Senin, Februari 15, 2010

Ulasan Sepekan Indeks BISNIS-27 edisi 15 Februari 2010
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit


Selama sepekan kemarin indeks BISNIS-27 berhasil menguat 1,29% ditutup di level 233,26 pada Jumat (12/2). Penguatan indeks didominasi oleh pola selective buying investor dengan memburu saham-saham konstituen BISNIS-27 yang telah oversold.

Di awal pekan, indeks sempat melemah 1,87% melanjutkan tren bearish pekan sebelumnya. Investor saat itu cukup pesimis dengan pemulihan harga minyak dunia serta perkembangan perbaikan ekonomi global yang dinilai masih jauh dari harapan. Pemicu utamanya adalah Krisis surat utang yang melanda beberapa negara zona euro seperti Yunani, Spanyol, dan Portugal, serta berdampak menguatnya dolar AS terhadap euro.

Penguatan dolar AS tersebut memicu aksi jual terhadap kontrak harga minyak dunia, sehingga harga minyak dunia melemah ke level US$71 per barel. Saham sektor pertambangan dan energi di dalam negeri terperosok oleh sentimen negatif itu.

Koreksi indeks kembali terjadi pada perdagangan Rabu (10/2), meskipun pada Selasa sebelumnya bergerak menguat 0,84%. Namun, koreksi indeks pada Rabu hanya tipis yaitu sebesar 0,12% yang dipengaruhi aksi profit taking jangka pendek para investor risk averse.

Indeks kemudian bergerak menguat pada perdagangan Kamis dan Jumat yang ditopang oleh faktor akumulasi beli investor terhadap saham-saham yang oversold oleh tren koreksi dua pekan sebelumnya.

Selain itu, sentimen penguatan indeks juga dipengaruhi oleh harga minyak dunia yang naik menyentuh level US$74 per barel yang diikuti oleh kenaikan berbagai harga komoditas logam di pasar dunia. Indeks regional Asia Pasifik seperti indeks Hang Seng, Nikkei-225 dan STI Singapura juga mengalami pergerakan positif.

Dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,5 persen selama 2009, mendapat respon positif investor bursa saham. Selain itu, pemerintah pun masih mematok pertumbuhan ekonomi 2010 sebesar 5,5% meskipun banyak kalangan yang optimis akan tercapai lebih dari angka itu.

Hal ini menunjukkan sikap kehati-hatian (prudent) pemerintah dalam memberikan arahan pertumbuhan ekonomi bagi pelaku pasar, sehingga risiko penilaian harga saham yang terlalu tinggi (overvalued) dapat dihindari.

Tidak ada komentar: