Senin, Januari 21, 2008

Ulasan Pasar 21 Januari 2008

Hampir seluruh bursa saham dunia, terutama kawasan Asia Pasifik kembali mengalami koreksi cukup dalam hingga rata-rata 3,5% pada perdagangan hari senin ini. Koreksi tersebut juga dirasakan oleh IHSG bursa efek indonesia yang terkoreksi hingga 125,25 poin atau 4,8% ke level 2.485,88 dan merupakan level terendah dalam tiga bulan terakhir. Koreksi bursa saham dunia ikut mempengaruhi keputusan pelaku pasar di bursa efek indonesia

Kekhawatiran terhadap perkembangan ekonomi AS yang tidak menentu dengan semakin kuatnya ancaman resesi AS memberikan efek dorongan luar biasa pada pelaku pasar untuk mencari posisi aman dan wait and see menunggu perkembangan pasar selanjutnya. Pelaku pasar cenderung untuk meng-cut loss kerugian mereka terhadap koreksi kuat ini.

Kekhawatiran utama pelaku pasar di emerging market adalah menurunnya nilai ekspor kawasan ini ke AS yang tentunya akan menekan pendapatan emiten di Asia Pasifik termasuk Indonesia yang mana AS merupakan pasar ekspor terbesar kedua setelah Jepang. Melemahnya ekspor negara Asia Pasifik seperti Jepang ke AS pun pada akhirnya akan melemahkan nilai ekspor Indonesia ke tujuan ekspor utamanya itu.

Ancaman pelemahan daya beli dan resesi AS juga berdampak pada pergerakan harga komoditas dunia seperti batubara dan nikel. Harga nikel di bursa London Metal Exchange bergerak turun 3% dan mempengaruhi harga saham emiten nikel di bursa efek Indonesia seperti INCO dan Antam yang masing-masing terkoreksi 9% ke posisi Rp8.550 dan 10% ke posisi Rp3.325.

Sedangkan pergerakan harga minyak dunia yang ikut tertekan hingga ke level US$89,36 per barel akibat ekspektasi melemahnya kegiatan produksi di AS memberikan sentimen negatif terhadap permintaan substitusi minyak yaitu batubara. Ekspektasi tersebut langsung menekan harga saham emiten batubara dalam negeri seperti BUMI yang terkoreksi 11% ke posisi Rp5.050 per lembar saham.

Akibat aksi jual pelaku pasar ini, rupiah sempat tertekan melemah hingga ke level Rp9.460/US$ memberikan tekanan tambahan bagi peningkatan biaya produksi emiten Astra Internasional dan beban hutang Telkom yang berdenominasi US$. Harga saham ASII dan TLKM ditutup terkoreksi 7,4% ke posisi Rp24.900 dan 3,4% ke posisi Rp8.900 per lembar saham.

Selain melemahnya rupiah terhadap dolar AS, naiknya harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng dan terigu juga memberikan potensi tersendiri bagi melonjaknya tingkat inflasi dalam negeri untuk bulan Januari ini hingga triwulan I/2008 berakhir. Dengan demikian pelaku pasar melihat daya beli dalam negeri juga belum memberikan optimisme bagi peningkatan pendapatan emiten.

Ancaman inflasi dalam negeri, memberikan efek negatif tersendiri bagi saham perbankan seperti BBRI, BMRI, dan BBCA yang terkoreksi masing-masing 4,9%, 6,6%, dan 4,3%. Koreksi ini disebabkan dugaan pelaku pasar terhadap kebijakan Bnak Indonesia yang berpeluang untuk menaikkan tingkat BI rate dari level sekarang yaitu 8% sebesar 25bps atau bahkan lebih. Melemahnya harga saham perbankan juga diakibatkan oleh adanya potensi penurunan pendapatan jasa ekspor (fee based income) perbankan dari melemahnya ekspor.

Tidak ada komentar: