Selasa, Juni 30, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 29 Juni 2009

Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit


Pergerakan indeks BISNIS-27 terpola mixed sepanjang pekan kemarin oleh transaksi jangka pendek investor. Indeks BISNIS-27 berhasil menguat 3,58% dalam sepekan setelah dua pekan sebelumnya terkoreksi 7,77%. Indeks berhasil ditutup melewati level 180 tepatnya 182,79 di akhir pekan.

Di awal pekan hingga Selasa, indeks masih melanjutkan koreksi dari pekan sebelumnya akibat sentimen negatif pergerakan harga minyak dunia yang menembus level US$72 per barel dan berdampak naiknya harga BBM nonsubsidi pada 15 Juni sebesar 1,69%. Investor memilih posisi wait and see dan menarik dana sejenak menunggu sentimen positif di bursa yang memang sangat minim. Prediksi pertumbuhan ekonomi global yang negatif oleh Bank Dunia menambah sentimen jual pada bursa regional Asia Pasifik yang mengimbas bursa dalam negeri.

Indeks berhasil rebound pada Rabu dan Kamis oleh sentimen keputusan The Fed yang mempertahankan kebijakan suku bunga rendah sekaligus mengikis kekhawatiran investor terhadap ancaman inflasi di AS akibat program stimulus pemerintah. Pasar menilai kondisi AS saat ini lebih berfokus pada perbaikan daya beli masyarakat dan pelonggaran likuiditas, sedangkan tahap menguatnya laju inflasi masih cukup jauh.

Posisi harga minyak dunia yang berada di kisaran US$68 hingga US$69 per barel pada Rabu dan Kamis turut memberikan sentimen positif akan bertahannya harga BBM dalam negeri terutama BBM bersubsidi, sehingga daya beli masyarakat secara umum dapat terjaga.

Secara teknis, investor memburu saham-saham indeks BISNIS-27 karena berada dalam posisi beli dan bervaluasi murah setelah koreksi tajam sebesar 10,5% dalam 10 hari perdagangan sejak 10 Juni hingga 23 Juni. Kenaikan indeks BISNIS-27 tersebut juga tidak terlepas dari harapan investor terhadap kebijakan Bank Indonesia untuk mempertahankan level BI rate di posisi saat ini yaitu 7% seiring kebijakan The Fed yang mempertahankan kebijakan suku bunga rendah.

Namun, di akhir pekan, indeks mengalami koreksi tipis sebesar 0,56% ke level 182,79 oleh aksi profit taking jangka pendek setelah rebound dua hari sebelumnya, ditambah dengan sentimen negatif pergerakan harga minyak yang kembali menyentuh level US$70 per barel.

Senin, Juni 22, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 23 Juni 2009

Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit


Aksi jual mewarnai pergerakan indeks BISNIS-27 sepanjang pekan kemarin dengan koreksi sebesar 6,03% membawa indeks BISNIS-27 ke level 176,48. Namun, di akhir pekan indeks berhasil rebound signifikan sebesar 2,45%.

Aksi jual sebenarnya mulai terindikasi sejak 10 Juni hingga 12 Juni lalu ketika indeks mulai bergerak tidak terarah dan cenderung melemah. Koreksi indeks sejak awal pekan akhirnya dikonfirmasi oleh kenaikan harga BBM nonsubsidi sebesar 1,69% sebagai imbas pergerakan harga minyak dunia yang telah mencapai USS$72 per barel. Kekhawatiran meningkatnya laju inflasi menjadi alasan investor untuk merealisasikan gain yang telah mereka bukukan sejak 18 Mei hingga indeks mencapai level tertingginya yaitu 191,93 pada 9 Juni atau naik 21,57%.

Kenaikan harga BBM nonsubsidi menjadi sentimen negatif bagi perlambatan laju inflasi yang telah terbentuk sejak awal tahun ini dan dapat menahan level BI rate di level 7% atau bahkan mendongkrak naik dari level 7%, sehingga semakin mengurangi kemampuan perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit dan meningkatkan konsumsi masyarakat. Kondisi tersebut akan berujung pada naiknya risiko investasi di Bursa Efek Indonesia yang berdampak valuasi saham saat ini akan menjadi lebih mahal dan ruang untuk posisi beli semakin mengecil, sehingga mendorong terjadinya aksi jual yang cukup signifikan sejak awal pekan.

Pekan kemarin juga menjadi momentum konsolidasi indeks untuk bergerak rebound. Hal tersebut terindikasi dari pergerakan rebound indeks di akhir pekan yang membukukan gain sebesar 2,45% setelah terkoreksi 8,27% sejak Senin hingga Kamis.

Saham-saham komoditas menjadi saham-saham utama yang terkoreksi dalam pekan kemarin. Saham International Nickel Indonesia (INCO) terkoreksi 15,05%, saham Aneka Tambang (ANTM) terkoreksi 13,98%, saham London Sumatera (LSIP) terkoreksi 12,78%, saham PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) terkoreksi 12,03%, dan saham Astra Agro Lestari (AALI) terkoreksi 10,22%.

Senin, Juni 15, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 15 Juni 2009

Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit


Pergerakan indeks BISNIS-27 selama sepekan terakhir mengalami koreksi yang dipengaruhi oleh kondisi jenuh beli (overbought) dalam satu bulan terakhir atau sejak 18 Mei lalu. Indeks dalam sepekan mengalami koreksi tipis sebesar 1,74% ditutup di level 187,8. Tren bullish indeks sejak 18 Mei membawa indeks menyentuh level tertingginya yaitu 191,93 pada Selasa. Indeks membutuhkan 16 hari perdagangan untuk membukukan gain 21,57%.

Dalam pekan kemarin, indeks tercatat hanya sekali membukukan gain yaitu pada Selasa sebesar 1,99% ke level 191,93 atau naik 3,75 poin dari penutupan sehari sebelumnya.

Masa konsolidasi berupa koreksi sangat dibutuhkan bagi indeks untuk kembali bergerak menguat dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan pada bursa di antaranya harga minyak dunia dan kurs rupiah terhadap dolar AS.

Kenaikan harga minyak sebesar 23,18% dalam sebulan terakhir memberikan pengaruh positif bagi indeks BISNIS-27 terutama melalui kenaikan harga saham-saham pertambangan dan CPO.

Namun, tren kenaikan harga minyak yang cukup agresif menjadi ancaman tersendiri bagi pergerakan harga komoditas di pasar internasional berupa meningkatnya peluang kenaikan harga yang akan memicu kenaikan biaya produksi dan inflasi. Selain itu, tren penguatan rupiah pun harus berhenti sejenak setelah menyentuh level Rp9.930/US$ pada 5 Juni lalu karena emiten memborong dolar AS untuk membayar utang mereka yang berdenominasi dolar AS. Akibatnya, rupiah kembali terpuruk ke level Rp10.000/US$ dan menyentuh titik terendah pada pekan kemarin di level Rp10.096/US$ pada Kamis.

Tren bullish harga minyak dan depresiasi rupiah tersebut memberikan sentimen negatif bagi saham-saham perbankan. Saham Bank Danamon (BDMN) mengalami koreksi terbesar selama sepekan dalam portofolio BISNIS-27 yaitu sebesar 8,95% diikuti oleh saham Bank Mandiri (BMRI) sebesar 7,69%, Bank Rakyat Indonesia (BBRI) sebesar 7,35%, dan Bank Internasional Indonesia (BNII) sebesar 4,76%.

Sebaliknya, beberapa saham pertambangan seperti International Nickel Indonesia (INCO) tetap bergerak positif dengan membukukan gain sebesar 4,49% dan saham Indo Tambangraya Megah (ITMG) sebesar 4,04%.

Senin, Juni 08, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 8 Juni 2009

Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Selama sepekan pertama Juni, indeks BISNIS-27 berhasil membukukan gain 10,41% ditutup di level tertinggi baru sejak diluncurkan yaitu 191,12. Beberapa faktor utama pendongkrak indeks di antaranya tren bullish harga minyak dunia dan penguatan rupiah terhadap dolar AS.

Stimulus yang diluncurkan Pemerintah AS untuk menangani krisis likuiditas membuka peluang terjadinya inflasi di AS yang akan memperlemah nilai dolar AS terhadap beberapa mata uang kuat dunia. Ekspektasi melemahnya dolar AS tersebut meningkatkan harga komoditas energi utama dunia yaitu minyak yang berdenominasi dolar AS, sekaligus sebagai wadah lindung nilai oleh hedge fund.

Naiknya harga minyak dunia sebesar 4,56% selama sepekan terakhir ke level US$69 per barel menjadi sentimen positif untuk saham-saham berbasis komoditas energi dalam portofolio BISNIS-27. Saham PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) naik 18,22%, saham Medco Energy International (MEDC) naik 6,06%. Saham tambang lainnya seperti International Nickel Indonesia (INCO) naik 23,61%, TImah (TINS) 21,83%, dan emiten kelapa sawit London Sumatera (LSIP) naik 20% dalam sepekan.

Imbal hasil portofolio di Indonesia masih tergolong tinggi dalam satu regional. Selisih imbal hasil antara surat utang Negara (SUN) dengan US Treasury per akhir Mei 2009 mencapai 6,95% atau tertinggi di Asia. Penguatan rupiah terhadap dolar AS pun berlanjut hingga menyentuh level tertinggi sejak 23 Oktober 2008 atau tujuh bulan terakhir ke level Rp9.930 per US$, atau naik 3,5% dalam sepekan terakhir.

Dalam pekan kemarin, Bank Indonesia juga kembali menurunkan suku bunga acuan BI rate sebesar 25 bps ke level 7% menyesuaikan laju inflasi tahunan yang melambat menjadi 6,04% pada Mei 2009 dari 7,31% pada April sebelumnya.

Kombinasi antara apresiasi rupiah, pelambatan inflasi, serta penurunan BI rate menjadikan risiko investasi di Bursa Efek Indonesia semakin rendah. Valuasi saham pun masih berada dalam zona undervalue relatif terhadap kondisi harga di periode Mei-Juni 2008 lalu ketika inflasi masih cukup tinggi yaitu 10,38% (yoy) dan BI rate di level 8,25%.

Saham bank memimpin bullish indeks dalam sepekan terakhir dengan kombinasi faktor-faktor tersebut, tercatat saham Bank Danamon (BDMN) membukukan gain tertinggi yaitu 26,67%. Saham Bank Mandiri (BMRI) membukukan gain sebesar 20,17%, dan saham Bank Negara Indonesia naik 14,65%.

Jumat, Juni 05, 2009

Ulasan Pasar edisi 5 Juni 2009

Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 kembali merangkak naik pada perdagangan hari keempat pekan ini, setelah terkoreksi tipis pada Selasa oleh profit taking jangka pendek. Indeks BISNIS-27 melanjutkan tren rally dengan sentimen tren kenaikan harga minyak dunia.

Pada perdagangan Kamis kemarin, indeks BISNIS-27 ditutup naik 1,57% ke level 186,27 dengan penopang utama berasal dari saham-saham pertambangan dan komoditas. Saham Perusahaan Gas Negara (PGAS) naik 10,17%, saham Aneka Tambang (ANTM) naik 3,45%, saham International Nickel Indonesia (INCO) naik 2,4%, dan saham Timah (TINS) naik 2,38%.

Selain saham pertambangan, saham-saham perbankan bergerak naik oleh sentimen penurunan BI rate sebesar 25 bps ke level 7%. Saham Bank Mandiri (BMRI) naik 2,27%, saham Bank Central Asia (BBCA) naik 1,42%, saham Bank Danamon (BDMN) naik 7,83%. Penurunan BI rate dan laju inflasi yang semakin melambat menjadikan risiko investasi di Indonesia menjadi semakin rendah, sehingga memicu aliran dana asing masuk ke Indonesia (capital inflow) yang sebagian besar berorientasi jangka pendek.

Kondisi tersebut ditunjang dengan dolar AS yang berada dalam tren depresiasi terhadap rupiah. Nilai rupiah hingga penutupan perdagangan kemarin kembali menguat ke level Rp10.077/US$ atau menguat 1,09% dari sehari sebelumnya.

Secara teknis, indeks BISNIS-27 berada dalam areal jenuh beli (overbought) setelah rally dalam 14 hari terakhir sebesar 17,98%. Indeks RSI (Relative Strenght Index) BISNIS-27 berada di level 76,08 pada penutupan Kamis kemarin, tertinggi dalam sebulan terakhir. Di samping itu, beberapa indeks regional Asia Pasifik berada di zona negatif seperti STI Singapura bergerak turun sebesar 0,88%, Hang Seng turun 0,4%, dan Nikkei-255 turun 0,75%. Dengan memperhatikan beberapa faktor tersebut, indeks diperkirakan mengalami koreksi teknis oleh aksi ambil untung jangka pendek di akhir pekan ini.

Kamis, Juni 04, 2009

Ulasan Pasar edisi 4 Juni 2009

Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit


Indeks BISNIS-27 kembali bergerak naik (rebound) dari koreksi tipis Selasa kemarin dipengaruhi oleh keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan BI rate sebesar 25 bps ke level 7%. Indeks BISNIS-27 ditutup naik 0,72% ke level tertinggi baru yaitu 183,4.

Laju inflasi yang semakin melambat ke level 6,04% (yoy) pada Mei mendorong bank Indonesia untuk kembali menurunkan suku bungan acuan BI rate ke level terendah sejak diluncurkan Juli 2005. Level 7% menjadi level penguji bagi industri perbankan untuk dapat meningkatkan penyaluran kredit dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Saham Bank Negara Indonesia (BBNI) naik 2,52%, saham Bank Mandiri (BMRI) naik 0,76%. Namun, beberapa saham bank lainnya mengalami koreksi akibat faktor jenuh beli dalam lima hari terakhir perdagangan bursa. Saham Bank Cantral Asia (BBCA) turun 0,7% dan saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) turun 0,75%.

Level BI rate dan inflasi yang semakin rendah memicu dana asing masuk ke Indonesia sebagai emerging market di Asia Tenggara yang cukup cepat pemulihannya usai koreksi krisis likuiditas di akhir tahun lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat pertumbuhan signifikan 48,36% sejak awal tahun ini dan indeks BISNIS-27 mencatat pertumbuhan sebesar 50,44%. Risiko investasi menjadi semakin rendah dengan turunnya laju inflasi dan BI rate, sehingga memicu masuknya airan dana asing (capital inflow). Nilai rupiah tetap berada dalam tren penguatan hingga pedagangan Rabu kemarin ke level Rp10.105/US$

Beberapa saham pertambangan masih bergerak naik meskipun telah berada dalam areal jenuh beli akibat bullish harga minyak dalam sepekan terakhir. Saham Indo Tambangraya Megah (ITMG) naik tipis 0,46%, saham PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) naik 3,86%. Saham Adaro Energy (ADRO) turun 5,11%, informasi rencana pembagian dividen Rp11,8 per saham, belum mampu menahan koreksi akibat jenuh beli saham ADRO.

Rabu, Juni 03, 2009

Ulasan Pasar edisi 3 Juni 2009

Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pada perdagangan hari kedua pekan ini, tren bullish indeks BISNIS-27 harus mengalami masa konsolidasi dengan aksi profit taking jangka pendek investor. Indeks BISNIS-27 ditutup melemah tipis 0,08% ke level 182,08 setelah membukukan gain signifikan 9,13% dalam empat hari terakhir.

Koreksi indeks pada perdagangan kemarin ditekan oleh koreksi saham-saham pertambangan, minyak, dan gas. Saham Perusahaan Gas Negara (PGAS) menjadi penekan utama indeks dengan koreksi sebesar 5,93% diikuti oleh saham Internasional Nickel Indonesia (INCO) sebesar 4,62%, saham Aneka Tambang (ANTM) sebesar 7,37%, Timah (TINS) yang terkoreksi sebesar 7,78%, dan saham Medco Energy Internasional (MEDC) yang terkoreksi sebesar 6%.

Aksi ambil untung pada perdagangan kemarin merupakan masa konsolidasi yang wajar bagi indeks dalam tren bullish saat ini. Indeks RSI (Relative Strenght Index) BISNIS-27 telah mencapai level 73,25 atau tertinggi dalam satu bulan terakhir. Beberapa faktor fundamental ekonomi seperti melambatnya laju inflasi tahunan dan potensi penurunan BI rate yang terbuka lebar menjadi amunisi indeks untuk kembali melanjutkan tren bullish hingga akhir semester I-2009 ini. Saham-saham perbankan terlihat bergerak di zona hijau seperti saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang membukukan gain 4,69%, saham Bank Central Asia (BBCA) naik sebesar 3,65%, dan Bank Danamon (BDMN) sebesar 1,25%.

Dari eksternal bursa, informasi pendapatan pekerja AS meningkat sebesar 0,5% pada April setelah dua bulan berturut-turut harus terkikis, sebagai imbas dari pemangkasan pajak dan dstimulus yang digulirkan oleh Presiden Barack Obama.

Indeks Dow Jones (DJIA) bergerak positif setelah muncul kepastian kepailitan General Motor dengan Pemerintah AS sebagai pembeli mayoritas saham. Indeks DJIA ditutup naik 2,6% pada penutupan Senin waktu setempat.

Selasa, Juni 02, 2009

Ulasan Pasar edisi 2 Juni 2009

Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Perdagangan awal pekan ini menjadi momentum pergerakan yang sangat spektakuler bagi indeks BISNIS-27. Indeks berhasil ditutup menembus level psikologis 180 tepatnya 182,22 setelah bergerak fluktuatif usai perdagangan sesi pertama kemarin. Pada penutupan sesi pertama indeks telah berhasil naik 3,39% ke level 178,97. Terhitung sejak diluncurkan pertama kali 27 Januari lalu, indeks BISNIS-27 telah membukukan gain sebesar 49,47%.

Pergerakan indeks tidak terlepas dari rally saham-saham pertambangan seperti saham International Nickel Indonesia (INCO), PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA), da Indo Tambangraya Megah (ITMG).

Tercatat saham INCO membukukan gain tertinggi pada portofolio BISNIS-27 kemarin yaitu sebesar 20,14%, diikuti oleh saham Aneka Tambang (ANTM) sebesar 19,95%, PTBA sebesar 14,67%, Timah (TINS) sebesar 14,21%, Medco Energy (MEDC) sebesar 13,64%, dan ITMG sebesar 12,82%.

Sentimen pergerakan harga minyak menjadi motor penggerak utama saham-saham pertambangan, setelah harga minyak dunia di bursa New York menyentuh level US$66 per barel menuju level US$70 per barel. Pergerakan harga minyak tidak terlepas dari depresiasi dolar AS terhadap sejumlah mata uang regional Asia pasifik seperti won Korea sebesar 1,16%, yen Jepang sebesar 0,78%, dolar Singapura 0,51%, peso Filipina sebesar 0,32%, dolar Hong Kong sebesar 0,01%, dan rupiah sebesar 1,26%.

Depresiasi dolar AS tersebut merupakan lanjutan depresiasi akhir pekan lalu sebagai akibat investor global yang mulai meninggalkan dolar AS sebagai mata uang utama untuk hedging serta imbas membaiknya persepsi investor terhadap perkembangan ekonomi global. Membaiknya produksi industri di Jepang dan meningkatnya penjualan ritel di Jerman menjadi stimulus membaiknya persepsi investor terhadap perkembangan ekonomi global. India bahkan berhasil mencatat pertumbuhan ekonomi yang positif sebesar 5,8% di kuartal I-2009.

Dari dalam negeri, apresiasi rupiah terhadap dolar AS dipengaruhi oleh pergerakan laju inflasi hingga Mei yang tercatat semakin melambat. Laju inflasi tahunan hingga Mei 2009 tercatat sebesar 6,04% dibandingkan dengan April sebelumnya yang sebesar 7,31%. Melambatnya laju inflasi ini semakin menurunkan risiko investasi di bursa saham Indonesia. Penurunan tersebut akan semakin signifikan bila BI rate kembali diturunkan dari level saat ini 7,25%. Turunnya risiko investasi tersebut sekaligus menjadikan valuasi saham semakin murah bila dibandingkan dengan periode akhir semester I-2008 lalu ketika harga BBM meningkat 24,7% dan krisis likuiditas mulai menghantam bursa global termasuk Bursa efek Indonesia.

Selain saham-saham petambangan, beberapa saham perbankan turut menopang kenaikan indeks BISNIS-27 di antaranya saham Bank Mandiri (BMRI) naik sebesar 10,08%, Bank Danamon (BDMN) naik sebesar 6,67%, dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) naik sebesar 2,4%.

Senin, Juni 01, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 1 Juni 2009

Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pada pekan terakhir Mei, indeks BISNIS-27 berhasil menguat 1,91% melanjutkan rally pekan sebelumnya yang telah menguat sebesar 7,59%. Faktor penguatan ini tidak terlepas dari bullish saham-saham pertambangan khususnya batu bara yang mendapat sentimen positif dari pergerakan harga minyak dunia.

Harga minyak dunia pada akhir pekan kemarin mencapai level US$66 per barel yang berarti telah naik sebesar 30% pada Mei atau tertinggi sejak kenaikan 37% pada Maret 1999. Penguatan harga minyak terjadi di tengah berita-berita positif menyangkut perkembangan ekonomi beberapa negara maju di kawasan Asia Pasifik maupun Eropa. Produksi sektor industri di Jepang naik 5,2% pada April sekaligus mencatat kenaikan terbesar sejak 1953. India berhasil mencatat pertumbuhan ekonomi yang positif 5,8% pada kuartal I-2009. Penjualan ritel di Jerman naik naik 0,5% pada April, melebihi ekspektasi ekonom yang berkisar 0,1%. Positifnya penjualan ritel tersebut menunjukkan adanya prospek yang positif di sektor konsumsi negara tersebut.

Beberapa data perekonomian yang positif tersebut mendorong investor meninggalkan dolar AS sebagai mata uang yang aman dan mencari investasi di kawasan yang berkategori emerging market. Nilai dolar AS melemah terhadap beberapa mata uang Asia Pasifik di akhir pekan kemarin. Dolar AS melemah 0,8% terhadap yen Jepang, terhadap dolar Hongkong melemah 0,02%, dan terhadap Rupee India melemah 0,47%. Terhadap euro, dolar AS melemah 1,5%. Dolar AS juga melemah terhadap rupiah pada akhir pekan kemarin sebesar 0,91%.
Melemahnya dolar AS terhadap sejumlah mata uang kuat dunia meningkatkan harga minyak dunia sebagai komoditas lindung nilai sekaligus sumber utama energi. Sentimen penguatan harga minyak tersebut menjadi pendongkrak indeks BISNIS-27 melalui saham-saham pertambangan dan komoditas batu bara. Beberapa saham pertambangan seperti Medco Energy Internasional (MEDC) naik cukup signifikan terutama pada akhir pekan kemarin sebesar 13,79%, saham Indo Tambangraya Megah (ITMG) naik 7, 73%, saham PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) naik 4,17%, dan saham Adaro Energy (ADRO) naik 3,88%.
Kenaikan indeks BISNIS-27 sebesar 9,5% dalam dua pekan terakhir akan mendapat sedikit tekanan menjelang pengumuman inflasi Mei di awal Juni ini. Sulitnya penurunan suku bunga kredit oleh perbankan, meskipun BI rate telah diturunkan sebesar 200 bps sejak awal tahun, mendorong investor untuk mengurangi portofolio saham-saham perbankan disebabkan pelambatan inflasi dan penurunan BI rate menjadi kurang sensitif untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, investor cenderung mengalokasikan dana ke saham-saham pertambangan dipengaruhi tren kenaikan harga minyak dunia, sekaligus memiliki likuiditas yang cukup tinggi.

Di akhir pekan kemarin, terlihat koreksi pada beberapa saham bank yang memiliki fundamental cukup baik seperti Bank Central Asia (BBCA) yang terkoreksi sebesar 2,17%, Bank Danamon (BDMN) sebesar 1,96%, dan Bank Internasional Indonesia (BNII) sebesar 1,23%. Saham otomotif Astra Internasional (ASII) terkoreksi 4,37%.