Senin, November 09, 2009

Ulasan Pasar Sepekan
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Published on 9th November 2009

Selama sepekan kemarin, indeks BISNIS-27 bergerak dengan tren menguat ditutup naik ke posisi 220,79 pada Jumat kemarin atau menguat 1,55% dibandingkan dengan posisi penutupan sepekan sebelumnya di level 217,42, Jumat (30/10). Selain itu, kenaikan indeks selama sepekan terakhir merupakan pembalikan arah (reversal) dari koreksi indeks BISNIS-27 selama dua pekan berturut-turut sebelumnya.

Di awal pekan indeks ditutup menguat tipis sebesar 0,24%, dan sejak Rabu hingga akhir pekan, indeks menguat 2,84% ke level 220,79. Pergerakan indeks yang cenderung menguat terlihat dari posisi penutupan Rabu, Kamis, dan Jumat yang selalu mendekati level resistance 218 dan pada penutupan akhir pekan, indeks berhasil menembus level tersebut dan mencapai posisi 220. Selama tiga hari tersebut, level support indeks berada di level 215.

Indeks BISNIS-27 hanya sekali ditutup terkoreksi yaitu pada perdagangan Selasa di posisi 214,69 atau satu level dengan posisi terendah perdagangan di hari yang sama yaitu 214,2. Koreksi Indeks BISNIS-27 pada Selasa dipengaruhi pergerakan negatif indeks bursa regional Asia Pasifik seperti Hang Seng, Nikkei-225, dan STI Singapura yang memicu kekhawatiran investor dalam negeri, meskipun di dalam negeri beredar sentimen positif laju inflasi Oktober (yoy) yang masih sangat terkendali atau di bawah perkiraan pemerintah.

Volume perdagangan bergerak melemah sejak awal pekan, tetapi kapitalisasi pasar indeks BISNIS-27 cenderung menguat dan bahkan mencapai nilai tertinggi sejak diluncurkan yaitu Rp1.351 triliun di akhir pekan kemarin. Hal itu menunjukkan ekspektasi investor yang meningkat terhadap harga saham-saham konstituen BISNIS-27 dan di Bursa Efek Indonesia terjadi aksi beli selektif dengan orientasi investasi jangka panjang.

Beberapa saham penopang indeks BISNIS-27 dalam sepekan kemarin di antaranya, saham Gudang Garam Tbk (GGRM) yang naik sebesar 20,63%, Semen Gresik Tbk (SMGR) naik sebesar 8,03%, Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) naik 6,79%, Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 4,93%, Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) naik 3,74%, Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) naik 3,57%, Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 3,28%, Jasa Marga Tbk (JSMR) naik 2,23%, Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik 2,2%, dan Bank Negara Indonesia bk (BBNI) naik 2,16%.

Saham GGRM menjadi pencetak gain tertinggi dalam sepekan kemarin, ditopang kenaikan laba bersih sebesar 64,6% selama sembilan bulan pertama tahun ini. Per 30 September 2009, laba bersih GGRM sebesar Rp2,48 triliun, sedangkan di periode yang sama 2008 sebesar Rp1,5 triliun. Lonjakan laba bersih tersebut ditopang oleh naiknya laba usaha sebesar 54% sebagai imbas keberhasilan GGRM menekan beban pokok penjualannya.

Kenaikan saham-saham perbankan tidak terlepas dari ekspektasi pertumbuhan laba bersih perbankan yang positif pada 2009, ditopang oleh inflasi yang semakin rendah dari level 11,06% pada Desember 2008 ke level 2,57% pada Oktober 2009, BI rate yang bergerak turun sebesar 275 bps ke level 6,5%, posisi rupiah yang menguat 13,2% ke level Rp9.500/US$ serta kenaikan porsi kredit konsumsi masyarakat seiring apresiasi rupiah terhadap dolar AS yang memicu naiknya permintaan kredit masyarakat untuk barang konsumsi.



Ulasan Pasar @Wed, 4th November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pada perdagangan hari ketiga pekan ini, indeks BISNIS-27 berhasil rebound ke level 217,41 atau naik 1,26% dari posisi penutupan Selasa sebelumnya yaitu level 214,69.

Saham-saham penopang indeks BISNIS-27 di antaranya adalah saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), dan saham-saham sektor pertambangan seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM), Adaro Energy Tbk (ADRO), dan Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Sedangkan saham-saham penekan indeks didominasi oleh saham barang konsumsi seperti Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan Gudang Garam Tbk (GGRM) dan saham Astra Internasional Tbk (ASII).

Saham ANTM menjadi saham yang membukukan gain tertinggi dalam portofolio BISNIS-27 yaitu sebesar 8,05% diikuti oleh saham ITMG sebesar 6,31%, saham SMGR sebesar 3,62%, saham ADRO sebesar 3,31%, dan saham TLKM sebesar 2,99%.

Kenaikan harga saham ANTM tidak lepas dari keputusan Pemerintah yang memberikan kewenangan kepada Aneka Tambang Tbk untuk menjadi wakil pemerintah pusat dalam mengakuisisi 14% saham PT Newmont Nusa Tenggara, dan dapat ditambah hingga 31%. Akuisisi tersebut akan menambah cadangan produksi emas dan perak ANTM dan meningkatkan pendapatan usaha.

Secara teknikal, saham ANTM pada penutupan Selasa pekan ini berada di wilayah jenuh jual (oversold) dengan indikator RSI (Relative Strenght Index) berada level 26,19, sehingga perkembangan positif dari program divestasi Newmont Nusa Tenggara tersebut menjadi momentum yang sangat baik bagi kenaikan harga ANTM.

Faktor jenuh jual atau harga murah juga menopang minat beli investor pada saham tambang batu bara seperti ADRO dan ITMG.

Pada hari ini, Bank Indonesia juga memutuskan untuk menahan BI rate di level 6,5% untuk mengantisipasi menguatnya laju inflasi tahu depan meskipun inflasi Oktober (yoy) berada di level 2,83%, atau di bawah target pemerintah yaitu 4%. Rupiah berada dalam kondisi stabil di level Rp9.512/US$. Tren rupiah yang stabil dan ekspektasi menguatnya inflasi dalam negeri menjadikan saham komoditas lebih diminati dibandingkan saham-saham sektor konsumsi.




Ulasan Pasar @Tue, 3rd November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Penguatan indeks di awal pekan sebesar 0,24% tidak berlanjut pada perdagangan Selasa, indeks BISNIS-27 tertekan cukup dalam sebesar 1,48% ditutup di level 214,69. Aksi jual saham terjadi di tengah penguatan rupiah terhadap dolar AS dan sehari setelah muncul laporan laju inflasi Oktober yang cukup terkendali.

Dari luar negeri, aksi jual dipengaruhi oleh pergerakan indeks bursa regional Asia Pasifik seperti Hang Seng, Nikkei-225, dan STI Singapura. Beberapa indeks regional tersebut melemah karena investor memilih posisi wait and see mengantisipasi laporan data pengangguran di AS untuk Oktober, pada Jumat pekan ini. Pengangguran di AS pada September sebesar 9,8% atau tertinggi dalam 26 tahun terakhir.

Data pengangguran akan menjadi koreksi nilai wajar harga minyak dunia yang saat ini berada di level US$78 hingga US$80 per barel. Kenaikan harga minyak saat ini ditopang oleh rencana penghentian stimulus oleh Pemerintahan Obama secara bertahap yang diasumsikan sebagai mulai pulihnya perekonomian di negara tersebut. Namun, data pengangguran akan menjadi indikator terakhir yang cukup kuat dalam jangka pendek untuk kontinuitas tren penguatan harga minyak tersebut.

Maraknya penerbitan surat hutang oleh sebagian negara maju untuk memulihkan perekonomiannya dapat berdampak negatif bagi kompetisi penentuan imbal hasil psar surat hutang. Imbal hasil cenderung akan meningkat dan menambah beban jangka panjang negara penerbitnya. Di sisi lain akan terjadi tarik-menarik dana antara bursa saham dan pasar surat hutang.

Sentimen positif dari dalam negeri sangat minim saat ini, selain keyakinan investor terhadap pergerakan BI rate yang akan dipertahanakan di level 6,5% seperti saat ini. Tetapi, pergerakan indeks BISNIS-27 berpotensi bergerak positif memasuki akhir tahun apabila laju inflasi dapat tetap terkendali di bawah 4% dan suku bunga kredit perbankan dapat diturunkan lagi, sehingga daya beli domestik meningkat. Selain itu, rupiah yang stabil di kisaran Rp9.400/US$-Rp9.500/US$ akan menjadi stimulus penguatan indeks BISNIS-27 yang ditopang oleh saham-saham infrastruktur, perbankan dan otomotif.

Tidak ada komentar: