Rabu, Januari 27, 2010

“Setahun pertama indeks BISNIS-27, menguat karena minyak dan emas”

Sejak 27 Januari 2009, indeks BISNIS-27 resmi menjadi pelengkap indeks saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan saat ini merupakan usia yang pertama bagi indeks BISNIS-27 dalam berkontribusi dan menambah referensi arahan bagi investor untuk berinvestasi di BEI.

Kinerja cukup baik berhasil dibukukan indeks BISNIS-27 di tahun pertamanya dengan mencatat pertumbuhan sebesar 78,5% hingga akhir perdagangan 2009 ditutup di level 235,75. Sejak awal 2010 hingga memasuki pekan ketiga bulan ini tepatnya pada Rabu (20/1), indeks mencatat kenaikan sebesar 4,94% ke level 247,40.

Kenaikan indeks BISNIS-27 dan pergerakannya yang berada dalam tren positif selama setahun terakhir didukung oleh seleksi pemilihan konstituen yang cukup ketat dengan memperhatikan faktor teknis harga saham, fundamental konstituen, dan juga pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) melalui proses pertimbangan komite indeks BISNIS-27.

Minyak dunia

Bila ditelaah lebih lanjut dari sisi makroekonomi, ada beberapa variabel yang memberikan sentimen cukup kuat dalam menopang kinerja indeks BISNIS-27 sepanjang 2009, di antaranya adalah harga minyak dunia. Pergerakan harga minyak dunia yang sempat menyentuh level terendahnya yaitu US$48,11 per barel pada 18 Februari 2009 (turun 67,3% dari posisi tertinggi US$147 per barel pada Juli 2008), memberikan optimisme bagi pelaku pasar terhadap pemulihan ekonomi global yang diharapkan akan lebih cepat pulih dari krisis likuiditas 2008.

Posisi harga minyak yang rendah akan menjaga daya beli emerging market yang menjadi penopang utama pasar dunia di saat AS dan negara maju lainnya mengalami pengetatan likuiditas. Selain itu, harga minyak dunia seolah-olah “dijaga” oleh pelaku pasar di level rendah agar perekonomian emerging market seperti Indonesia memiliki daya beli yang tetap kuat dibandingkan dengan negara-negara yang terkena dampak langsung krisis likuiditas. Upaya tersebut terlihat dari posisi harga minyak yang relatif berada di level US$74 hingga US$83,75 per barel (level tertinggi 2009, data Bloomberg) sepanjang Oktober-Desember 2009.

Apresiasi rupiah, inflasi dan BI rate

Keberhasilan menjaga daya beli emerging market, berhasil diwujudkan oleh laju inflasi Indonesia yang bergerak turun sepanjang 2009 dari sebesar 11,06% pada Desember 2008 menjadi sebesar 2,78% pada Desember 2009. Sejalan dengan laju inflasi yang menurun, Bank Indonesia pun menurunkan BI rate hingga ke level 6,5%, dari posisi awal 2009 yang sebesar 8,75%.

Sentimen turunnya BI rate diikuti oleh naiknya minat beli atas saham-saham yang berkorelasi positif dengan daya beli seperti saham perbankan, otomotif, dan barang konsumsi.

Pergerakan indeks BISNIS-27 sepanjang 2009 juga diwarnai oleh melemahnya dolar AS terhadap sejumlah mata uang kuat dunia sepeti euro dan yen, tidak ketinggalan mata uang rupiah ikut terapresiasi sebesar 15,4% sepanjang 2009 ditutup di level Rp9.403 (data Bloomberg).

Melemahnya dolar AS dipicu oleh kebijakan suku bunga rendah The Fed untuk memompa dan menjaga daya beli masyarakat AS agar tidak semakin tertekan oleh bunga kredit yang tinggi, hingga akhir 2009 suku bunga The Fed masih bertengger di level 0,25%. Suku bunga The Fed yang rendah pada akhirnya memicu aliran dolar AS ke kawasan yang memberikan imbal hasil lebih tinggi, meskipun dengan risiko lebih tinggi (high risk high return), terutama menuju kawasan emerging market.

Lonjakan harga emas

Selain itu, depresiasi dolar AS meningkatkan minat beli emas yang melonjak cukup tinggi sepanjang 2009. Pada 2009, harga emas mencapai posisi tertinggi di level US$1.227,5 per ounce pada 3 Desember 2009. Kenaikan harga emas dipandang sebagai tingginya motif investasi di komoditas emas sebagai instrumen lindung nilai (hedging) oleh pelaku pasar global. Lebih lanjut, muncul semacam optimisme perbaikan ekonomi dunia di tahun 2010 yang akan ditandai dengan meningkatnya laju inflasi global. Emas dijadikan instrumen hedging menggantikan minyak, karena pelaku pasar masih mengutamakan kestabilan harga minyak di kawasan emerging market dalam hal menjaga daya beli di kawasan tersebut.

Dengan ekspektasi kenaikan laju inflasi global di 2010 karena membaiknya perekonomian dunia, kenaikan harga emas menjadi pemicu naiknya indeks BISNIS-27 yang diikuti juga dengan makin derasnya aliran hot money ke Indonesia.

Memasuki awal 2010, indeks BISNIS-27 melanjutkan kinerja signifikan yang terlihat pada pekan ketiga Januari, ketika indeks ditutup di posisi 247,40, Rabu (20/1). Sedangkan harga minyak masih bergerak fluktuatif dalam kisaran US$79 – US$83 per barel, mengindikasikan pelaku pasar sangat menjaga daya beli emerging market termasuk Indonesia. Di sisi lain, harga emas bergerak di kisaran US$1.090 hingga ke level US$1.141 per ounce dengan tren positif sebagai dampak beralihnya investasi hedging pelaku pasar global dari minyak ke komoditas tersebut.

Rupiah pun melanjutkan apresiasi ke level Rp9.153 per US$ pada pekan kedua Januari atau menguat 2,65% dari posisi penutupan akhir 2009, meskipun sedikit mengalami koreksi pada pekan ketiga Januari ke level Rp9.230 per US$ karena aksi ambil untung jangka pendek dan sentimen negatif kebijakan bank sentral China untuk memperketat penyaluran kredit perbankannya.

Semoga awalan yang cukup baik di 2010 akan membawa indeks BISNIS-27 kembali mengukir prestasi yang positif sepanjang tahun ini. Selamat berinvestasi

Tidak ada komentar: