Senin, April 27, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 27 April 2009

Indeks BISNIS-27

Indeks BISNIS-27 sepekan terakhir bergerak mixed dalam tren bearish terimbas perkembangan politik dalam negeri dan fundamental emiten kuartal I-2009. Aksi profit taking turut menekan indeks setelah pada pekan sebelumnya BISNIS-27 membukukan kenaikan mingguan tertinggi yaitu 12,27% sejak diluncurkan akhir Januari lalu. Dalam sepekan kemarin indeks terkoreksi sebesar –4,18% ditutup di level 145,29 pada Jumat kemarin.

Laba bersih Indosat per kuartal I-2009 merosot 82,4% dibandingkan periode yang sama tahun akibat rugi kurs, meskipun pendapatan usaha naik 5,3% dari Rp4,27 triliun menjadi Rp4,50 triliun. Dari sektor perbankan, mayoritas emiten perbankan mengalami penurunan dana murah akibat BI rate yang menurun sebesar 225 bps ke level 7,5% sejak awal 2009 dan menekan biaya dana pihak ketiga. Bank Mandiri (BMRI) mengalami penurunan dana pihak ketiga dalam dua bulan pertama tahun ini sebesar –5,01%, Bank BRI (BBRI) sebesar –3,78%, dan Bank BNI (BBNI) sebesar –2,95%.

Dinamika politik menjelang pilpres yang diwarnai pecahnya koalisi Partai Demokrat dan Golkar dijadikan momentum untuk merealisasikan gain portofolio BISNIS-27. Penjualan bersih investor asing selama sepekan kemarin sebesar Rp795,2 miliar, berbalik arah dari posisi pekan sebelumnya yang membukukan pembelian bersih sebesar Rp 1,66 triliun sekaligus merupakan akumulasi net buying mingguan terbesar sejak awal tahun ini. Selain karena aksi ambil untung, mereka memilih untuk melepas aset rupiah disebabkan kondisi keamanan dalam negeri yang memanas menjelang pilpres. Rupiah melemah 0,8% dalam sepekan ke posisi Rp10.810/US$.

Dari luar negeri, investor global mengambil posisi wait and see terhadap hasil stress test lembaga keuangan AS yang akan diumumkan hasilnya 5 Mei mendatang. Bila hasilnya positif akan menciptakan cash inflow dolar AS ke emerging market , sebaliknya bila hasilnya negatif akan memperburuk koreksi bursa dengan cash outflow dolar AS dari emerging market. Indonesia sebagai salah satu emerging market atraktif di kawasan Asia Pasifik dengan tingkat bunga yang relatif tinggi, akan mengalami tekanan rupiah yang cukup signifikan dengan outflow dolar AS tersebut.

Koreksi harga nikel di bursa London sejak Senin hingga Kamis pekan lalu sebesar 11,59% level US$11.294 per ton ikut memberikan sentimen negatif saham-saham pertambangan seperti International Nickel Indonesia (INCO) yang mengalami koreksi sebesar –11,45% dan juga Aneka Tambang (ANTM) yang sebesar –10,56% dalam sepekan.

Secara teknis, indeks berada dalam tren bearish terlihat dari indikator Bollinger yang semakin bergerak mendekati lower band. Indeks BISNIS-27 berpeluang melanjutkan koreksi pada perdagangan pekan depan seiring indeks MACD semakin menurun level di bawah nol memperkuat signal jual. Tekanan pada indeks akan bertambah menjelang pengumuman inflasi awal Mei.

Tidak ada komentar: