam gejolak kenaikan harga dengan meningkatkan aliran dana masuk ke Indonesia untuk memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kondisi yang terjadi justru sebaliknya, kenaikan BI rate menambah kepanikan pelaku pasar karena berpotensi memperberat dunia usaha dalam mendapatkan kredit perbankan dan menurunkan daya saing industri akibat naiknya biaya dana. Selain itu, kenaikan BI rate pasti akan diikuti oleh kenaikan suku bunga kredit yang memperberat biaya kredit konsumsi masyarakat dan berujung melemahnya penjualan di beberapa sektor, seperti konsumsi, industri dasar, dan aneka industri terutama otomotif dan ancaman kredit macet yang membayangi sektor perbankan, sehingga mendorong investor melepaskan asetnya di bursa. Selama sepekan, sektor konsumsi terkoreksi 10,85% ke level 339,97, industri dasar terkoreksi 21,67% ke level 127,63, aneka industri terkoreksi 20,8% ke level 258,29, dan sektor keuangan perbankan terkoreksi 12,66% ke level 177,62.

Selain data inflasi September dan kenaikan BI rate, anjloknya IHSG pada hari rabu juga dipicu oleh pemberhentian saham-saham milik grup Bakrie pada perdagangan sehari sebelumnya yang membuat pelaku pasar tidak bisa menjual kembali saham-saham tersebut untuk menutup kewajibannya saham-saham milik grup bakrie. Oleh karena itu, pelaku pasar terpaksa menjual saham-saham blue chips seperti ASII, TLKM, ISAT, dan PGAS untuk mendapatkan dana tunai. Aksi pelaku pasar tersebut membawa IHSG makin melemah ke level 1.451,67.

Dari eksternal bursa, pergerakan bursa regional dan global yang negatif ikut memicu kepanikan investor dan mendorong mereka untuk keluar sementara dari bursa untuk mencermati perkembangan bursa global terkait krisis likuiditas di AS. Selain itu, harga minyak dunia yang terus anjlok ke level $90 per barel dan harga komoditas batu bara yang semakin melemah ke level $111,90 atau turun 26,2% selama sebulan terakhir memberikan indikasi bagi pelaku pasar terhadap potensi pelambatan pertumbuhan ekonomi AS, yang akan melemahkan nilai ekspor Indonesia ke AS dan ke negara-negara lainnya yang memiliki tujuan ekspor utama adalah AS seperti China, India, dan Jepang. Pelaku pasar juga mengantisipasi beralihnya produk-produk yang sebelumnya ditujukan ke pasar AS, masuk ke Indonesia yang akan berdampak melemahnya daya saing industri nasional dan berujung pada pemutusan hubungan kerja dan pelemahan daya beli masyarakat.

Tidak ada komentar: