Senin, November 30, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 30 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Dalam sepekan kemarin, indeks BISNIS-27 akhirnya bergerak melemah dipengaruhi faktor profit taking menjelang libur panjang akhir pekan perayaan Idul Adha. Namun, sejak awal November, indeks telah tumbuh positif berturut-turut dalam tiga pekan pertama. Indeks BISNIS-27 ditutup di level 221,55 pada Kamis kemarin atau melemah 3,3% dalam pekan keempat November.

Bila dicermati lebih lanjut, secara teknis harga saham konstituen BISNIS-27 masih tergolong cukup murah atau berada dalam posisi beli, yang dapat dilihat dari posisi indeks RSI (Relative Strenght Index) untuk indeks BISNIS-27 yang stabil di posisi 57 sepanjang pekan kemarin sebelum akhirnya berada di posisi 44 di penutupan Kamis karena koreksi yang cukup signifikan pada hari itu sebesar 2,75%.

Secara fundamental, kinerja konstituen BISNIS-27 hingga September 2009 berhasil membukukan kinerja yang jauh lebih baik daripada setahun sebelumnya dan sekaligus mencerminkan kekuatan masing-masing konstituen BISNIS-27 dalam mengatur strategi bertahan dan tumbuh dalam krisis likuiditas yang dimulai triwulan IV-2008 lalu.

Dari sisi pergerakan rupiah terhadap dolar AS, selama sepekan kemarin pergerakan rupiah cenderung menguat dengan kembali berada di level Rp9.400 per US$ dari posisi pekan sebelumnya yang justru melemah ke level Rp9.500 per US$. Sentimen apresiasi rupiah terhadap dolar AS sudah jelas akan meningkat kinerja emiten di 2009 ini terutama dengan berkurangnya rugi selisih kurs. Meskipun akan memberatkan emiten yang berorientasi ekspor terutama bagi emiten batu bara seperti Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan juga International Nickel Indonesia Tbk (INCO), tetapi saham-saham tersebut mayoritas dibeli bukan untuk jangka pendek melainkan jangka panjang dan tren harga batu bara maupun nikel akan bergerak berbanding lurus dengan pergerakan harga minyak dunia yang saat ini di level US$77 per barel.

Faktor positif yang mendongkrak kinerja indeks dalam tiga pekan pertama November ini, terutama memang berasal dari sentimen pergerakan harga emas dunia yang pada Kamis kemarin mencapai level US$1.190 per ounce. Kenaikan harga emas memang menjadi indikator membaiknya perkonomian global di 2010 dan posisi Amerika Serikat (AS) yang masih dalam tahap konsolidasi sistem likuiditas dengan tetap memilih kebijakan suku bunga rendah, mendorong aliran dolar AS keluar dari negara tersebut. Melemahnya nilai asset dolar AS memicu investor melakukan hedging pada komoditas emas, tetapi menghindari hedging di komoditas minyak karena dikhawatirkan akan memicu inflasi atau menekan daya beli negara emerging market yang saat ini menjadi tumpuan membaiknya ekonomi dunia.

Namun, tren bullish harga emas dan pelemahan dolar AS terhadap rupiah tentu akan memiliki masa konsolidasi dan harus menemukan titik keseimbangan sementara waktu menjelang tutup tahun. Faktor inilah yang menjadi penyebab terkoreksinya saham-saham BISNIS-27 yang dipicu oleh aksi jual investor asing selama sepekan kemarin. Investor asing membukukan penjualan sebesar Rp4,7 triliun selama sepekan terakhir dengan pembelian sebesar Rp4,56 triliun.

Data tersebut juga menunjukkan masih tingginya ekspektasi investor asing terhadap bursa saham Indonesia dan koreksi pekan kemarin dapat dikatakan memang murni karena faktor konsolidasi harga saham BISNIS-27 untuk kembali bergerak bullish menjelang akhir tahun ini. Posisi indeks RSI untuk BISNIS-27 yang tertekan ke level 44 oleh koreksi pada Kamis pekan kemarin, menambah peluang BISNIS-27 untuk bergerak melanjutkan tren bullish.

Kamis, November 26, 2009

Ulasan Pasar edisi 26 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Koreksi saham-saham sektor konsumsi menjadi penekan indeks BISNIS-27 pada perdagangan Rabu kemarin. Indeks BISNIS-27 ditutup melemah 0,29% di level 227,82. Namun, secara umum pergerakan indeks masih berada di dalam teritori positif mengingat harga saham dari sektor komoditas dan energi masih cukup murah atau berada dalam posisi beli yang ditopang juga dengan ekspektasi kinerja emiten yang membaik di 2009 ini.

Saham komoditas batu bara seperti Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Tambang Batu bara Bukit Asam Tbk (PTBA) masih membukukan gain pada perdagangan kemarin, begitu juga dengan saham Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan saham infrastruktur seperti Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), Indosat Tbk (ISAT), dan Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) juga masih bergerak positif.

Selain itu, saham perbankan seperti Bank Danamon Tbk (BDMN) dan Bank CIMB-Niaga Tbk (BNGA) juga bergerak positif mengindikasikan optimisme pasar terhadap pertumbuhan kinerja perbankan yang positif di akhir tahun.

Koreksi indeks sejak awal pekan memang mendorong investor untuk sementara waktu menepi dari bursa dan merealisasikan gain atas saham konsumsi dan juga otomotif, Astra Internasional Tbk (ASII). Saham ASII turun 1,35% di level Rp32.900 per saham. Saham ASII, saham Semen Gresik Tbk (SMGR), Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP), dan saham Unilever Tbk (UNVR) terkoreksi untuk melewati masa konsolidasi setelah tren bullish sepekan terakhir.

Harga minyak dunia yang melemah ke level US$75 per barel akan menjadi sentimen positif bagi saham-saham yang sensitif dengan daya beli tersebut, sehingga usai libur panjang Idul Adha di akhir pekan ini akan kembali bergerak naik. Harga minyak dunia yang melemah akan menjaga laju inflasi tetap terjaga di level 3,5% hingga akhir tahun serta ditopang oleh rupiah yang stabil di level Rp9.400 per US$.
Ulasan Pasar edisi 25 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Di perdagangan hari kedua pekan ini, indeks kembali bergerak melemah dan kali ini mendapat tekanan hampir dari seluruh sektor. Indeks BISNIS-27 ditutup di level 228,49 atau melemah tipis 0,11% dari posisi penutupan awal pekan.

Faktor penguatan rupiah yang terhenti di level Rp9.500/US$ akibat kasus Bank Century, kisruh KPK dan Polri yang tidak menentu memberikan kekhawatiran terhadap kondisi sosial politik dalam negeri. Investor memilih untuk menarik diri sejenak dan merealisasikan gain dari pertumbuhan tiga pekan terakhir yang ditopang oleh sentimen positif kenaikan harga komoditas terutama emas yang telah melewati level US$1.170 per ounce.

Namun, investor masih melakukan aksi beli selektif terhadap saham-saham komoditas seperti pada Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan kenaikan masing-masing sebesar 2,86% dan 2,03%. Saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) naik 1,26% dan Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) naik 1,29%.

Dalam kondisi sosial politik yang tidak menentu dan rupiah yang mulai menemukan level keseimbangan di posisi Rp9.500/US$, mendorong investor untuk memilih saham yang ditopang oleh belanja pemerintah dan kebutuhan energi dalam negeri. Kebutuhan semen dipastikan akan meningkat seiring kebijakan prioritas pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur dan mengurangi biaya transaksi ekonomi dan investasi. Rencana dan kebutuhan pembangunan pembangkit listrik juga akan meningkatkan kebutuhan batu bara dalam negeri, dan hal tersebut menjadi sentimen positif bagi BUMN batu bara yaitu PTBA.

Sedangkan faktor harga yang masih tergolong murah, menjadi pemicu minat beli investor terhadap saham ITMG. Saham ITMG memiliki nilai PER (Price to Earning Ratio) sebesar 8,94 kali atau terendah di dalam industrinya pada penutupan Senin kemarin.

Indeks juga mendapat tekanan dari koreksi indeks regional seperti Hang Seng, STI Singapura, dan Nikkei-225. Indeks Hang Seng turun 1,53%, indeks STI Singapura turun 0,64%, dan indeks Nikkei-225 turun 1,01%.

Untuk sementara, indeks membutuhkan masa konsolidasi setelah membukukan pertumbuhan sebesar 5,38% hanya dalam waktu tiga pekan terakhir. Indeks tetap berada di dalam tren bullish yang terutama ditopang oleh saham-saham pertambangan dan komoditas pertanian. Saham-saham perbankan akan mengalami sedikit tekanan dari sentimen negatif kasus Bank Century yang mencerminkan buruknya Good Corporate Governance di bank tersebut, dan investor mengkhawatirkan tata kelola industri perbankan secara umum.

Laju inflasi November yang tetap rendah dan laju inflasi hingga akhir tahun yang diperkirakan oleh Bank Indonesia maksimal hanya sebesar 3,5%, belum dapat memberikan sentimen naiknya saham-saham perbankan. Pasar akan lebih mencermati pergerakan harga komoditas dunia terutama emas yang tentunya akan mengimbas positif harga saham Aneka Tambang Tbk (ANTM).

Namun, tekanan tersebut diperkirakan hanya bertahan hingga akhir pekan ini dan memasuki awal Desember pasar akan mencermati aksi korporasi emiten untuk mendongkrak kinerjanya (window dressing) di akhir tahun.

Selasa, November 24, 2009

Ulasan Pasar edisi 24 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Koreksi saham-saham perbankan menjadi pemicu turunnya indeks BISNIS-27 pada perdagangan awal pekan ini. Indeks bergerak turun ke level 228,75 melemah tipis sebesar 0,16% dari posisi penutupan akhir pekan kemarin.

Saham-saham perbankan seperti Bank Mandiri Tbk (BMRI), Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) bergerak melemah diikuti juga oleh saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). saham TLKM turun tipis 0,56% dan PGAS turun 1,94%. Saham BMRI turun 0,53%, saham BBCA turun 1,06%, dan saham BBRI turun 0,65%.

Melonjaknya harga emas yang menyambung tren bullish dalam tiga pekan terakhir memicu investor untuk memburu saham-saham komoditas dan energi, sebagai pengaruh dari ekspektasi naiknya harga komoditas mengantisipasi sentimen perbaikan ekonomi global. Harga emas dunia kembali mencetak sejarah dan mencapai US$1.165 per ounce.

Sentimen tersebut memicu peralihan dana investor dari saham-saham perbankan ke komoditas. Di sisi lain, rata-rata PER (Price to Earning Ratio) industri saham perbankan memang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata industri saham komoditas.

Minimnya sentimen positif untuk saham perbankan dan infrastruktur menjadi faktor pemicu koreksi di dua sektor tersebut. Berbeda dengan saham komoditas yang mendapat sentimen positif dari luar negeri, seperti tren bullish harga emas yang berlanjut.

Rencana pembagian dividen interim Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar Rp12 per saham dari laba bersih September 2009, mendorong harga saham ADRO naik sebesar 4,12% sekaligus kenaikan tertinggi konstituen BISNIS-27 di awal pekan ini.

Senin, November 23, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 23 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit


Indeks BISNIS-27 berhasil mencatat kinerja yang cukup baik selama pekan kemarin dengan pertumbuhan sepekan yang cukup tinggi sejak 5 Oktober lalu. Indeks tumbuh 2,14% dalam sepekan kemarin dan ditutup di level 229,12 di akhir pekan. Indeks bahkan mencapai level 230,03 atau posisi tertinggi kedua sejak 6 Oktober lalu ketika indeks BISNIS-27 mencapai level 230,63.

Aksi beli selektif investor lokal maupun asing mendominasi saham-saham dari sektor tertentu seperti komoditas pertanian, pertambangan batu bara, infratruktur, semen dan saham-saham konsumsi.

Dari saham pertambangan, faktor penyebab melonjaknya harga saham pertambangan seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM), adalah sebagai respon naiknya harga emas yang mencapai level US$1.146 per ounce. Lonjakan harga emas dunia yang cukup cepat merupakan implikasi dari tingginya minat beli investor global karena faktor melemahnya dolar AS terhadap euro, yen, dan mata uang emerging market. Aksi beli emas IMF oleh India juga memicu pelaku pasar untuk meningkatkan permintaan terhadap emas serta melakukan hedging untuk aset mereka.

Di sisi lain, harga minyak dunia nampaknya telah menemukan harga keseimbangannya hingga akhir tahun ini di level US$80 per barel. Tren kenaikan harga minyak dunia yang berlanjut, dipandang tidak mendukung pemulihan ekonomi global yang ditopang oleh kawasan emerging market Asia dan salah satunya adalah Indonesia.

Di dalam negeri, sentimen kestabilan rupiah terhadap dolar AS yang berada di level Rp9.400-Rp9.500 per US$ dalam dua pekan terakhir mendorong investor lokal maupun asing untuk membeli secara selektif saham-saham konsumsi, perbankan, dan juga otomotif. Kestabilan nilai tukar rupiah seperti saat ini diharapkan dapat mendukung laju inflasi yang rendah hingga akhir tahun dan memicu konsumsi masyarakat.

Sentimen tambahan yang positif bagi indeks juga diperoleh dari kesepakatan 14 bank nasional terutama bank-bank emiten di Bursa Efek Indonesia yang sebagian juga merupakan konstituen BISNIS-27, untuk menurunkan biaya dana pihak ketiga khususnya deposito menjadi 7% per tahun. Hal ini akan mendongkrak net interest margin perbankan dan berpotensi menambah laba bersih 2009.

Pada pekan depan (pekan ini), pergerakan indeks BISNIS-27 akan berpotensi diwarnai koreksi teknikal saham-saham pertambangan karena faktor harga yang sudah memasuki overbought atau jenuh beli, sehingga memerlukan masa konsolidasi jangka pendek untuk kemudian bergerak kembali menguat mengikuti ekspektasi perbaikan ekonomi global. Di sisi lain, investor juga perlu mewaspadai koreksi harga saham yang dipicu profit taking investor asing bila dolar AS bergerak menguat atau berbalik arah dari tren pelemahannya saat ini terhadap rupiah.

Rabu, November 18, 2009

Ulasan Pasar edisi 18 November 2009

Indeks BISNIS-27 masih melanjutkan penguatannya di hari kedua pekan ini meskipun dengan kenaikan yang lebih rendah daripada kenaikan indeks di awal pekan. Indeks BISNIS-27 menguat 0,32% ditutup di level 229,08. Aksi koreksi mulai membayangi pergerakan indeks setelah rebound empat hari sebelumnya yang menopang indeks sebesar 3,77%.

Saham-saham penopang indeks beberapa hari sebelumnya seperti Astra Agro Lestari Tbk (AALI), Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan Gudang Garam Tbk (GGRM) mengalami koreksi oleh aksi profit taking jangka pendek yang sekaligus dipengaruhi faktor harga yang cukup mahal. Namun, beberapa saham masih membukukan gain seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan Semen Gresik Tbk (SMGR).

Sentimen positif melonjaknya harga emas untuk hedging karena dolar AS yang melemah terhadap sejumlah mata uang dunia seperti euro, menjaga minat beli investor terhadap saham ANTM.

Setelah mengkoleksi dan merealisasikan gain saham-saham komoditas, investor kembali beralih ke saham-saham infrastruktur yang didukung oleh prioritas APBN 2010 untuk perbaikan infrastruktur dan mengurangi biaya transaksi ekonomi untuk meningkatkan investasi dalam negeri. Saham Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan saham Semen Gresik Tbk (SMGR) bergerak naik masing-masing sebesar 0,67% dan 2,78%. Saham Jasa Marga Tbk (JSMR) menguat 1,63%.

Saham-saham berbasis konsumsi juga mulai bergerak naik oleh sentimen laju inflasi yang rendah hingga akhir tahun ini. Saham Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan saham Unilevel Tbk (UNVR) menguat 0,79% dan 0,47%

Selasa, November 17, 2009

Ulasan Pasar edisi 17 November 2009

Indeks BISNIS-27 menguat signifikan di awal pekan ini melonjak 1,8% ditutup di level 228,35 atau posisi tertinggi indeks dalam tiga pekan terakhir. Kenaikan indeks yang sebesar 1,8% merupakan kenaikan harian yang tertinggi sejak 7 Oktober lalu atau dalam 29 hari perdagangan terakhir.

Faktor penyebab melonjaknya posisi indeks kemarin dipengaruhi oleh ekspektasi investor terhadap saham-saham pertambangan, sebagai respon naiknya harga emas hingga mencapai level US$1.116 per ounce. Lonjakan harga emas di bursa komoditas London tersebut direspon sebagai tindakan hedging investor global terhadap membaiknya perekonomian dunia di 2010. Seiring dengan asumsi tersebut, harga saham pertambangan menjadi semakin murah dan memicu posisi beli di kalangan investor.

Investor dalam negeri mengakumulasi saham pertambangan yang berbasis hedging seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM), diikuti oleh saham pertambangan batu bara untuk mengantisipasi lonjakan harga batu bara di 2010 yang didorong oleh tren bullish harga minyak dunia yang saat ini stabil di posisi US$78 per barel.

Saham Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menjadi saham yang mencetak gain tertinggi pada perdagangan kemarin di antara konstituen BISNIS-27, yaitu sebesar 6,43%, saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) sebesar 5,15%, dan saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) sebesar 4,4%.

Aksi beli saham komoditas pertambangan yang dipimpin oleh investor asing kemarin sebaiknya diikuti juga dengan meningkatnya kewaspadaan bursa terhadap pembalikan arah indeks yang dipicu oleh pergerakan rupiah terhadap dolar AS. Depresiasi rupiah akan menjadi faktor koreksi utama indeks dalam beberapa hari mendatang, dan di awal pekan kemarin rupiah ditutup melemah tipis 0,48% ke level Rp9.395/US$.

Senin, November 16, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 16 November 2009

Indeks BISNIS-27 kembali bergerak menguat selama sepekan kemarin melanjutkan penguatan pekan sebelumnya. Indeks BISNIS-27 berhasil menguat 1,6% ditutup di level 224,31 pada Jumat (13/11). Sedangkan pada pekan sebelumnya, indeks BISNIS-27 telah menguat 1,55% ditutup di level 220,79 (Jumat, 6/11).

Beberapa saham penopang indeks BISNIS-27 adalah saham-saham sektor pertambangan seperti Adaro Energy Tbk (ADRO) dan Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang sekaligus merupakan konstituen BISNIS-27 dengan gain tertinggi yaitu sebesar 11,04% dan 8,69% selama sepekan. Selain itu, saham Astra Internasional Tbk (ASII) naik 7,74%, Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 4,23%, Unilever Tbk (UNVR) naik 3,98%, Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) naik 3,9%, United Tractors Tbk (UNTR) naik 3,67%.

Apresiasi rupiah terhadap dolar AS menjadi penopang utama kenaikan saham-saham konstituen BISNIS-27. Investor asing melakukan aksi beli selektif sejak perdagangan Rabu hingga Jumat yang dipengaruhi pergerakan rupiah yang terapresiasi dalam dua pekan terakhir sebesar 2,2% dari posisi Rp9.585/US$ di akhir Oktober menguat ke level Rp9.375/US$ di akhir pekan kemarin.

Harga minyak dunia yang stabil di kisaran US$76 hingga US$79 per barel dalam dua pekan, menjadi sentimen positif pergerakan laju inflasi Indonesia untuk menjaga BI rate tetap di level 6,5% hingga akhir tahun ini. Perpaduan antara penguatan rupiah terhadap dolar AS, harga minyak dunia yang stabil, inflasi dan BI rate yang tetap rendah akan menjadi sentimen positif kinerja emiten perbankan hingga akhir tahun.

Lebih lanjut, Tingkat NPL (Non Peforming Loan) perbankan juga diharapkan akan tetap berada dalam tren menurun, seperti yang ditunjukkan oleh data Bank Indonesia dalam periode Juli hingga September 2009, porsi NPL terhadap kredit yang berhasil disalurkan semakin kecil dari posisi 4,6% pada Juli, 4,5% pada Agustus dan 4,3% pada September. Dalam periode yang sama, laba operasional perbankan pun meningkat 25,3% menjadi sebesar Rp28,2 triliun.

Selain itu, rencana penurunan bunga deposito menjadi 7% dari level saat ini sebesar 8% per 20 November 2009, menambah sentimen positif harga saham perbankan konstituen BISNIS-27. Biaya dana pihak ketiga perbankan akan semakin murah yang akan berdampak pada meningkatnya pendapatan bunga bersih emiten perbankan BISNIS-27.

Dari perkembangan aksi korporasi, saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) tumbuh 1,62% selama sepekan kemarin. Bank Mandiri Tbk diberitakan mendapat kucuran dana dari Asian Development Bank (ADB) dan beberapa bank partisipan senilai US$ 105 juta untuk memperkuat struktur pendanaannya.

Sentimen penguatan indeks BISNIS-27 juga dikontribusi oleh pelemahan dolar AS terhadap sejumlah mata uang kuat dunia sebagai dampak kebijakan The Fed yang menjaga tingkat bunga acuan yang rendah serta ekspektasi membaiknya perekonomian global di 2010 yang dimotori oleh kawasan emerging market Asia. Hal tersebut juga yang menyebabkan aliran dolar AS (capital inflow) yang cenderung meningkat dalam pekan kemarin yang dapat dilihat dari berlanjutnya apresiasi rupiah terhadap dolar AS.

Hasil kinerja konstituen juga berhasil menopang indeks BISNIS-27, seperti pada saham ITMG yang berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih 104% per September 2009 atau membukukan laba bersih sebesar US$265,8 juta.

Penguatan indeks BISNIS-27 sepekan kemarin menjadikan posisi indeks cukup mahal dalam satu bulan terakhir dengan indeks RSI (Relative Strenght Index) di posisi 56,05, sehingga investor diharapkan tetap waspada terhadap aksi profit taking jangka pendek serta sentimen negatif yang dapat memicu koreksi indeks di antaranya pembalikan arah (penguatan) dolar AS terhadap rupiah dan harga minyak yang menembus level psikologis jangka pendek yaitu US$80 per barel. Saham-saham perbankan, manufaktur dan barang konsumsi akan menjadi saham-saham utama yang terkoreksi oleh sentimen negatif tersebut.

Jumat, November 13, 2009

Ulasan Pasar on Wed, 11 Nov 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 kembali menemukan momentum bullish pada perdagangan Rabu, setelah koreksi jangka pendek menghantam indeks Selasa sebelumnya. Pelaku pasar mulai menerapkan pola transaksi yang berorientasi jangka panjang dengan proyeksi perbaikan ekonomi global dan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2010. Indeks BISNIS-27 naik tipis 0,27% ke level 221,35.

Pelemahan dolar AS sebagai dampak kebijakan suku bunga rendah AS, masih menjadi penopang utama kenaikan harga emas dunia yang kemarin mencapai posisi US$1.106 per ounce. Namun, kenaikan harga emas tidak serta merta ditiru oleh harga minyak dunia yang tetap stabil di level US$78-US$79 per barel. Pelaku pasar global tetap menyadari bahwa kekuatan ekonomi dunia termasuk emerging market yang memelopori perbaikan bursa saham global dari krisis likuiditas 2008, saat ini belum sepenuhnya bisa menopang kenaikan laju inflasi dari naiknya harga minyak. Oleh karena itu, harga minyak masih sulit menembus level resistance di level US$80-US$81 per barel.

Di sisi lain, investor mulai mengambil posisi beli untuk saham-saham berbasis komoditas seperti batubara untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia pada 2010 seiring semakin pulihnya ekonomi global. Sentimen kenaikan harga minyak yang berhasil menembus level resistance akan menjadi faktor utama realisasi gain jangka pendek saham-saham berbasis komoditas substitusi minyak. Sedangkan pembalikan arah dolar AS akan menjadi momentum koreksi harga emas dunia, dan saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) pada bursa saham dalam negeri. Kemarin, saham ANTM naik 2,27%.

Saham emiten batu bara Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) naik 6,96% sekaligus menjadi konstituen BISNIS-27 yang membukukan gain tertinggi pada perdagangan kemarin. Lonjakan harga ITMG juga dipengaruhi sentimen positif kinerja hingga kuartal III/2009 yang berhasil membukukan kenaikan laba bersih 104% menjadi sebesar US$265,8 juta.

Rabu, November 11, 2009

Ulasan Pasar edisi 11 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Inteligence Unit


Pergerakan indeks BISNIS-27 cukup fluktuatif pada perdagangan Selasa kemarin dengan pergerakan di zona hijau selama sesi I. Indeks BISNIS-27 dibuka dengan sangat responsif menerima perkembangan indeks DJIA yang ditutup di level tertingginya tahun ini yaitu 10.226,94.

Penguatan indeks DJIA ditopang oleh saham komoditas dan energi seiring dengan kebijakan The fed yang mempertahankan suku bunga rendah (0,25% atau mendekati nol), sehingga membuat dolar AS kehilangan permintaannya dan tertekan oleh sejumlah mata uang kuat dunia yang memberikan imbal hasil lebih tinggi termasuk rupiah, di mana BI rate masih berkisar 6,5%.

Pelemahan dolar AS meningkatkan harga kontrak komoditas seperti minyak, emas, dan komoditas lain untuk kepentingan lindung nilai (hedging). Harga emas yang melewati level US$1.100 per ounce menjadi indikasi kuatnya aktivitas lindung nilai tersebut, selain ditopang juga oleh naiknya permintaan oleh India yang membeli emas dari IMF. Bagi investor dalam negeri, sentimen penguatan harga komoditas memberikan sentimen positif bagi harga saham komoditas dalam negeri. Beberapa saham emiten BISNIS-27 seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan Adaro Energy Tbk (ADRO) bergerak naik dengan rata-rata kenaikan 2% selama sesi I kemarin.

Namun, investor juga mengantisipasi pembalikan arah dolar AS yang akan memicu koreksi harga komoditas utama seperti minyak dan emas. Selain itu, level resistance rupiah terhadap dolar AS di posisi Rp9.400/US$ masih sulit untuk ditembus di tengah ketidakpastian iklim investasi dalam negeri serta kondisi sosial politik seperti saat ini, sehingga memicu sikap hati-hati investor dan realisasi gain di sesi II.

Indeks BISNIS-27 akhirnya ditutup di level 220,76 atau melemah 0,63% dari posisi penutupan awal pekan ini. Saham-saham yang menekan indeks di antaranya adalah saham Astra Internasional Tbk (ASII), saham Bank Mandiri Tbk (BMRI), saham Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), saham International Nickel Indonesia Tbk (INCO), dan saham Adaro Energy Tbk (ADRO).

Sedangkan saham-saham yang membukukan loss terbesar di antaranya adalah saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) sebesar 4,35%, saham Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 3,14%, saham Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar 2,65%, saham International Nickel Indonesia Tbk (INCO) sebesar 2,52%, saham Indika Energy Tbk (INDY) sebesar 2,3%, dan saham Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar 1,95%

Selasa, November 10, 2009

Ulasan Pasar edisi 10 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pergerakan indeks BISNIS-27 di awal pekan ini cukup fluktuatif dan berhasil ditutup positif di level 222,16. Indeks BISNIS-27 menguat 0,62% dari posisi penutupan akhir pekan kemarin. Aksi beli selektif terlihat sepanjang perdagangan Senin kemarin.

Volume transaksi indeks BISNIS-27 sebesar 212,186,900 lembar saham atau berada dalam tren melemah sejak pekan lalu, yang sekaligus menunjukkan investor bersikap hati-hati dalam bertransaksi. Namun, kapitalisasi pasar semakin tinggi menjadi sebesar Rp1.359 triliun. Kenaikan nilai kapitalisasi ini ditopang oleh naiknya saham Astra Internasional Tbk (ASII) dan United Tractors Tbk (UNTR) yang sekaligus sebagai saham-saham leading movers indeks BISNIS-27 Senin kemarin.

Beberapa saham lainnya penopang indeks adalah Bank Mandiri Tbk (BMRI), Unilever Tbk (UNVR), Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP), Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Selain itu, indeks juga mendapatkan tekanan profit taking atas saham-saham yang menjadi penopang indeks sepekan kemarin seperti Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan Gudang Garam Tbk (GGRM).

Penguatan indeks didominasi oleh saham grup Astra, saham ASII naik 4,12% ke level Rp31.600 dan saham UNTR yang naik 4,67% ke level Rp15.700. Proyeksi naiknya permintaan alat berat untuk kebutuhan pertambangan di tahun 2010 menjadi pemicu naiknya harga saham UNTR.

Secara teknikal, saham UNTR memiliki peluang bullish dalam jangka pendek hingga akhir pekan ini disebabkan indeks RSI (Relative Strenght Inde x) UNTR masih berkisar di level 55 atau berposisi beli. Kondisi yang sama juga dialami oleh saham ASII.

Penguatan indeks juga masih dipengaruhi oleh nilai Rupiah yang stabil di level Rp9.500/US$ memperkuat proyeksi kestabilan daya beli masyarakat untuk produk otomotif di tahun 2010.

Pada pekan ini, indeks berpeluang kembali menguat ditopang oleh harga emas yang melonjak menembus level US$1.100 per ounce sebagai dampak dari kebijakan The Fed yang mempertahankan kebijakan suku bunga rendah, menekan dolar AS terhadap sejumlah mata uang kuat dunia. Investor memilih emas, selain minyak dunia, sebagai komoditas lindung nilai atau hedging.

Senin, November 09, 2009

Ulasan Pasar Sepekan
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Published on 9th November 2009

Selama sepekan kemarin, indeks BISNIS-27 bergerak dengan tren menguat ditutup naik ke posisi 220,79 pada Jumat kemarin atau menguat 1,55% dibandingkan dengan posisi penutupan sepekan sebelumnya di level 217,42, Jumat (30/10). Selain itu, kenaikan indeks selama sepekan terakhir merupakan pembalikan arah (reversal) dari koreksi indeks BISNIS-27 selama dua pekan berturut-turut sebelumnya.

Di awal pekan indeks ditutup menguat tipis sebesar 0,24%, dan sejak Rabu hingga akhir pekan, indeks menguat 2,84% ke level 220,79. Pergerakan indeks yang cenderung menguat terlihat dari posisi penutupan Rabu, Kamis, dan Jumat yang selalu mendekati level resistance 218 dan pada penutupan akhir pekan, indeks berhasil menembus level tersebut dan mencapai posisi 220. Selama tiga hari tersebut, level support indeks berada di level 215.

Indeks BISNIS-27 hanya sekali ditutup terkoreksi yaitu pada perdagangan Selasa di posisi 214,69 atau satu level dengan posisi terendah perdagangan di hari yang sama yaitu 214,2. Koreksi Indeks BISNIS-27 pada Selasa dipengaruhi pergerakan negatif indeks bursa regional Asia Pasifik seperti Hang Seng, Nikkei-225, dan STI Singapura yang memicu kekhawatiran investor dalam negeri, meskipun di dalam negeri beredar sentimen positif laju inflasi Oktober (yoy) yang masih sangat terkendali atau di bawah perkiraan pemerintah.

Volume perdagangan bergerak melemah sejak awal pekan, tetapi kapitalisasi pasar indeks BISNIS-27 cenderung menguat dan bahkan mencapai nilai tertinggi sejak diluncurkan yaitu Rp1.351 triliun di akhir pekan kemarin. Hal itu menunjukkan ekspektasi investor yang meningkat terhadap harga saham-saham konstituen BISNIS-27 dan di Bursa Efek Indonesia terjadi aksi beli selektif dengan orientasi investasi jangka panjang.

Beberapa saham penopang indeks BISNIS-27 dalam sepekan kemarin di antaranya, saham Gudang Garam Tbk (GGRM) yang naik sebesar 20,63%, Semen Gresik Tbk (SMGR) naik sebesar 8,03%, Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) naik 6,79%, Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 4,93%, Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) naik 3,74%, Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) naik 3,57%, Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 3,28%, Jasa Marga Tbk (JSMR) naik 2,23%, Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik 2,2%, dan Bank Negara Indonesia bk (BBNI) naik 2,16%.

Saham GGRM menjadi pencetak gain tertinggi dalam sepekan kemarin, ditopang kenaikan laba bersih sebesar 64,6% selama sembilan bulan pertama tahun ini. Per 30 September 2009, laba bersih GGRM sebesar Rp2,48 triliun, sedangkan di periode yang sama 2008 sebesar Rp1,5 triliun. Lonjakan laba bersih tersebut ditopang oleh naiknya laba usaha sebesar 54% sebagai imbas keberhasilan GGRM menekan beban pokok penjualannya.

Kenaikan saham-saham perbankan tidak terlepas dari ekspektasi pertumbuhan laba bersih perbankan yang positif pada 2009, ditopang oleh inflasi yang semakin rendah dari level 11,06% pada Desember 2008 ke level 2,57% pada Oktober 2009, BI rate yang bergerak turun sebesar 275 bps ke level 6,5%, posisi rupiah yang menguat 13,2% ke level Rp9.500/US$ serta kenaikan porsi kredit konsumsi masyarakat seiring apresiasi rupiah terhadap dolar AS yang memicu naiknya permintaan kredit masyarakat untuk barang konsumsi.



Ulasan Pasar @Wed, 4th November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pada perdagangan hari ketiga pekan ini, indeks BISNIS-27 berhasil rebound ke level 217,41 atau naik 1,26% dari posisi penutupan Selasa sebelumnya yaitu level 214,69.

Saham-saham penopang indeks BISNIS-27 di antaranya adalah saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), dan saham-saham sektor pertambangan seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM), Adaro Energy Tbk (ADRO), dan Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Sedangkan saham-saham penekan indeks didominasi oleh saham barang konsumsi seperti Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan Gudang Garam Tbk (GGRM) dan saham Astra Internasional Tbk (ASII).

Saham ANTM menjadi saham yang membukukan gain tertinggi dalam portofolio BISNIS-27 yaitu sebesar 8,05% diikuti oleh saham ITMG sebesar 6,31%, saham SMGR sebesar 3,62%, saham ADRO sebesar 3,31%, dan saham TLKM sebesar 2,99%.

Kenaikan harga saham ANTM tidak lepas dari keputusan Pemerintah yang memberikan kewenangan kepada Aneka Tambang Tbk untuk menjadi wakil pemerintah pusat dalam mengakuisisi 14% saham PT Newmont Nusa Tenggara, dan dapat ditambah hingga 31%. Akuisisi tersebut akan menambah cadangan produksi emas dan perak ANTM dan meningkatkan pendapatan usaha.

Secara teknikal, saham ANTM pada penutupan Selasa pekan ini berada di wilayah jenuh jual (oversold) dengan indikator RSI (Relative Strenght Index) berada level 26,19, sehingga perkembangan positif dari program divestasi Newmont Nusa Tenggara tersebut menjadi momentum yang sangat baik bagi kenaikan harga ANTM.

Faktor jenuh jual atau harga murah juga menopang minat beli investor pada saham tambang batu bara seperti ADRO dan ITMG.

Pada hari ini, Bank Indonesia juga memutuskan untuk menahan BI rate di level 6,5% untuk mengantisipasi menguatnya laju inflasi tahu depan meskipun inflasi Oktober (yoy) berada di level 2,83%, atau di bawah target pemerintah yaitu 4%. Rupiah berada dalam kondisi stabil di level Rp9.512/US$. Tren rupiah yang stabil dan ekspektasi menguatnya inflasi dalam negeri menjadikan saham komoditas lebih diminati dibandingkan saham-saham sektor konsumsi.




Ulasan Pasar @Tue, 3rd November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Penguatan indeks di awal pekan sebesar 0,24% tidak berlanjut pada perdagangan Selasa, indeks BISNIS-27 tertekan cukup dalam sebesar 1,48% ditutup di level 214,69. Aksi jual saham terjadi di tengah penguatan rupiah terhadap dolar AS dan sehari setelah muncul laporan laju inflasi Oktober yang cukup terkendali.

Dari luar negeri, aksi jual dipengaruhi oleh pergerakan indeks bursa regional Asia Pasifik seperti Hang Seng, Nikkei-225, dan STI Singapura. Beberapa indeks regional tersebut melemah karena investor memilih posisi wait and see mengantisipasi laporan data pengangguran di AS untuk Oktober, pada Jumat pekan ini. Pengangguran di AS pada September sebesar 9,8% atau tertinggi dalam 26 tahun terakhir.

Data pengangguran akan menjadi koreksi nilai wajar harga minyak dunia yang saat ini berada di level US$78 hingga US$80 per barel. Kenaikan harga minyak saat ini ditopang oleh rencana penghentian stimulus oleh Pemerintahan Obama secara bertahap yang diasumsikan sebagai mulai pulihnya perekonomian di negara tersebut. Namun, data pengangguran akan menjadi indikator terakhir yang cukup kuat dalam jangka pendek untuk kontinuitas tren penguatan harga minyak tersebut.

Maraknya penerbitan surat hutang oleh sebagian negara maju untuk memulihkan perekonomiannya dapat berdampak negatif bagi kompetisi penentuan imbal hasil psar surat hutang. Imbal hasil cenderung akan meningkat dan menambah beban jangka panjang negara penerbitnya. Di sisi lain akan terjadi tarik-menarik dana antara bursa saham dan pasar surat hutang.

Sentimen positif dari dalam negeri sangat minim saat ini, selain keyakinan investor terhadap pergerakan BI rate yang akan dipertahanakan di level 6,5% seperti saat ini. Tetapi, pergerakan indeks BISNIS-27 berpotensi bergerak positif memasuki akhir tahun apabila laju inflasi dapat tetap terkendali di bawah 4% dan suku bunga kredit perbankan dapat diturunkan lagi, sehingga daya beli domestik meningkat. Selain itu, rupiah yang stabil di kisaran Rp9.400/US$-Rp9.500/US$ akan menjadi stimulus penguatan indeks BISNIS-27 yang ditopang oleh saham-saham infrastruktur, perbankan dan otomotif.

Senin, November 02, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 2 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pekan terakhir Oktober menjadi pekan koreksi terbesar bagi indeks BISNIS-27 sejak 22 Juni lalu atau dalam empat bulan terakhir. Indeks BISNIS-27 terkoreksi 3,53% ditutup di level 217,42 setelah pada Kamis sehari sebelumnya sempat menyentuh level terendah dalam satu bulan terakhir yaitu 214,61.

Di awal pekan, indeks mulai terkoreksi tipis sebesar 0,03% yang dipicu oleh koreksi teknis karena harga saham yang overvalued dan dipicu rupiah yang melanjutkan tren pelemahan dari penutupan akhir pekan sebelumnya ke level Rp9.500/US$.

Koreksi indeks secara masiv terjadi pada perdagangan Selasa dan Rabu sebesar 4,11% ke level 214,61 atau merupakan level terendah dalam satu bulan terakhir. Penyebabnya adalah tekanan jual dari saham Bumi Resources Tbk (BUMI) yang merosot harganya akibat sentimen negatif kewajiban repo induk BUMI yaitu Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) yang menjaminkan sebagian saham dari seluruh anak perusahaannya termasuk
BUMI. Sentimen negatif tersebut diperparah dengan tingginya biaya modal dari hutang BUMI kepada CIC sebesar US$1,9 miliar yang berbunga 19% berpotensi menekan laba usaha BUMI. Saham BUMI tertekan hingga 12,7% dan membuat investor terpaksa menjual saham-saham lainnya untuk menutup kewajiban dari transaksi marjin saham BUMI.

Akibat aksi jual tersebut, rupiah tertekan 3,54% ke level Rp9.660/US$ dari posisi terkuatnya dua pekan lalu di level Rp9.300/US$ dan menambah kekhawatiran investor asing, sehingga meningkatkan tekanan jual.

Dibandingkan perdagangan awal pekan ketika investor asing membukukan penjualan Rp393 miliar, tekanan jual investor asing terlihat meningkat tajam pada Selasa sebesar Rp769 miliar, Rp1,1triliun pada Rabu dan Rp1,6triliun pada Kamis, atau membukukan penjualan sebesar Rp3,47 triliun dalam tiga hari tersebut, sedangkan pembelian hanya sebesar Rp2,7 triliun di periode yang sama.

Di akhir pekan terjadi pembalikan arah bagi pergerakan indeks BISNIS-27. Investor asing kembali masuk ke bursa dan membukukan pembelian sebesar Rp2,88 triliun serta merealisasi keuntungan jangka pendek dengan menjual sebesar Rp2,38 triliun.

Faktor penopang indeks di antaranya laporan keuangan emiten per September 2009 seperti PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), Telekomunikasi Indonesia Tbk (TBK), Bank Mandiri Tbk (BMRI), Bank Central Asia Tbk (BBCA), Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan anak usaha Astra Internasional Tbk yaitu United Tractors Tbk (UNTR) yang membukukan pertumbuhan laba bersih positif.

Dari luar negeri, minat beli investor asing di akhir pekan didukung laporan GDP Amerika Serikat (AS) untuk kuartal III/2009 yang tumbuh 3,5% (yoy) atau pertumbuhan pertama dalam setahun terakhir sejak krisis likuiditas akhir tahun lalu. Sentimen positif di AS memicu investor pemegang dolar AS untuk melepas dolar mereka sebagai “safe heaven” dan memasuki kawasan emerging market yang memiliki imbal hasil jauh lebih tinggi. Rupiah pun kembali terapresiasi sebesar 1,53% ke posisi Rp9.537/US$.
Ulasan Pasar 29 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Perdagangan Kamis ini memberikan indikasi rebound indeks BISNIS-27 memasuki awal November. Di awal sesi I, indeks BISNIS-27 sempat terkoreksi 5% dan tertekan ke level 204,47 yang merupakan level terendah indeks sejak 3 September. Namun, di sesi II perdagangan hingga penutupan indeks berbalik arah dan hanya terkoreksi 0,67% dari posisi penutupan Rabu kemarin.

Indeks BISNIS-27 ditutup di level 214,61 dengan penopang utama di antaranya yaitu saham Astra Internasional Tbk (ASII). Semen Gresik Tbk (SMGR), PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), dan Bank Mandiri Tbk (BMRI).

Aksi beli selektif dengan orientasi investasi jangka panjang mendominasi pergerakan indeks BISNIS-27. Posisi beli asing meningkat 16% menjadi Rp1,07 triliun dari perdagangan Rabu sebelumnya yang sebesar Rp928 miliar.

Saham-saham yang berbalik arah (rebound), merupakan saham-saham yang secara fundamental sangat bagus dan cukup sensitif dengan perkembangan suku bunga serta inflasi dalam negeri. Rupiah yang melemah sebesar 3% pada Oktober ini ke level Rp9.660/US$ menyurutkan minat beli produk impor oleh masyarakat, di sisi lain harga BBM nonsubsidi kembali diturunkan sebesar 1,69%, cukup menjaga daya beli masyarakat dan minat beli terhadap produk otomotif kelas 1.500 cc ke atas.

Koreksi indeks yang terlalu cepat, sebesar 9,25% dalam tiga hari perdagangan hingga sesi I hari ini, menekan harga saham hingga ke posisi beli atau berada dalam posisi oversold. Di sisi lain, koreksi indeks tersebut tidak disebabkan oleh faktor fundamental ekonomi misalnya ketika menjelang krisis likuiditas 2008, namun dipengaruhi oleh faktor cut loss investor dalam dua hari terakhir karena transaksi marjin saham BUMI yang tertekan 12,7% sejak awal pekan ini.

Investor mengkhawatirkan kesanggupan membayar transaksi repo Bakrie & Brothers yang menjamin seluruh saham anak perusahaannya termasuk saham Bumi Resources. Selain itu, faktor hutang dengan CIC sebesar US$1,9 miliar dengan bunga 19% memberikan sentimen negatif bagi saham BUMI karena meningkatkan biaya modal yang akan menekan laba usaha BUMI. Saham BUMI pada penutupan kemarin rebound sebesar 3,12% atau sebesar Rp75 level Rp2.475


Ulasan Pasar 28 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 kembali terkoreksi semakin turun ke posisi terendahnya dalam sebulan terakhir ke level 216,05 atau turun 2,66% dari level penutupan Selasa sebelumnya. Tekanan indeks disebabkan oleh cut loss investor terhadap transaksi marjin yang memaksa investor untuk menjual paksa saham-sahamnya.

Aksi jual lebih didominasi oleh faktor di dalam Bursa Efek Indonesia, terutama kekhawatiran investor terhadap transaksi repo Bakrie & Brothers yang menjamin seluruh saham anak perusahaannya termasuk saham Bumi Resources yang sekaligus salah satu saham terlikuid dan terfavorit di bursa. Saham BUMI merupakan salah satu saham yang sangat likuid, namun tidak termasuk ke dalam anggota indeks BISNIS-27. Faktor lonjakan biaya modal dari hutang dengan CIC sebesar US$1,9 miliar dengan bunga 19% membuat saham BUMI sangat berisiko.

Harga saham BUMI yang saat ini diperdagangkan overvalued, menyebabkan ketika harganya merosot 13,5% dalam dua hari terakhir, investor harus jual paksa untuk menutup kerugian dari transaksi marjin pada saham BUMI.

Investor pada akhirnya terdorong untuk menjual saham-saham lainnya terutama saham di dalam indeks BISNIS-27 yang sebenarnya memiliki fundamental yang sangat bagus untuk jangka panjang.

Nilai rupiah yang kembali terdepresiasi ke level Rp9.665/US$ menambah tekanan jual oleh investor asing. Rupiah pada penutupan perdagangan hari ini berada di level Rp9.665/US$ atau melemah 3,92% dalam lima hari terakhir perdagangan.