Kamis, Januari 31, 2008

Ulasan Pasar 31 Januari 2008

Pada perdagangan hari Kamis ini, IHSG ditutup naik 0,7% ke level 2.627,25 setelah pelaku pasar mendapat kepastian keputusan The Fed yang akhirnya memutuskan untuk memangkas suku bunga (Fed Fund Rate) sebesar 50 basis poin ke level 3%.

Keputusan ini cukup memberikan sentimen positif bagi emerging market termasuk Indonesia. Penurunan ini berpotensi memperkuat aliran dana asing untuk masuk ke Indonesia memburu aset-aset berdenominasi rupiah yang tentunya memberikan imbal hasil jauh lebih tinggi dibandingkan di AS meskipun risiko status emerging market tetap melekat. Nilai rupiah pun semakin menguat sejak hari Rabu dan bertengger di posisi Rp9.291/US$ pada Kamis ini.

Di samping itu, pemangkasan tersebut membuat Bank Indonesia mempunyai ruang semakin besar untuk menurunkan BI rate yang berpotensi akan mendongkrak kinerja perbankan dan memperbaiki daya beli masyarakat dengan berbagai macam kredit yang berbunga ringan. Saham BBRI naik 2,2% ke posisi Rp7.000, BMRI naik 2,3% ke posisi Rp3.325, dan BBCA naik 0,7% ke posisi Rp3.550 per lembar saham.

Namun, pelaku pasar pun melihat dari sisi yang berbeda. Pemangkasan The Fed sebanyak 125 basis poin dalam waktu kurang dari sebulan sangat kuat mengindikasikan bahwa ekonomi AS memang berada dalam kondisi bahaya resesi dan tentunya potensi menuju ke arah itu masih cukup besar. Oleh karena itu, pelaku pasar di kawasan Asia Pasifik tetap bersikap hati-hati dan mencermati efek dari pemangkasan luar biasa ini dalam satu atau dua bulan ke depan. Maka dari itu, pergerakan indeks bursa saham pasca pemangkasan The Fed tidak terlalu berarti besarannya. Nikkei-225 naik 1,85%, KOSPI naik 2,24%, bahkan indeks Hang Seng turun 0,84%. Pergerakan bursa regional ini ikut mempengaruhi pelaku pasar di BEI.

Selain itu, pelaku pasar dalam negeri pun cenderung menunggu pengumuman inflasi Januari yang diprediksi akan meningkat seiring naiknya harga berbagai kebutuhan pokok. Oleh sebab itu juga level IHSG hanya naik tipis pasca pemangkasan suku bunga The Fed, pelaku pasar mengantisipasi pelepasan saham di bursa pasca pengumuman inflasi Januari di awal Februari ini.

Saham Samudera Indonesia bergerak naik ke posisi Rp5.500 atau naik 1,9% setelah perusahaan berencana untuk stock split untuk meningkatkan likuiditas saham dan melakukan rights issue untuk mengakuisisi sebuah perusahaan pelayaran di salah satu negara Skandinavia.

Rabu, Januari 30, 2008

Ulasan Pasar 30 Januari 2008

Pergerakan indeks saham gabungan cukup berfluktuatif pada perdagangan hari ini. IHSG ditutup naik hanya 2,52 poin atau 0,1% ke level 2.610,36 setelah pada penutupan sesi I menurun 17 poin.

Pelaku pasar masih sangat antisipatif menunggu keputusan The Fed menyangkut level suku bunga The Fed yang diharapkan akan turun 50 basis poin atau 0,5% ke level 3%. Namun, di sisi lain pelaku pasar cukup pesimis dengan keputusan tersebut mengingat baru beberapa hari lalu The Fed menurunkan suku bunga sebesar 75 basis poin untuk meredam tekanan jual pada pasar saham akibat ancaman resesi AS dan perkembangan daya beli publik AS.

Aksi wait and see pelaku pasar berlanjut sejak Senin meskipun pada perdagangan Selasa, indeks naik cukup besar yakni 25 poin atau 1%. Pada perdagangan sesi I rabu ini, pelaku pasar cenderung kembali merealisasikan gain dan memilih untuk memegang cukup cash serta menunggu keputusan The Fed agar risiko koreksi harga yang dapat muncul bila ternyata keputusan The Fed tidak sesuai dengan harapan pelaku pasar dapat diredam atau dikurangi lossnya

Meskipun begitu, pada penutupan perdagangan hari ini indeks tertopang kembali oleh sentimen positif yang berasal dari emiten-emiten unggulan terutama dari sektor pertambangan dan perkebunan. Saham Aneka Tambang naik 11% setelah perusahaan bersama dengan Shenzen Zhongjin Lingnan Nonfement Co. menawarkan US$448,1juta untuk akuisisi Herald Resources Ltd. Penawaran ini mengalahkan Bumi Resources yang sebesar US$455juta. Sebaliknya harga saham BUMI anjlok 3%.

Saham INCO dan TINS naik 1,3% dan 5% seiring pergerakan positif harga logam di bursa London Metal Exchange sebesar 3,8%.

Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed yang akan memacu perekonomian AS ikut berpengaruh pada harga minyak di bursa New York yang bergerak naik ke level US$92,71 per barel. Saham minyak di BEI seperti MEDC dan ENRG naik masing-masing 1,2% dan 3%.

Dari sektor perkebunan, harga minyak yang naik di New York memacu kenaikan harga CPO sebagai substitusi minyak untuk biofuel hingga 1,7% ke level US$1.005 per metrik ton. Kenaikan ini memberikan sentimen positif bagi harga saham emiten CPO di BEI, saham AALI naik 1,3% dan SMAR naik 6,4%.

Anak usaha Hanson Internasional yakni Hanson Energy lolos uji prekualifikasi pengadaan batubara 11 juta ton untuk proyek PLTU PLN 10.000 megawatt. Hanson Internasional juga berencana untuk meningkatkan komposisi sahamnya di Hanson Energy dari 10% menjadi 99%. Saham Hanson Intenasional, MYRX naik 49%.

Pergerakan rupiah terhadap dolar AS yang cenderung menguat selama perdagangan Rabu ini seiring ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed yang akan mendorong investor global bergerak ke emerging market demi imbal hasil yang lebih tinggi dan mencari aset-aset berdominasi rupiah, ikut mendorong pelaku pasar untuk mengambil langkah antisipatif terhadap rebound bursa dan berhasil menopang IHSG. Pada penutupan sore ini, rupiah berada pada posisi Rp9.295/US$ atau menguat 23 poin.

Selasa, Januari 29, 2008

Ulasan Pasar 29 Januari 2008

Indeks harga saham gabungan ditutup naik pada penutupan perdagangan Selasa ini dengan kenaikan sebesar 25,79 poin atau 1% ke level 2.607,84. Sentimen positif dari pergerakan indeks bursa regional yang positif memberikan pengaruh bagi kenaikan IHSG ini. Indeks Hang Seng naik 0,99%, Nikkei-225 naik 2,99%, dan KOSPI naik 0,66%. Indeks Singapura Straits Times juga ditutup naik 0,29% dan bursa Kuala Lumpur KLCI naik 0,58% ditopang oleh sentimen positif kenaikan harga CPO.

Indeks bursa kawasan Asia Pasifik bergerak naik menjelang FOMC The Fed yang diprediksi akan menurunkan level tingkat suku bunga (Fed’ Fund Rate) hingga ke level 3% atau turun 50 basis poin dari level saat ini 3,5%. Penurunan suku bunga The Fed diharapkan akan memperbaiki daya beli publik AS dan meningkatkan konsumsi sehingga akan menjaga arus ekspor kawasan ini ke AS.

Menjelang FOMC The Fed, pelaku pasar pun telah bersiap-siap untuk mengalihkan dana mereka ke bursa yang memberikan imbal hasil lebih tinggi seperti Indonesia yakni 8% dan secara otomatis akan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Potensi penguatan nilai rupiah terhadap dolar AS ini akan mendorong para pemodal dari luar Indonesia untuk memburu saham-saham di Bursa Efek Indonesia yang dinilai masih berpeluang untuk terus gain terutama emiten-emiten dari sektor pertambangan dan perkebunan serta memicu kenaikan IHSG. Oleh karena itu, pelaku pasar sejak hari ini telah bersikap buy atas saham-saham pertambangan dan perkebunan seperti BUMI yang naik 1,5%, ITMG 4,85%, AALI 4,2%, LSIP 4,8%, ANTM 2,4%. Sedangkan nilai rupiah terhadap dolar AS pada penutupan sesi I menguat 17 poin ke posisi Rp9.328/US$.

Rencana pemerintah untuk menerapkan insentif pajak bagi beberapa produk komoditas pangan seperti kedelai, jagung, dan terigu, setelah sebelumnya pemerintah juga menangung PPN minyak goreng untuk menekan harga pasar ikut memberikan sentimen positif pada pelaku pasar dengan harapan daya beli masyarakat akan segera pulih dan mengurangi kekhawatiran atas ancaman inflasi dari tekanan harga bahan pokok.

Senin, Januari 28, 2008

Ulasan Pasar 28 Januari 2008

Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia pada perdagangan hari ini kembali terkoreksi dengan nilai 38,44 poin atau turun 1,47% dari level penutupan akhir pekan kemarin 2.620,49 ke level 2.582,05.

Pelaku pasar terus mencermati lanjutan kebijakan The Fed terhadap suku bunganya yang pada tanggal 22 Januari lalu telah diturunkan 75 basis poin ke level 3,5%. Pelaku pasar menginginkan The Fed kembali menurunkan sebesar 50 basis poin hingga ke level 3% untuk meningkatkan daya beli publik AS sehingga memacu konsumsi dan investasi serta menjaga arus ekspor kawasan Asia Pasifik k AS. Namun, hal itu masih belum pasti sehingga pelaku pasar cenderung mengambil sikap wait and see dan di bursa efek indonesia, para pelaku pasar memilih merealisasikan gain yang didapat dari koreksi 7,7% minggu lalu hingga menunggu hasil rapat The Fed dan melihat dampaknya pada bursa regional.

Bursa efek Indonesia masih sangat tergantung dari pergerakan bursa regional dalam kondisi minimnya sentimen dari dalam negeri seperti sekarang ini. Pelaku pasar sangat berorientasi dengan arah pergerakan indeks-indeks saham regional seperti Hangseng, Nikkei-225, dan Straits Times. Pada penutupan hari ini, indeks Hangseng turun 4,25%, Nikkei-225 turun 3,97%, dan Straits Times turun 3,91%.

Pelaku pasar dalam negeri juga memilih merealisasikan gain di awal pekan ini untuk mengantisipasi kerugian yang lebih besar lagi atau cut loss akibat pengumuman inflasi bulan Januari oleh BPS di awal bulan depan yang tinggal beberapa hari lagi yang diprediksi akan meningkat tajam seiring kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok seperti minyak goreng, telur, terigu, dan kedelai. Mereka memproyeksikan pengumuman inflasi bulan Januari 2008 akan memicu pelaku pasar lainnya untuk melepas portofolio sahamnya ditengah ancaman inflasi tersebut dan juga pergerakan level BI rate yang berpotensi naik dari 8% akibat pengaruh dari inflasi Januari itu.

Saham-saham unggulan seperti INCO hari ini terkoreksi 6,54% ke posisi Rp7.850, TINS 3,6% ke posisi Rp26.900, ASII 1,87% ke posisi Rp26.200, UNTR 2,68% ke posisi Rp12.700, dan ANTM 6,62% ke posisi Rp3.175 per lembar saham.

Jumat, Januari 25, 2008

Ulasan Pasar 21-25 Januari 2008

Indeks Harga Saham Gabungan dalam sepekan tercatat naik tipis 0,36% ditutup pada akhir perdagangan Jumat ini pada posisi 2.620,49. Kenaikan ini cukup menggembirakan mengingat di awal pekan dalam dua hari perdagangan IHSG terkoreksi sangat dalam hingga 4,8% pada hari Senin dan 7,7% pada hari Selasa dipengaruhi oleh kepanikan pelaku pasar terhadap ancaman resesi AS akibat krisis subprime mortgage yang mempersulit likuiditas dan memperlemah daya beli publik AS. Bursa global khususnya regional Asia Pasifik yang sudah sangat panik terdorong cut loss akhirnya semakin menambah kepanikan pelaku pasar di bursa efek Indonesia dan menekan indeks terkoreksi 226 poin pada penutupan sesi I perdagangan Selasa.

Ancaman inflasi dalam negeri dengan kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok seperti kedelai dan terigu juga memberikan pesimisme tersendiri pada pelaku pasar terhadap daya beli masyarakat yang berujung pada perkembangan pendapatan emiten dan kinerja keuangannya terutama di triwulan I/2008 ini.

Paket stimulus pajak bagi pebisnis dan masyarakat menengah ke bawah AS untuk meningkatkan investasi dan memperkuat daya beli publik AS serta keputusan The Fed untuk memangkas suku bunga hingga 75 basis poin ke level 3,5% akhirnya memberikan sentimen positif tersendiri bagi pergerakan bursa global dan Asia Pasifik termasuk BEI dengan rebound yang cukup tajam. IHSG naik 7,92% ke posisi 2.476,28 pada Rabu dan rebound ini terus berlanjut hingga penutupan perdagangan Jumat yang membawa IHSG ke level 2.620,49. Harga saham yang telah jatuh pada hari Selasa, mendorong pelaku pasar untuk mengumpulkan kembali saham-saham tersebut dan mendongkrak IHSG dengan cepat berada kembali di level 2.600 dalam tiga hari.

Paket stimulus ekonomi AS tersebut juga memberikan angin segar bagi beberapa harga komoditas seperti minyak yang naik ke level US$90 per barel setelah di awal pekan berada pada level US$86 per barel. Kenaikan harga minyak akhirnya kembali mempengaruhi permintaan terhadap bahan bakar alternatif atau substitusi minyak seperti minyak sawit dan juga permintaan batubara. Harga CPO di bursa Malaysia naik ke level $991 metrik ton. Saham AALI naik 3,3% ke posisi Rp29.900 dan UNSP naik 5,4% ke posisi Rp2.450. Sedangkan dari emiten batubara, saham BUMI naik 10,2% ke posisi Rp5.950 dan PTBA naik 9,8% ke posisi Rp11.750

Dari sisi internal, pemangkasan The Fed diharapkan akan mempengaruhi Bank Indonesia untuk menyesuaikan level BI rate yang saat ini 8%. Pelaku pasar berharap BI rate yang lebih rendah lagi akan semakin memacu net interest margin perbankan dan peningkatan kredit modal kerja yang pada akhirnya akan menopang daya beli masyarakat di tengah ancaman inflasi dari harga kebutuhan pokok. Saham BMRI naik 6,5% ke posisi Rp3.300, BBCA naik 4,3% ke posisi Rp7.200, dan saham BBRI naik 4,5% ke posisi Rp7.000

Kamis, Januari 24, 2008

Ulasan Pasar 24 Januari 2008

Penutupan perdagangan saham pada hari kamis ini kembali mencatat kenaikan level Indeks Harga Saham Gabungan dan membawa indeks tersebut ke level 2.516,70. IHSG naik sebesar 1,6% atau 40,42 poin dari penutupan sehari sebelumnya. Sentimen positif dari keputusan The Fed yang memangkas suku bunganya 75 basis poin ke level 3,5% masih memberikan dorongan pelaku pasar untuk terus memburu saham-saham unggulan di bursa efek Indonesia yang telah jatuh pada penutupan selasa dan melanjutkan rebound perdagangan hari rabu.

Selain pemangkasan suku bunga The Fed, perkembangan positif datang dari China yang mengumumkan pertumbuhan ekonominya berada di level 11,2% melebihi ekspektasi para ekonom yang memperkirakan pertumbuhan negara tersebut untuk kuartal ke empat 2007 berada di level 10%. Laporan pemerintah China tersebut sedikit mengurangi kekhawatiran pelaku pasar di BEI terhadap ancaman resei AS yang berpotensi mengurangi nilai ekspor Indonesia yang mana AS merupakan pasar ekspor kedua terbesar setelah Jepang. Dengan perkembangan positif dari China ini, maka terbangun optimisme pelaku pasar atas pengalihan nilai ekspor Indonesia yang berpotensi hilang atau berkurang ke AS, menjadi ke arah China dan mengikis kekhawatiran investor akan melemahnya pendapatan emiten di bursa.

Pelaku pasar masih mengharapkan pemangkasan suku bunga The Fed akan mendorong Bank Indonesia untuk menyesuaikan BI rate yang saat ini di level 8% untuk menjadi lebih rendah. Potensi kredit perbankan pun diharapkan akan meningkat seiring perbaikan daya beli masyarakat dengan menurunnya suku bunga pinjaman dalam situasi ancaman kenaikan harga bahan pokok dalam negeri.

Saham Bank BCA naik 3,76% ke posisi Rp6.900, saham Bank Mandiri naik 4,2%, dan saham Bank BRI naik 3,07%.

Saham Astra Internasional naik 3,6% ke posisi Rp25.900 setelah anak usaha Astra yang bergerak di bidang pembiayaan kendaraan bermotor Astra Sedaya Finance menyatakan akan meraup dana Rp1 triliun dari penjualan obligasi untuk menambah modal usaha pembiayaan kendaraan bermotor.

Rabu, Januari 23, 2008

Ulasan Pasar 23 Januari 2008

Pasar saham memberikan kejutan luar biasa pada perdagangan hari ini dengan rebound sebesar 7,9% atau 181,75 poin ke level 2.476,27. Setelah turun 7,7% pada penutupan hari selasa akibat sentimen negatif dari bursa global yang dilanda kekhawatiran resesi AS. Pergerakan IHSG yang naik tajam pada penutupan hari ini tidak lepas dari keputusan The Fed yang memangkas suku bunganya hingga 75 basis poin ke level 3,5%. Selain itu IHSG juga dipengaruhi oleh sentimen positif dari Indeks Hangseng yang naik 10,72%, indeks Mumbai BSE naik 5,17%, dan KOSPI naik 1,21%.

Pemangkasan suku bunga The Fed ini adalah langkah lanjutan dari pihak AS karena beberapa hari sebelumnya pemerintah AS memberikan stimulus ekonomi berupa paket diskon pajak khususnya bagi pebisnis dan masyarakat berpendapatan menengah ke bawah dengan nilai US$150miliar atau sekitar 1% dari PDB. Namun langkah itu sempat dinilai terlambat oleh pelaku pasar karena rumor semakin dekatnya resesi AS sudah sangat kuat mempengaruhi investor global dan mendorong mereka untuk cut-loss dan semakin menekan harga saham bursa global termasuk Indonesia. Koreksi pasar saham yang sangat luar biasa pada hari selasa akhirnya memaksa The Fed untuk meredam gejolak pasar dengan memangkas The Fed lebih cepat dari jadwal FOMC yang semestinya digelar pada akhir bulan ini.

Pemangkasan suku bunga The Fed dinilai cukup berhasil meredam gejolak pasar dan bahkan banyak bursa yang mencetak gain signifikan akibat aksi beli oleh pelaku pasar karena harga-harga saham yang telah anjlok sebelumnya. Pemangkasan The Fed diharapkan akan memperlonggar likuiditas di AS, memperbaiki daya beli publik AS yang bermuara pada stabilnya lalu lintas ekspor kawasan Asia Pasifik ke AS.

Selain itu, pemangkasan The Fed yang luar biasa tersebut juga cukup memberikan sentimen positif bagi kebijakan bank sentral seperti Bank Indonesia yang diproyeksi akan menurunkan BI rate karena selisih dengan The Fed telah cukup besar, meski ancaman inflasi dalam negeri dari kenaikan harga bahan pokok masih ada. Namun, penurunan BI rate diharapkan akan semakin memperlonggar likuiditas dalam negeri dan memperbaiki daya beli masyarakat yang pada akhirnya juga akan memberikan efek positif bagi pendapatan emiten di BEI. Saham BMRI naik 13,3% ke posisi Rp2.975 dan saham BBCA 5,6% ke posisi Rp6.650.

Dari internal emiten, saham Bakrie Telecom naik 4,6% setelah induknya yaitu Bakrie&Brothers berencana untuk membeli saham BTEL senilai Rp1,6Triliun untuk kepentingan ekspansi usaha Bakrie Telecom.

Selasa, Januari 22, 2008

Ulasan Pasar 22 Januari 2008

Indeks harga saham gabungan pada penutupan perdagangan hari kedua pekan ini terus melanjutkan koreksinya hingga 7,7% dari penutupan perdagangan hari sebelumnya. IHSG terkoreksi sebesar 191,35 poin tertekan ke level 2.294,52. Penurunan ini mengikuti pergerakan indeks bursa dunia termasuk regional Asia Pasifik yang turun dengan sangat drastis seperti hangseng yang terkoreksi 8,65%, Nikkei-225 5,65%, KOSPI 4,43% dan bahkan di tengah perdagangan hari ini bursa mumbai BSE sempat menghentikan perdagangan secara otomatis menghadapi penurunan indeks yang sangat luar biasa hingga mencapai 9,75%.

Di penutupan sesi I perdagangan BEI IHSG ditutup di level 2.259,65 turun 226,23 poin yang berarti terkoreksi 9,10% hanya dalam waktu kurang dari 3 jam perdagangan dan koreksi ini sekaligus merupakan catatan koreksi terburuk yang pernah di alami IHSG sepanjang sejarah bursa saham Indonesia.

Pelaku pasar dunia cenderung melepas kepemilikan saham mereka dan mengurangi komposisi portofolio di pasar saham seiring tidak jelasnya perkembangan ekonomi AS dan ancaman resesi di negara tersebut yang hingga kini belum ada tanda-tanda perbaikan. Ancaman likuiditas keuangan akibat krisis subprime mortgage menekan The Fed untuk menurunkan suku bunganya di akhir bulan ini yang akan membuat investor berbondong-bondong keluar dari bursa saham AS memburu aset-aset yang memberikan imbal hasil lebih tinggi seperti obligasi mata uang lokal seperti SUN di Indonesia atau obligasi global namun tindakan tersebut tentu akan melemahkan dolar AS terhadap mata uang negara lain. Dolar AS yang melemah akan semakin memperlemah daya beli publik AS dan menekan ekspor kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia ke AS.

Selain itu ancaman resesi AS juga menekan harga minyak ke level US$86 per barel dan mempengaruhi harga komoditas substitusi minyak seperti CPO yang akhirnya ikut tertekan ke level US$945 per metrik ton atau turun 4% dari perdagangan sebelumnya. Kondisi harga pasar CPO dunia ini memberikan sentimen negatif terhadap emiten CPO di BEI. Saham AALI turun 8,2% ke posisi Rp27.000, dan saham UNSP turun 12% ke posisi Rp2.050.

Harga komoditas logam di London juga ikut turun hingga 3,4% termasuk nikel dan timah yang akhirnya menekan harga saham INCO 9,9%, ANTM 12% dan TINS 14,3%. Menurunnya harga minyak dunia juga memberikan proyeksi negatif bagi permintaan batubara sebagai substitusi minyak selain CPO. Harga saham BUMI terkoreksi 6,93%.

Dari perkembangan dalam negeri, kenaikan harga kebutuhan sembilan pokok memberikan ancaman tersendiri bagi daya beli masyarakat yang pada akhirnya juga akan melemahkan pendapatan emiten dan memberikan sentimen negatif bagi perkembangan level BI rate ke depannya. Saham BBRI terkoreksi 6,67% dan saham BMRI turun 7,89%.

Investor jangka pendek bursa efek Indonesia-salah satu bursa emerging market yang sangat menarik untuk transaksi jangka pendek-pun tidak mau mengalami kerugian yang berlanjut sejak koreksi awal pekan. Mereka melanjutkan cut loss atas turunnya harga portofolio saham-saham mereka dan juga mengurangi ancaman kerugian mereka dari transaksi margin call dengan para broker. Ketakutan itu semakin mendorong IHSG menukik tajam hingga jatuh ke level di bawah 2.300

Senin, Januari 21, 2008

Ulasan Pasar 21 Januari 2008

Hampir seluruh bursa saham dunia, terutama kawasan Asia Pasifik kembali mengalami koreksi cukup dalam hingga rata-rata 3,5% pada perdagangan hari senin ini. Koreksi tersebut juga dirasakan oleh IHSG bursa efek indonesia yang terkoreksi hingga 125,25 poin atau 4,8% ke level 2.485,88 dan merupakan level terendah dalam tiga bulan terakhir. Koreksi bursa saham dunia ikut mempengaruhi keputusan pelaku pasar di bursa efek indonesia

Kekhawatiran terhadap perkembangan ekonomi AS yang tidak menentu dengan semakin kuatnya ancaman resesi AS memberikan efek dorongan luar biasa pada pelaku pasar untuk mencari posisi aman dan wait and see menunggu perkembangan pasar selanjutnya. Pelaku pasar cenderung untuk meng-cut loss kerugian mereka terhadap koreksi kuat ini.

Kekhawatiran utama pelaku pasar di emerging market adalah menurunnya nilai ekspor kawasan ini ke AS yang tentunya akan menekan pendapatan emiten di Asia Pasifik termasuk Indonesia yang mana AS merupakan pasar ekspor terbesar kedua setelah Jepang. Melemahnya ekspor negara Asia Pasifik seperti Jepang ke AS pun pada akhirnya akan melemahkan nilai ekspor Indonesia ke tujuan ekspor utamanya itu.

Ancaman pelemahan daya beli dan resesi AS juga berdampak pada pergerakan harga komoditas dunia seperti batubara dan nikel. Harga nikel di bursa London Metal Exchange bergerak turun 3% dan mempengaruhi harga saham emiten nikel di bursa efek Indonesia seperti INCO dan Antam yang masing-masing terkoreksi 9% ke posisi Rp8.550 dan 10% ke posisi Rp3.325.

Sedangkan pergerakan harga minyak dunia yang ikut tertekan hingga ke level US$89,36 per barel akibat ekspektasi melemahnya kegiatan produksi di AS memberikan sentimen negatif terhadap permintaan substitusi minyak yaitu batubara. Ekspektasi tersebut langsung menekan harga saham emiten batubara dalam negeri seperti BUMI yang terkoreksi 11% ke posisi Rp5.050 per lembar saham.

Akibat aksi jual pelaku pasar ini, rupiah sempat tertekan melemah hingga ke level Rp9.460/US$ memberikan tekanan tambahan bagi peningkatan biaya produksi emiten Astra Internasional dan beban hutang Telkom yang berdenominasi US$. Harga saham ASII dan TLKM ditutup terkoreksi 7,4% ke posisi Rp24.900 dan 3,4% ke posisi Rp8.900 per lembar saham.

Selain melemahnya rupiah terhadap dolar AS, naiknya harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng dan terigu juga memberikan potensi tersendiri bagi melonjaknya tingkat inflasi dalam negeri untuk bulan Januari ini hingga triwulan I/2008 berakhir. Dengan demikian pelaku pasar melihat daya beli dalam negeri juga belum memberikan optimisme bagi peningkatan pendapatan emiten.

Ancaman inflasi dalam negeri, memberikan efek negatif tersendiri bagi saham perbankan seperti BBRI, BMRI, dan BBCA yang terkoreksi masing-masing 4,9%, 6,6%, dan 4,3%. Koreksi ini disebabkan dugaan pelaku pasar terhadap kebijakan Bnak Indonesia yang berpeluang untuk menaikkan tingkat BI rate dari level sekarang yaitu 8% sebesar 25bps atau bahkan lebih. Melemahnya harga saham perbankan juga diakibatkan oleh adanya potensi penurunan pendapatan jasa ekspor (fee based income) perbankan dari melemahnya ekspor.

Jumat, Januari 18, 2008

Ulasan Pasar 14-18 Januari 2008

Indeks Harga Saham Gabungan pada penutupan perdagangan akhir pekan kemarin kembali terkoreksi dengan persentase sebesar 1,4% dari penutupan perdagangan hari kamis sebelumnya. IHSG ditutup pada level 2.611,13 lebih rendah 7,7% dari level penutupan sepekan sebelumnya.

Pergerakan IHSG dalam sepekan terakhir hampir sepenuhnya dibayangi oleh kekhawatiran pelaku pasar terhadap ancaman resesi AS akibat krisis subprime mortgage seperti yang dialami oleh perusahaan keuangan Merril Lycnh yang mengumumkan kerugian sebesar US$9,83miliar dan juga Citigroup yang berimbas pada pemutusan hubungan kerja sekitar 20.000 karyawannya. Kondisi ini memaksa ekonomi AS mengalami kesulitan likuiditas dan pelemahan daya beli masyarakat. The Fed pun seperti dipaksa untuk menurunkan suku bunganya hingga 50 bps pada akhir bulan ini dari level 4,25% untuk mendongkrak daya beli dan meningkatkan likuiditas. Namun, ekspektasi itu segera direspon negatif oleh investor yang mendorong mereka untuk mengalihkan dana ke aset emerging market yang memberikan imbal hasil jauh lebih tinggi seperti obligasi pemerintah dan swasta. Oleh karena itu, obligasi global pemerintah Indonesia senilai US$2miliar sebagian besar diborong oleh investor AS. Di lain pihak, mereka cenderung menghindari pasar saham emerging market karena pasti akan mengikuti pelemahan ekonomi yang terjadi di AS sehingga pasar saham emerging market pun semakin tertekan.

Selain itu, laporan penjualan ritel AS di bulan Desember 2007 yang menurun 0,4% dan pengangguran di bulan yang sama sebesar 5%, serta pergerakan harga minyak yang terus turun hingga ke level US$90 per barel mencerminkan melemahnya permintaan bahan bakar tersebut untuk kegiatan produksi di AS juga menambah kekhawatiran pelaku pasar saham terhadap masa depan ekonomi AS. Melemahnya daya beli di AS akan memperlemah nilai ekspor Indonesia dan juga negara-negara kawasan Asia Pasifik ke negari Paman Sam itu.

Selain resesi AS, ancaman inflasi dalam negeri akibat kenaikan harga bahan makanan terutama kedelai juga menekan pelaku pasar untuk berhati-hati dalam berinvestasi di pasar saham dalam sepekan kemarin. Pelaku pasar cenderung mengambil posisi aman dengan melepas sesegera mungkin dan meng-cut loss saham-saham mereka sambil menunggu kebijakan pemerintah dalam menangani ancaman pelemahan daya beli dalam negeri ini. Kondisi itu telah membuat IHSG terkoreksi 8,4% atau 237,95 poin dalam tiga hari pertama perdagangan pekan kemarin.

Dalam sepekan, seluruh sektor terkoreksi dan sektor yang paling tajam koreksinya adalah infrastruktur sebesar 10,8% dipengaruhi oleh tekanan koreksi atas saham telekomunikasi seperti Telekomunikasi Indonesia dan Indosat sebagai imbas dari rencana pemerintah untuk menurunkan tarif interkoneksi sebesar 30% pada akhir bulan ini. Saham Telkom terkoreksi 8,46% dan ditutup pada level Rp9.200, sedangkan saham Indosat terkoreksi 15,48% dan ditutup pada level Rp7.100 pada akhir pekan kemarin. Selain infrastruktur, sektor lainnya seperti pertanian turun 3,14%, pertambangan 8,49%, industri dasar 10,65%, aneka industri 6,5%, konsumsi 5,58%, properti 7,92%, keuangan 7,09%, perdagangan 3,78%, dan manufaktur 7,56%

Ulasan Pasar 17 Januari 2008

Kabar baik akhirnya muncul dari penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia hari kamis ini. IHSG ditutup naik 2,2% atau 56,97 poin dari penutupan hari rabu ke posisi 2.649,28. Seperti yang telah diduga sebelumnya, di penutupan perdagangan hari kamis ini akan terjadi pembalikan arah IHSG setelah dalam tiga hari sebelumnya terkoreksi 237,95 poin atau 8,4% dari penutupan akhir pekan Jumat 11 Januari.

Dengan kondisi harga saham yang terkoreksi sedemikian dalam sebesar 8,4% dan hanya dalam waktu tiga hari cukup membuat pelaku pasar terdorong untuk kembali memburu saham-saham unggulan seperti Telkom dan Astra Agro yang naik 2,79% dan 3,29% serta Indosat yang naik 3,57%. Saham-saham unggulan lain dari sektor perbankan juga tercatat naik cukup signifikan seperti Bank Mandiri yang naik 3,31% dan Bank BNI yang naik 6,56%. Dari sektor pertambangan, saham INCO terdongkrak naik 3,70% ke posisi Rp9.800. Kenaikan saham INCO juga terdorong oleh lebih murahnya harga saham emiten nikel tersebut seteleh stock split 1:10.

Kekhawatiran pelaku pasar terhadap ancaman resesi AS untuk sementara dapat dihilangkan dengan perburuan saham-saham unggulan tersebut yang tentunya juga akan dilepas kembali dalam waktu dekat. Hal ini terjadi karena memang ancaman resesi tersebut bukanlah suatu hal yang kecil kemungkinannya untuk terjadi. Bahkan data dari pemerintah AS seperti penjualan ritel bulan Desember 2007, dan ancaman kesulitan likuiditas akibat kerugian besar yang diderita oleh perusahaan keuangan Citigroup dan Merril Lynch dan mungkin akan ada lagi perusahaan yang melaporkan kerugiannya akibat krisis subprime mortgage menjadi pertimbangan yang menguatkan prediksi pelaku pasar akan terjadinya resesi tersebut. Penjualan ritel AS bulan Desember yang turun 0,4% merupakan segelintir laporan yang cukup mencerminkan betapa sedangnya melemahnya daya beli masyarakat di negara adidaya tersebut, sedangkan dalam kondisi normal bulan Desember meupakan momen yang mencatat penjualan ritel cukup besar seiring adanya perayaan natal dan tahun baru. Konsensus ekonom pun sebelumnya hanya memprediksi penurunan sebesar 0,1%. Melemahnya daya beli ini akan berpengaruh langsung kepada bursa Asia Pasifik yang mana sebagian besar produk ritel dan otomotif AS berasal dari kawasan ini. Potensi menurunnya The Fed hingga sebesar 50bps dari level sekarang 4,25% di akhir bulan ini untuk memperlonggar likuiditas di negara tersebut juga membuat investor cenderung mencari peruntungan di emerging market terutama untuk aset yang memiliki return tinggi seperti obligasi sehingga akan memperlemah aliran dana ke bursa saham.

Pelaku pasar juga mengamati pergerakan harga minyak di New York yang bergerak turun hingga di kisaran US$90-91 per barel yang memperkuat prediksi akan melemahnya kegiatan ekonomi di AS dalam tahun ini.

Dengan kondisi tersebut, kenaikan IHSG besar kemungkinan tidak akan lama dan cukup hingga akhir pekan ini dan kemudian cenderung kembali terkoreksi pada awal pekan mendatang.

Rabu, Januari 16, 2008

Ulasan Pasar 16 Januari 2008

Indeks Harga Saham Gabungan pada penutupan perdagangan rabu ini terkoreksi sangat signifikan sebesar 5,04% atau 137,72 poin dari level penutupan hari selasa sebelumnya membawa level IHSG ke posisi 2.592,31. Koreksi besar-besaran ini sebagai lanjutan dari koreksi sejak awal pekan ini akibat kekhawatiran pelaku pasar terhadap ancaman resesi AS yang semakin besar kemungkinan terjadinya berdasarkan tngkat pengangguran pada bulan Desember 2007 yang sebesar 5%, kemudian harga minyak yang sempat tidak terkendali mencapai level US$100 per barel dan yang lebh utama lagi adalah kerugian-kerugian yang diderita oleh beberapa perusahaan keuangan terkemuka AS seperti Citigroup dan Merril Lynch akibat krisis subprimen mortgage yang berdampak semakin sulitnya likuiditas keuangan di AS sehingga The Fed pun diprediksi akan menurunkan suku bunganya akhir bulan ini dan pemangkasan jumlah karyawan di Citigroup sebesar 20.000 orang. Keadaan ini semakin memperkuat keyakinan pelaku pasar bahwa kondisi daya beli masyarakat AS melemah. Dugaan ini pun cukup beralasan bila kita melihat ke laporan penjualan ritel AS yang menurun sebesar 0,4% pada bulan Desember 2007 menuju ke level paling rendah sejak 2002.

Pelaku pasar juga dapat menduga ancaman resesi AS yang semakin dekat ini dari pergerakan harga minyak yang menurun cukup dalam hingga ke level US$91 per barel yang juga adalah posisi terendah sejak 20 Desember 2007. Keadaan ini mencerminkan potensi menurunnya kegiatan produksi di negara adidaya tersebut dan resesi AS tentunya akan mempengaruhi nilai ekspor kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia dan menekan sejumlah harga komoditas ekspor serta memangkas pendapatan emiten-emiten di kawasan ini. Oleh karena itu, pelaku pasar Asia Pasifik pun terus melepas kepemilikan saham-saham mereka terutama untuk saham ritel, elektronik, dan komoditas yang berimbas terkoreksinya hampir seluruh indeks Asia Pasifik pada perdagangan kemarin seperti Hangseng dan Nikkei225 yang masing-masing turun 5,37% dan 3,35%, serta KOSPI yang terkoreksi sebesar 2,4%.

Beberapa harga komoditas di bursa komoditas London seperti timah dan nikel rata-ratat turun 3% dan bagi saham TINS dan INCO hal ini memberikan sentimen negatif berupa koreksi signifikan sebesar 5,4% dan 6% ke posisi Rp29.000 dan Rp9.450.

Harga minyak yang bergerak turun ke level US$91 akan berpotensi menurunkan permintaan terhadap komoditas alternatif pengganti bahan bakar minyak seperti minyak sawit untuk produk biofuel. Kondisi ini memberikan tekanan bagi saham CPO di BEI seperti AALI yang terkoreksi 8,5% ke posisi Rp30.350. Begitu juga dengan saham PGAS yang terkoreksi 9,2% ke posisi Rp 12.900.

Saham TLKM ikut melanjutkan koreksinya akibat rencana pemerintah untuk memangkas tarif interkoneksi sebesar 30% pada akhir bulan ini. TLKM kemarin ditutup turun 3,7% ke posisi Rp8.950 dan TLKM telah terkoreksi 11% dalam sepekan ini.

Harga saham Medco Energi Internasional ikut terpangkas akibat harga minyak yang bergerak turun ke level US$91 per barel, sebesar 11% ke posisi Rp4.550

Ancaman resesi AS, melemahnya indeks Asia Pasifik, serta beberapa faktor lain terkait harga komoditas dan kebijakan pemerintah di sektor telekomunikasi telah mempengaruhi keputusan para pelaku pasar di Bursa Efek Indonesia sejak awal pekan hingga hari ini dan koreksi melebihi 100 poin atas IHSG selain oleh faktor-faktor tersebut juga merupakan cerminan panic selling para pelaku pasar untuk meng-cut loss saham-saham mereka karena dalam dua hari sebelumnya IHSG telah bergerak turun 3,5% atau 100,23 poin.

Selasa, Januari 15, 2008

Ulasan Pasar 15 Januari 2008

Indeks Harga Saham Gabungan pada penutupan perdagangan hari ini terkoreksi cukup dalam hingga 2,9% menghantarkan IHSG ke level 2.730,03. Koreksi ini merupakan nilai yang cukup besar sejak 22 Oktober 2007. Sentimen bursa regional dan akumulatif aksi ambil untung pelaku pasar terhadap saham-saham unggulan merupakan faktor dominan yang telah menekan IHSG hingga mengalami koreksi sedemikian dalam.

Dampak dari krisis subprime mortgage masih dirasakan oleh perusahaan keuangan AS seperti Citigroup Inc. yang berencana akan menghapus kredit macet subprime tersebut dan berencana akan memangkas sekitar 20,000 karyawannya untuk menekan kerugian. Kondisi tersebut semakin memperkuat akan terjadinya resesi AS dalam waktu dekat dan mengurangi nilai ekspor kawasan Asia Pasifik ke AS seiring melemahnya daya beli masyarakat di negara adidaya tersebut. Beberapa indeks bursa regional seperti Hangseng turun 2,38%, KOSPI turun 1,07%, dan STI turun 1,98%. Penurunan beberapa indeks bursa regional memberikan sentimen negatif pada pelaku pasar di dalam negeri. Ekspektasi pelemahan ekspor ke AS turut menekan saham perbankan dalam negeri akibat proyeksi pelaku pasar yang melihat akan adanya penurunan fee based income perbankan dari jasa ekspor. Saham BMRI turun 3,8% ke level Rp3.200 per lembar saham.

Dorongan pelaku pasar untuk merealisasikan gain yang telah dicapai oleh beberapa saham unggulan dalam satu minggu terakhir seperti Astra Internasional dan Bumi Resources yang telah naik 13,4% dan 5,8% turut menekan IHSG pada penutupan perdagangan kemarin. Saham Astra Internasional berada di level Rp28.000 atau turun 5,4% dan Bumi Resources berada di level Rp6.100 turun 3,94%.

Dari sektor telekomunikasi, terkait rencana pemerintah untuk menurunkan tarif interkoneksi hingga sebesar 30% pada akhir bulan ini terus menekan harga saham Telkom dan Indosat sejak hari pertama pekan ini. Pada penutupan hari ini, saham Telkom dan Indosat turun 5,6% ke level Rp9.300 dan saham Indosat turun 6,3% dari hari kemarin ke level Rp7.400 per lembar saham

Senin, Januari 14, 2008

ulasan pasar 7-9 Januari 2008

Indeks Harga Saham Gabungan selama perdagangan tiga hari pekan kemarin ditutup naik 2,4% atau 65,67 poin ke level 2.830,26 ditopang oleh pergerakan harga minyak dunia di bursa New York yang belum stabil masih di kisaran US$97 per barel serta keputusan Bank Indonesia untuk menjaga level BI rate di level 8% seperti pada bulan Desember 2007 yang lalu.
Harga minyak dunia di bursa New York yang bergerak di level US$97 per barel dan cenderung bergerak menembus level US$100 per barel di tahun 2008 ini mendorong kenaikan harga komoditas minyak sawit sebagai sumber energi alternatif yang cukup murah dan dapat diandalkan berupa biofuel menggantikan posisi minyak bumi sebagai bahan bakar sektor industri. Harga minyak sawit atau CPO di bursa Malaysia pun telah menyentuh level US$980 per metrik ton naik US$25 dari pekan sebelumnya. Kenaikan harga pasaran dunia untuk CPO ini mendorong pelaku pasar dalam negeri memburu saham-saham emiten minyak sawit di Bursa Efek Indonesia seperti Astra Agro lestari, London Sumatera Plantations, dan Sinar Mas Agro Resources and Technology. Pada akhir perdagangan kemarin saham AALI ditutup pada posisi Rp32.950, saham LSIP di posisi Rp13.150, dan SMAR di level Rp9.450 per lembar saham.
Ekspektasi kenaikan penjualan London Sumatera, mengimbas pelaku pasar untuk turut memburu saham Indofood Sukses Makmur hingga ditutup ke level Rp3.175 atau naik Rp250 dari penutupan sehari sebelumnya. Hal senada juga dialami saham Astra Internasional yang terdongkrak naik dari ekspektasi kenaikan penjualan Astra Agro Lestari sehubungan dengan kenaikan harga CPO dunia. Di akhir perdagangan pekan kemarin, saham Astra Internasional ditutup di posisi Rp29.050 naik Rp1.400 dari penutupan sehari sebelumnya. Selain itu, saham Astra Internasional juga terdongkrak naik setelah PT Toyota Astra Motor mencatat kenaikan penjualan sebesar 22% selama tahun 2007 dibandingkan tahun 2006. Laporan tersebut ikut memberikan stimulus pelaku pasar untuk memburu saham berkode ASII ini.

Selain perkembangan positif dari naiknya harga minyak yang mengimbas pada kenaikan harga minyak sawit atau CPO dan mendongkrak harga-harga saham emiten minyak sawit di Bursa Efek Indonesia, perkembangan negatif dialami oleh saham-saham perbankan terutama saat Bank Indonesia memutuskan untuk menjaga level BI rate di level 8%. Pada penutupan perdagangan di hari yang sama pengumuman Bank Indonesia itu, pelaku pasar merespon negatif dengan loss tipis pada saham perbankan seperti Bank BCA dan BRI. Namun, reaksi negatif tersebut hanya berlangsung sementara karena pada hari berikutnya saham Bank BCA dan BRI ditutup naik Rp200 dan Rp300 ke posisi masing-masing Rp7.250 dan Rp7.800 per lembar saham. Hal yang mendorong pelaku pasar untuk me-rebound kembali saham-saham perbankan seperti BBCA dan BBRI itu tidak lain adalah kinerja sektor perbankan itu sendiri selama 11 bulan pertama tahun 2007 yang mencatat penyaluran kredit yang meningkat tajam hingga Rp187,1triliun melebihi target BI sebesar Rp150triliun. Peningkatan penyaluran kredit tersebut didongkrak oleh pemangkasan BI rate sebanyak 1,25% sejak awal 2007 yang berada di level 9,50% hingga November 2007 sebesar 8,25%. Oleh karena itu, pelaku pasar optimis dengan level BI rate yang sebesar 8% saat ini, akan dapat menjaga dan bahkan mampu untuk meningkatkan penyaluran kredit perbankan di tahun 2008 meskipun ancaman pelemahan daya beli masyarakat karena inflasi yang diakibatkan kenaikan harga minyak tetap perlu diawasi, namun di lain pihak pertumbuhan ekspor Indonesia diperkirakan juga akan meningkat sebesar 14,5% dengan dukungan utama dari sektor komoditas kelapa sawit dan sektor pertambangan.
Di akhir perdagangan pekan kemarin, pasar saham juga mendapatkan isu positif dari rencana Bakrie & Brothers mendapatkan dana segar Rp45triliun dengan melakukan penawaran umum terbatas (rights issue) dan hutang untuk mengakuisisi perusahaan tambang, properti, dan energi.

Ulasan Pasar 14 Januari 2008

Indeks Harga Saham Gabungan pada perdagangan hari pertama pekan ini ditutup terkoreksi tipis sebesar 0,7% atau 19,89 poin mengantarkan IHSG ke level 2. 810,37. koreksi tersebut dipengaruhi oleh penurunan harga saham telekomunikasi, energi, dan perbankan.

Penurunan IHSG ditekan oleh beberapa faktor di antaranya adalah penurunan saham telekomunikasi seperti Telkom dan Indosat sebesar masing-masing 2% dan 6% ke posisi Rp9.850 dan Rp7.900 terjadi setelah pemerintah merencanakan akan menurunkan tarif interkoneksi sebesar 30% pada akhir bulan ini.

Ancaman resesi AS yang semakin dekat, dengan laporan terbaru dari Merril Lynch&Co yang mengabarkan kerugian akibat subprime mortgage akan berada di atas level US$15miliar dan juga level pengangguran di AS pada Desember 2007 yang telah mencapai 5% memberikan sentimen negatif bagi bursa regional Asia Pasifik. Penurunan indeks Hangseng sebesar 1,48%, dan Nikkei225 sebesar 1,93% turut memberikan sentimen negatif juga bagi pelaku pasar di BEI kemarin.

Ancaman resesi tersebut juga pada akhirnya mempengaruhi harga minyak di bursa New York yang turun mencapai level US$92 per barel. Kekhawatiran akan terjadinya resesi AS membuat pelaku bursa di New York Mercantile Exchange memangkas estimasi mereka terhadap permintaan minyak dunia pada negara adidaya tersebut. Resesi AS akan berdampak menurunnya proses produksi dan konsumsi di AS dan juga turut mempengaruhi nilai ekspor kawasan Asia Pasifik ke AS. Oleh karena itu, bursa Asia Pasifik ikut terpukul. Bagi sektor perbankan, potensi penurunan ekspor Indonesia ke AS akan membuat fee based income perbankan menurun dan pada penutupan perdagangan hari ini tercatat beberapa saham perbankan seperti BMRI, BDMN, BBRI, dan LPBN terkoreksi.

Sisi lain dari penurunan harga minyak adalah kenaikan harga minyak sawit yang terus mencetak rekor tertingginya hingga ke level US$1.047 per ton dan tetap mendorong harga saham-saham emiten CPO dalam negeri terus bergerak naik. Saham LSIP naik Rp400 ke posisi Rp13.550, saham SMAR naik Rp350 ke posisi Rp9.800, UNSP naik Rp250 ke posisi Rp2.825, dan SGRO naik Rp325 ke posisi Rp4.750.

Dari saham otomotif yaitu Astra Internasional, tercatat naik 1,9% ke posisi Rp29.600. kenaikan ini selain ditopang oleh ekspektasi positif kenaikan penjualan Astra Agro Lestari, juga ditopang oleh aksi korporasi anak perusahaan lainnya yaitu United Tractors yang akan membeli perusahaan tambang di Kalimantan senilai $115,6juta dengan nilai cadangan sebesar 40juta ton. Saham UNTR ditutup naik 4,3% ke posisi Rp12.250.

Jumat, Januari 11, 2008

Saham beri gain signifikan ke pemodal

JAKARTA: Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia dua hari lalu terus memberikan gain yang signifikan bagi pelaku pasar dengan level indeks harga saham gabungan yang ditutup naik 1,6% dari perdagangan sehari sebelumnya ke level 2.830,26

Posisi itu merupakan level tertinggi yang pernah dicetak IHSG sepanjang sejarah. Kenaikan ini tidak terlepas dari sentimen positif perkembangan harga komoditas minyak sawit, seiring harga minyak yang diprediksi melanjutkan kenaikan melebihi US$100 per barel tahun ini.

Pergerakan harga minyak di bursa New York yang cenderung berada pada level US$97 per barel hingga perdagangan Rabu yang memberikan sinyal peningkatan permintaan dunia terhadap biofuel sebagai sumber energi alternatif yang menarik dan murah.

Peningkatan permintaan tersebut mendukung kenaikan harga minyak sawit di pasaran dunia.

Harga Minyak sawit di bursa Malaysia dua hari lalu menyentuh level US$980 per metrik ton, padahal pada akhir pekan kemarin masih berada di level US$955 per barel.

Ekspektasi lonjakan permintaan biofuel dan kenaikan harga minyak sawit di bursa Malaysia mendorong pelaku pasar dalam negeri untuk mengkoleksi saham emiten minyak sawit di Burs a Efek Indonesia

Harga saham Astra Agro Lestari naik 11% atau Rp3.250 ke posisi Rp32.950 per saham. Ekspektasi kenaikan penjualan Astra Agro Lestari ikut memberikan sentimen positif bagi peningkatan pendapatan induk perusahaannya yaitu Astra Internasional.

Sentimen itu memicu pelaku pasar untuk memburu saham Astra Internasional yang sejak kemarin bergerak naik ditopang penjualan PT Toyota Astra Motor yang mencatat pertumbuhan penjualan 22% pada tahun lalu.

Senin, Januari 07, 2008

Pekan pertama 2008 indeks naik 0,7%

JAKARTA: Pada perdagangan akhir pekan pertama tahun ini, indeks harga saham gabungan terdongkrak 0,7% dari penutupan akhir tahun 2007 dan berada di level 2.765,19.
Sebelumnya, dalam dua hari pembukaan perdana perdagangan di awal tahun ini, IHSG sempat terkoreksi 30 poin akibat sentimen negatif. Sebab pertama adalah sentimen negatif terkait dengan pengumuman pemerintah menyangkut inflasi tahun 2007 sebesar 6,59% yang sedikit melebihi target pemerintah yaitu 6,5%.
Sentimen lain adalah kenaikan harga minyak dunia di bursa New York yang sempat menembus level US$100 per barel.
Laju inflasi 2007 yang melebihi target pemerintah tersebut memberikan potensi peningkatan laju inflasi di tahun 2008 ini dan pemerintah akan semakin berat untuk mewujudkan target inflasi di tahun 2008 yang sebesar 6%.
Selain itu, gambaran peningkatan laju inflasi tersebut juga menunjukkan potensi melemahnya daya beli masyarakat yang dapat menggerus pendapatan emiten di triwulan I/2008.
Kenaikan harga minyak dunia hingga menembus level US$100 per barel pada akhirnya memberikan afirmasi atas kekhawatiran pelaku pasar. Pemerintah berpotensi untuk menyesuaikan harga BBM dalam negeri dalam waktu dekat bila harga minyak akan bergerak pada kisaran US$100 per barel.
Kenaikan BBM dalam negeri sudah tentu akan memberatkan masyarakat dan menurunkan daya beli mereka yang berarti juga kemunduran bagi level penjualan emiten.
Peningkatan harga minyak dunia dan laju inflasi juga membuat pesimistis pelaku pasar terhadap ruang Bank Indonesia untuk kembali menurunkan level BI Rate-nya yang saat ini berada di level 8%.
Padahal, penurunan tersebut sangat penting untuk mendongkrak pendapatan kredit perbankan terutama dari sektor konsumsi yang di awal tahun ini melemah karena liburan akhir tahun yang telah usai dan masyarakat memperketat pengeluarannya.