Selasa, Oktober 27, 2009

Ulasan Pasar Selasa 27 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Aksi jual berlanjut pada perdagangan hari kedua pekan ini, Selasa (27/10), indeks BISNIS-27 terkoreksi ke level 221,96 atau melemah 1,49%. Koreksi indeks didominasi oleh pelemahan harga saham-saham pertambangan dan energi.

Saham Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) melemah 4,1%, saham Timah Tbk (TINS) melemah 3,45%, saham Internasional Nickel Indonesia Tbk (INCO) turun 2,96%, saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) turun 2,94%, dan saham Indo Tambangraya Megah (ITMG) turun 2,74%.

Faktor harga minyak dunia yang bergerak melemah ke bawah level US$80 per barel yaitu US$79 per barel terendah dalam dua pekan terakhir dan diikuti oleh turunnya indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan indeks regional Asia Pasifik, menekan pergerakan indeks BISNIS-27 hingga penutupan perdagangan hari ini.

Koreksi harga minyak dipicu oleh profit taking investor di bursa komoditas minyak yang kekurangan sentiment positif dari perkembangan ekonomi global. Investor saham pun akhirnya mengikuti asumsi tersebut, melepas saham mereka karena sentimen positif perkembangan ekonomi global sangat minim.

Di dalam negeri, aksi jual saham oleh investor asing semakin menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga ke posisi Rp9.530/US$, dan sempat menyentuh level Rp9.560/US$.

Laju inflasi yang terjaga untuk Oktober akan menjadi sentimen positif bagi kenaikan indeks, selain laporan keuangan emiten.


Sehari sebelumnya, aksi jual mewarnai pergerakan indeks BISNIS-27 pada awal pekan ini, dengan diimbangi oleh selective buying pada beberapa saham pertambangan dan emiten pendukung kegiatan pertambangan. Investor asing pun membukukan beli bersih di Bursa Efek Indonesia (BEI), meskipun tergolong kecil hanya sebesar Rp51 miliar.

Indeks BISNIS-27 bergerak ke level 225,31 atau hanya melemah tipis 0,03% dari posisi penutupan akhir pekan kemarin. Saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) bergerak naik cukup signifikan sebesar 3,68% ditopang oleh sentimen positif rencana pemerintah yang akan menurunkan porsi royalti atau Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) batubara berkalori rendah, dari yang selama ini 13,5% per ton menjadi hanya 9% dan 7,5% per ton atau sesuai dengan penjualan PTBA yang sebagian besar merupakan batu bara berkalori rendah yaitu di bawah 5.000 kkal/kg.

Penurunan DHPB penjualan domestik tersebut, akan memberikan stimulus kenaikan volume penjualan PTBA di pasar domestic yang merupakan pangsa pasar utamanya. Sejalan dengan sentimen positif PTBA, saham United Tractors Tbk (UNTR) bergerak naik sebesar 2,2% yang ditopang oleh prospek kinerja PT Pamapersada Nusantara, anak usahanya, untuk menopang penjualan PTBA. Saham Astra Internasional Tbk (ASII) yang merupakan induk usaha dari United Tractors Tbk, bergerak naik 1,38%.

Investor cenderung melakukan aksi beli selektif terhadap saham-saham yang berorientasi penjualan domestik, seperti emiten batu bara PTBA dengan dukungan kebijakan pemerintah baru yang memiliki misi utama pembangunan infrastruktur dan energi untuk mengurangi biaya transaksi ekonomi dalam negeri dan meningkatkan minat investasi asing.

Di sisi lain, tingkat imbal hasil investor berpeluang meningkat karena level BI rate yang akan tertahan di 6,5% hingga akhir tahun dan harga minyak dunia yang belum menampakkan tanda pelemahan dan tetap di kisaran US$80 per barel. Rupiah yang melemah seperti saat ini di level Rp9.450/US$ hingga Rp9.500/US$ menurunkan keuntungan yang diharapkan dari keuntungan selisih kurs, dan penurunan tersebut dibebankan pada kenaikan imbal hasil. Pada akhirnya akan mempersempit ruang kenaikan harga saham, dengan kata lain harga saham saat ini menjadi lebih mahal dibandingkan ketika rupiah masih di level Rp9.300/US$ dua pekan lalu.
Analisis kinerja PTBA semester I-2009

Pergerakan saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) sepanjang semester I tahun ini menunjukkan kinerja yang stabil kembali ke kondisi sebelum krisis likuiditas 2008.

Perkembangan tersebut ditunjukkan dari kinerja sepanjang semester I/2009 di mana harga saham PTBA tercatat naik 68,12%, berbalik arah dari semester II/2008 yang mencatat koreksi sebesar 57,93%. Pertumbuhan harga saham di semester I/2009 jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan semester I/2008 yang sebesar 36,67%.

Kinerja saham PTBA selama semester I/2009 berbanding lurus dengan perkembangan faktor fundamental PTBA. Penjualan PTBA meningkat signifikan sebesar 55,83% yang ditopang oleh penjualan di dalam negeri. Penjualan ekspor pada semester I/2009 turun 20,19% menjadi sebesar Rp1,28 triliun dari sebesar Rp1,6 triliun pada periode yang sama 2008. Di sisi lain, penjualan domestik naik 151,32% menjadi sebesar Rp3,2 triliun dari sebesar Rp1,28 triliun pada periode yang sama 2008.

Penjualan pada pihak hubungan istimewa seperti PT Indonesia Power tercatat meningkat lebih dari dua kali lipat yaitu sebesar 151,49%, penjualan pada pihak ketiga hanya naik 3,97% termasuk penjualan ekspor.

Pertumbuhan nilai penjualan yang signifikan kepada Indonesia Power disebabkan adanya perubahan harga jual dalam perjanjian berjangka waktu 10 tahun antara PTBA dengan Indonesia Power yang habis masanya pada 31 Desember 2012. Perubahan harga jual ke PT Indonesia Power pada semester I/2009 adalah sebesar Rp884.000,00 per ton atau naik 78,9% dari rata-rata harga jual semester I/2008 yang sebesar Rp494.125,00 per ton. Berdasarkan perjanjian yang ada, harga jual batubara kepada Indonesia Power tetap sebesar Rp884.000,00 per ton hingga 31 Desember 2009.

Harga Pokok Penjualan (COGS) PTBA di semester I/2009 meningkat sebesar 26,06% menjadi Rp1,97 triliun, namun kemampuan menutup biaya overhead dan mencetak laba semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari Gross Profit Marjin pada semester I/2009 yang sebesar 56,25% atau lebih tinggi dari semester I/2008 yang sebesar 45,93%.

Kenaikan COGS tersebut dipengaruhi meningkatnya iuran produksi (royalti) ke pemerintah sebesar 75,36% menjadi sebesar Rp194,3 miliar.

Rasio DER (Debt to Equity Ratio) PTBA di semester I/2009 naik menjadi 47,97% dari 40,93% pada semester I/2008. Keefektifan PTBA dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan profit tercermin dari rasio ROA (return on asset) di semester I/2009 yang naik menjadi 22,55% dari sebesar 16,1% pada semester I/2008. Laba bersih PTBA naik 124,16% menjadi sebesar Rp1,59 triliun. Laba bersih per saham meningkat tajam sebesar 124,35% menjadi sebesar Rp691 per saham.

Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, PTBA menghadapi risiko utama yaitu proses pengangkutan batu bara yang bekerja sama dengan PT Kereta Api (PTKA) dan strategi pemasaran PTBA yang menyangkut masalah pengapalan ke konsumen. Kerjasama dengan PTKA menjadi hal yang sangat penting bagi keberlangsungan kegiatan operasional dan pemasaran hasil produksi yang tepat waktu.

Ketidakpastian yang terkait penerapan Undang-undang Otonomi Daerah dan adanya perubahan UU Pertambangan, menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan. Di samping itu, masalah potensi perselisihan dengan masyarakat setempat yang mengajukan tambahan kompensasi dan masalah keamanan yang berkaitan dengan kegiatan penambangan liar, menambah deretan tantangan bagi kegiatan operasional PTBA.

Senin, Oktober 26, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 26 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit


Indeks BISNIS-27 mengalami koreksi mingguannya yang pertama pada pekan kemarin sejak sebulan terakhir dan ditutup di level 225,37 pada perdagangan akhir pekan atau melemah tipis 1,63% dari posisi penutupan Jumat sepekan sebelumnya (16/10) di level 229,11. Pada Oktober ini, indeks juga tercatat mencapai level tertingginya yaitu 230,63 pada 6 Oktober.

Indeks nampaknya akan bergerak kembali menyentuh level 230 dalam sepekan mendatang. Koreksi indeks pekan kemarin lebih disebabkan sentimen sesaat koreksi penguatan rupiah terhadap dolar AS yang telah mencapai level Rp9.300/US$ pada pekan sebelumnya yang sekaligus tertinggi di tahun ini, memicu aksi beli investor asing dan mendongkrak indeks ke level 230,63.

Rupiah terdepresiasi ke level Rp9.500/US$ memicu aksi lepas saham investor asing dalam tiga hari berturut-turut sejak Selasa hingga Kamis dan mengakumulasi koreksi indeks sebesar 3,54% ke level 221,86 pada penutupan Kamis, atau level terendah sejak awal Oktober. Rupiah yang melemah akan menurunkan nilai investasi investor asing para pemegang dolar AS.

Selain faktor depresiasi rupiah, perkembangan harga minyak menjadi perhatian utama investor. Harga minyak melanjutkan tren bullish ke level US$81 per barel meningkatkan ancaman inflasi dalam negeri, terutama untuk harga BBM nonsubsidi. Selain itu, level BI rate yang sulit diturunkan lebih rendah dari posisi sekarang 6,5% membuat imbal hasil yang diharapkan investor semakin besar dan mempersempit ruang kenaikan harga saham. Akibatnya, saham akan semakin sulit memiliki posisi beli yang lebih panjang. Kondisi tersebut yang menyebabkan orientasi investasi di Bursa Efek Indonesia menjadi sangat pendek dan fluktuatif dalam hitungan bulanan.

Indeks berbalik arah di akhir pekan dengan rebound signifikan sebesar 1,58% yang ditopang oleh saham Astra Internasional Tbk (ASII), saham emiten pertambangan dan energi seperti Adaro Energy Tbk (ADRO), dan saham-saham perbankan seperti Bank Mandiri Tbk (BMRI), Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Saham ASII naik 4,15% ditutup di level Rp32.650 per saham dan masih berpotensi naik mencapai level resistance yaitu Rp34.000 per saham, kemudian saham ADRO naik sebesar 6,58%, saham BBNI naik 3,32%, saham BMRI naik 2,73%, saham BBRI naik 2,7%.

Saham PT Tambang Batu bara Bukit Asam Tbk (PTBA) bergerak naik 2,04% dalam sepekan oleh rencana penurunan Dana Bagi Hasil Produksi untuk batu bara berkalori rendah dan penjualan dalam negeri yang merupakan pangsa pasar utama produksi PTBA. Selain itu, prospek positif penjualan PTBA akan berdampak naiknya pasokan dari PT Pamapersada Nusantara yang merupakan anak usaha dari United Tractors Tbk (UNTR). United Tractors Tbk sendiri merupakan anak usaha dari Astra Internasional Tbk (ASII). Pergerakan harga saham ASII lebih dipengaruhi oleh prospek kinerja anak usahanya di tengah ancaman inflasi yang menekan penjualan kendaraan bermotor terutama roda empat.
Ulasan Pasar edisi 23 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 terkoreksi untuk ketiga kalinya pada perdagangan Kamis kemarin. Koreksi indeks pekan ini dimula sejak Selasa. Pada perdagangan Kamis kemarin, indeks BISNIS-27 ditutup di level 221,86 atau melemah 1,7%, lebih dalam dari koreksi dua hari sebelumnya yang sekaligus menandakan potensi koreksi akan terjadi hingga akhir pekan ini.

Aksi jual investor asing yang dipicu valuasi saham yang sudah cukup mahal dengan pergerakan rupiah yang berbalik melemah terhadap dolar AS menuju level Rp9.500/US$ setelah sebelumnya pada pekan kemarin mencapai level Rp9.300/US$, menekan hamper seluruh saham di dala portofolio BISNIS-27.

Sentimen susunan kabinet telah mencapai puncaknya pada Rabu sebelumnya, sehingga motif sell on news berkontribusi terhadap koreksi indeks hingga Kamis kemarin.
Faktor harga komoditas emas dan minyak dunia yang melemah setelah mencapai posisi US$1.060 per ounce untuk emas dan US$80 per barel untuk minyak di awal pekan ini, memicu aksi koreksi sesaat atau jangka pendek di bursa saham. Sentimen melambungnya harga emas dan minyak dalam dua pekan terakhir telah memicu aksi beli jangka pendek investor di bursa saham. Saat harga emas dan minyak terkoreksi seperti saat ini, dijadikan momentum untuk melepas saham dan merealisasikan gain.

Tekanan jual diperkuat oleh koreksi indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang melemah 0,92% dan juga indeks regional Asia Pasifik yang melemah indeks Hang Seng sebesar 0,48%, indeks STI Singapura sebesar 0,39%, dan indeks Nikkei-225 sebesar 0,64%.

Namun, saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) sepanjang perdagangan Kamis kemarin, bergerak menguat di tengah koreksi bursa. Kondisi tersebut dipengaruhi pasar batu bara PTBA yag pada tahun ini lebih banyak diarahkan bagi pemenuhan kebutuha domestic dibandingkan ekspor, ditambah dengan sentimen penurunan dana hasil produksi untuk batubara berkalori rendah dibawah 5.000 kkal/kg yang merupakan mayoritas produksi PTBA.
Ulasan Pasar edisi 22 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 terkoreksi pada perdagangan hari ketiga pekan ini seiring sentimen positif dalam negeri yang sangat sedikit dan tekanan dari luar negeri meningkat akibat harga minyak dan data penjualan rumah di AS.

Indeks BISNIS-27 turun ke level 225,7 oleh aksi jual investor yang dimotori oleh aksi ambil untung setelah indeks bergerak bullish dalam tiga pekan terakhir akibat apresiasi rupiah terhadap dolar AS dan tren bullish harga minyak dan emas yang menopang saham-saham pertambangan dan energi.

Koreksi indeks pada Rabu kemarin melanjutkan koreksi hari kedua pada pekan ini, dan total koreksi indeks sejak Selasa sebelumnya adalah sebesar 1,84%.

Tekanan indeks dimulai dari aksi ambil untung investor dengan memanfaatkan momen sell on news pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Selasa kemarin yang sekaligus semakin memperkuat gambaran komposisi kabinet mendatang yang dinilai cukup propasar, faktor kedua muncul dari pergerakan harga minyak dunia yang menyentuh level US$80 per barel tidak berhasil meningkatkan minat beli terhadap saham pertambangan dan energi karena pelaku pasar lebih mengkhawatirkan tekanan inflasi yang akan menurunkan valuasi saham. Naiknya biaya transportasi masyarakat karena kenaikan BBM seperti avtur akan berdampak naiknya biaya ekonomi dalam negeri.

Faktor luar negeri seperti data penjualan rumah di AS yang ternyata melemah pada menekan indeks Dow Jones dan memicu aksi ambil untung di bursa regional Asia Pasifik. Indeks STI Singapura turun 0,68%, indeks Nikkei-225 turun 0,03%, indeks Hang Seng turun 0,3%, dan indeks DJIA turun 0,5% sehari sebelumnya.

Aksi jual sejak Selasa hingga Rabu kemarin menekan rupiah ke level Rp9.480/US$, berpotensi menambah tekanan jual indeks BISNIS-27 terutama oleh investor asing hingga akhir pekan ini karena minimnya sentimen positif dalam negeri dan data perkembangan ekonomi yang positif dari luar negeri.
Ulasan Pasar edisi 21 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pasar merespon positif pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono yang sekaligus mengukuhkan ekspektasi pelaku pasar terhadap perbaikan ekonomi yang ditopang dengan prioritas pembangunan infrastruktur dan energi. Rupiah bergerak menguat ke level Rp9.300/US$ memicu aksi beli investor asing di Bursa Efek Indonesia.

Namun, indeks BISNIS-27 bergerak melemah ke level 228,35 atau turun 0,68% dari posisi penutupan awal pekan ini oleh faktor sell on news penyusunan komposisi kabinet sejak Jumat pekan kemarin. Di sisi lain, ancaman inflasi semakin meningkat karena faktor penguatan harga minyak yang menyentuh level US$80 per barel, meskipun rupiah melanjutkan apresiasi terhadap dolar AS.

Saham-saham pertambangan, energi, dan perbankan mengalami koreksi oleh faktor kenaikan harga minyak dan juga profit taking. Aksi beli selektif mewarnai pergerakan saham Astra Internasional (ASII) yang memang telah mengalami koreksi dalam sepekan kemarin karena faktor overbought yang membawa saham ASII ke level Rp34.000/US$ atau tertinggi dalam tahun ini. Selain saham ASII, saham Semen Gresik Tbk (SMGR) juga bergerak menguat tipis 0,72%.

Indeks regional ditutup menguat, seperti indeks Hang Seng yang naik 0,83% dan indeks Nikkei-225 yang menguat 0,98%. Saham perbankan seperti Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII) dan Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) bergerak menguat dipicu oleh harga saham yang relative masih murah serta komposisi dana pihak ketiga yang berlebih dan siap untuk dikucurkan melalui kredit konsumsi di akhir tahun.

Seusai pelantikan Presiden Selasa kemarin dan pengumuman kabinet Rabu besok, diperkirakan pasar akan bergerak positif dengan sentiment utama apresiasi rupiah, namun pergerakan harga minyak tetap menjadi perhatian utama untuk berinvestasi.
Ulasan Pasar edisi 20 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Faktor perkembangan politik menjadi sentimen utama pergerakan indeks BISNIS-27 di awal pekan ini. Setelah bergerak melemah sejak pembukaan perdagangan, indeks BISNIS-27 akhirnya ditutup menguat tipis ke level 229,9i atau naik tipis 0,35% dari posisi penutupan akhir pekan kemarin.

Investor menantikan komposisi susunan kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang mulai memberikan kepastian menjelang penutupan perdagangan sesi II Senin kemarin, dengan kabinet yang dinilai cukup representatif bagi perbaikan pasar modal dan pertumbuhan ekonomi.

Posisi Menko Perekonomian yang kemungkinan besar dipegang oleh Hatta Rajasa yang berlatar belakang ilmu perminyakan, memperkuat asumsi pembangunan infrastruktur dan energi menjadi salah satu faktor prioritas dalam pemulihan dan pertumbuhan ekonomi KIB jilid II. Ekspektasi tersebut sejalan dengan harapan pelaku pasar yang menginginkan perbaikan infrastruktur untuk mengurangi biaya transaksi ekonomi.
Faktor pergerakan harga minyak dunia juga memberikan kontribusi positif bagi kenaikan saham-saham pertambangan dan energi, sekaligus merupakan saham-saham utama penopang indeks BISNIS-27 kemarin. Saham Adaro Energi Tbk (ADRO), Aneka Tambang Tbk (ANTM), Internasonal Nickel Indoesia Tbk (INCO), dan PT Tambang Batubara bukit Asam Tbk (PTBA) bergerak positif. Harga minyak dunia bertahan di level US$78 per barel kemarin.

Rencana pemerintah yang akan menurunkan porsi royalti atau Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) batubara berkalori rendah, dari yang selama ini 13,5% per ton menjadi hanya 9% dan 7,5% per ton memberikan sentimen positif pada saham PTBA, mengingat produksi PTBA sebagian besar merupakan batu bara berkalori rendah yaitu di bawah 5.000 kkal/kg. Perinciannya, porsi royalti batubara berkalori 4.600 kilo kalori per kilogram (kkal/kg)-5.000 kkal/kg menjadi 9% per ton. Sementara batubara berkalori kurang 4.600 kkal/kg menjadi 7,5%. Dari kebijakan tersebut, PTBA berpotensi menghemat biaya dan menaikkan keuntungannya.

Senin, Oktober 19, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 19 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 bergerak cukup stabil selama sepekan kemarin dengan kecenderungan menguat mencoba mendekati level resistance yaitu 231 hingga perdagangan akhir pekan. Indeks hanya mengalami koreksi tipis di awal dan di akhir pekan oleh faktor profit taking dan selama sepekan indeks tercatat menguat sebesar 1,75% ditutup di level 229,11.

Indeks mengalami koreksi di awal pekan sebesar 0,69%, namun hal tersebut disebabkan sentimen jangka pendek rupiah yang memerlukan konsolidasi di tengah tren penguatannya dalam dua pekan terakhir. Di sisi lain, sentimen positif dari luar negeri cukup menjadi amunisi bagi penguatan indeks di antaranya potensi inflasi AS yang semakin kuat dan posisi penutupan indeks regional Asia Pasifik pada perdagangan Senin (12/10) yang positif di antaranya indeks STI Singapura (+1,05%) dan indeks Nikkei-225 (+1,87%).

Selain sentimen positif indeks regional, rencana kebijakan The Fed untuk menghentikan kebijakan suku bunga rendahnya selama setahun terakhir yang sekaligus menjadi indikasi naiknya laju inflasi di AS, berpotensi menekan dolar AS lebih dalam terhadap sejumlah mata uang dunia termasuk rupiah serta meningkatkan harga minyak dunia.

Ekspektasi positif tersebut terealisasi dan menopang pergerakan indeks BISNIS-27 bergerak rebound pada perdagangan Selasa dan Rabu, indeks BISNIS-27 melonjak 2,35%.
Pada perdagangan Selasa, indeks mulai menunjukkan potensi rebound oleh naiknya saham-saham infrastruktur seperti Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) serta Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang ditopang oleh rupiah yang kembali menguat terhadap dolar AS sebesar 0,29% ke level Rp9.452/US$. Kenaikan harga elpiji mendongkrak saham PGAS dan apresiasi rupiah yang berlanjut akan mengurangi beban hutang TLKM yang berdenominasi dolar AS dan menurunkan rugi kurs.

Pada perdagangan Rabu, rupiah kembali menguat ke level Rp9.375/US$ terapresiasi sebesar 0,82% atau lebih tinggi dari apresiasi Selasa sebelumnya. Indeks BISNIS-27 menguat 1,72% pada hari itu, ditopang oleh aksi beli saham-saham pertambangan dan energi oleh investor asing. Faktor penguatan rupiah dan harga saham yang sudah terkoreksi dalam dua hari sebelumnya, menjadi pemicu aksi beli tersebut.

Harga minyak dunia yang melanjutkan tren bullish memperkuat proyeksi penguatan inflasi AS dan berlanjutnya pelemahan dolar AS terhadap mata uang emerging market seperti rupiah. Melonjaknya harga minyak yang cukup tinggi dalam sepekan terakhir sebesar 11,43% ke level US$78 per barel menunjukkan adanya motif hedging atau lindung nilai mengantisipasi menguatnya inflasi di AS. Selain minyak, emas dunia pun mengalami penguatan harga ke level US$1.062 per ounce.

Indeks kembali menguat pada perdagangan Kamis ke level 229,4 atau naik 0,23%. Namun, penguatan ini terbilang melemah dibandingkan Rabu sebelumnya yang disebabkan aksi beli selektif investor pada saham berbasis pertambangan dan energi setelah sebelumnya melonjak cukup tinggi. Di sisi lain, aksi jual mulai terjadi pada saham-saham yang berbasis daya beli seperti Astra Internasional Tbk (ASII). Tren penguatan harga minyak dapat memicu naiknya inflasi dalam negeri terutama harga BBM non-subsidi yang berpotensi menekan penjualan kendaraan dengan kelas 1.500 cc ke atas.

Selain pada saham ASII, tekanan pada saham perbankan juga terjadi di akhir pekan dan menjadi penekan utama indeks pada penutupan akhir pekan. Indeks terkoreksi tipis 0,12% ke level 229,11. Ancaman inflasi dalam negeri oleh kenaikan harga minyak dunia yang mencapai US$78 per barel memicu aksi jual saham-saham yang sensitif dengan daya beli dan suku bunga.

Selama sepekan, indeks bergerak cukup stabil dengan kecenderungan menguat yang didorong oleh sentimen penguatan rupiah dan harga minyak. Saham pertambangan dan energi menjadi motor utama penopang indeks, meskipun di sisi lain saham perbankan dan otomotif menjadi penekan karena adanya ancaman inflasi dalam negeri oleh tren bullish harga minyak dunia.

Namun, investor juga perlu waspada dengan pembalikan arah (reversal) harga minyak yang telah naik sangat cepat dalam pekan kemarin, serta intervensi Bank Indonesia untuk meredam penguatan rupiah demi kepentingan ekspor.
Ulasan Pasar edisi 16 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intellgence Unit

Penguatan secara bertahap masih mewarnai pergerakan indeks BISNIS-27 hingga perdagangan ahri keempat dalam pekan ini, suatu pergerakan yang sangat baik untuk orientasi investasi jangka panjang. Indeks BISNIS-27 bergerak ke level 229,4 atau naik 0,23% dari posisi penutupan Rabu sebelumnya.

Investor terlihat berhati-hati dalam melakukan akumulasi beli saham-saham indeks BISNIS-27 yang dipengaruhi oleh harga minyak dunia yang berada dalam tren penguatan hingga kemarin ke level US475,15 per barel, memicu aksi beli saham-saham pertambangan dan energi dalam portofolio BISNIS-27. Sikap hati-hati investor dipengaruhi ancaman inflasi dalam negeri dengan menguatnya harga minyak yang dapat memicu kenaikan biaya produksi dan impor bahan pangan seperti kedelai. Daya beli masyarakat tentu akan terganggu dengan naiknya harga bahan pokok.

Namun, penguatan rupiah terhadap dolar AS yang mencoba melewati level Rp9.300/US$ hingga akhir Oktober ini memberikan sentimen positif bagi penurunan biaya impor bahan mentah termasuk di dalamnya menjaga harga bahan pokok pangan. Tren penguatan rupiah tersebut juga memicu aksi beli investor asing yang berorientasi jangka pendek untuk mengejar keuntungan selisih kurs dalam investasi mereka di bursa saham.
Batas penguatan rupiah menjadi pemicu utama sikap prudent investor dalam melakukan aksi beli kemarin.

Sentimen menguatnya indeks Dow Jones (DJIA) yang berhasil melewati level 10.000 pertama kalinya dalam tahun ini atau kembali ke posisi sebelum krisis likuiditas dimulai, menjadi sentimen utama pendongkrak harga minyak dunia. Investor mulai percaya diri bahwa perekonomian mulai stabil dan kembali berada di kondisi normal sebelum terjadinya krisis tahun lalu.

Investor secara aktif memburu komoditas tersebut untuk keperluan hedging mengantisipasi menguatnya inflasi di AS dan dolar AS pun diprediksi akan semakin melemah seiring membaiknya perekonomian di negara tersebut. Membaiknya pendapatan perusahaan besar di AS seperti Intel Corp dalam kuartal ketiga tahun ini menjadi salah satu indikasi membaiknya perekonomian AS.

Beberapa sentimen tersebut menjaga minat beli investor dengan orientasi jangka panjang. Sedangkan untuk jangka pendek, faktor pergerakan rupiah akan menjadi pedoman utama investasi mengingat arus pembalikan arah (reversal) investor asing dapat terjadi dengan tiba-tiba secara masif.
Ulasan pasar edisi 15 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pergerakan positif indeks pada perdagangan Selasa dilanjutkan pada perdagangan Rabu dengan kenaikan signifikan sebesar 1,72% membawa indeks ke level 228,87 sekaligus membuka level support baru untuk tren bullish hingga akhir pekan. Tercatat hanya saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang bergerak negatif tertekan oleh profit taking oleh faktor jenuh beli (overbought).

Selain saham TLKM, 26 saham dalam indeks BISNIS-27 bergerak positif. Secara fundamental, aksi beli investor ditopang pergerakan harga minyak dunia yang mencapai level US$75 per barel dan harga emas yang semakin melejit menyentuh level US$1.060 per ounce, mengindikasikan minat hedging investor global semakin tinggi. Perilaku tersebut sekaligus mengindikasikan perekonomian dunia yang akan semakin membaik dan sekaligus memperlemah dolar AS sebagai mata uang “safe heaven”. Rencana The Fed untuk mengakhiri kebijakan suku bunga rendah, memperkuat indikasi akan naiknya laju inflasi di AS serta awal dari mulai panasnya ekonomi di negara yang menjadi sumber krisis likuiditas 2008 tersebut.

Nilai rupiah yang menguat ke level Rp9.375/US$ meningkatkan aksi beli investor dengan harapan potensi rugi kurs emiten karena utang berdenominasi dolar AS, dapat dikurangi dan memperbaiki laba bersih di tahun 2009. Penguatan rupiah juga berdampak positif bagi turunnya biaya impor bahan produksi dan meningkatkan Gross Profit Margin emiten.

Sejalan dengan penguatan rupiah, harga minyak dan emas yang menguat memberikan sentimen positif bagi saham-saham di sektor pertambangan dan energi.
Penguatan rupiah terhadap dolar AS dijadikan pemicu aksi beli investor asing yang berorientasi jangka pendek dengan memanfaatkan fluktuasi rupiah dengan harapan mendapatkan keuntungan kurs selain dari capital gain. Posisi rupiah yang kembali mendekati posisi resistance nya yaitu level Rp9.370/US$ untuk kedua kali dalam sepekan terakhir membuka peluang akan semakin terapresiasi ke level Rp9.200 menjelang pengumuman kabinet pemerintah.
Ulasan Pasar edisi 14 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 bergerak rebound mengakhiri koreksi empat hari terakhir yang menekan indeks 3,04% dari posisi 230,63 pada Selasa pekan lalu. Pada perdagangan Selasa kemarin, indeks BISNIS-27 ditutup di level 225,01 menguat 0,62% dari penutupan awal pekan ini.

Sentimen positif regional dan indeks Dow Jones (DJIA) berdampak naiknya minat beli terhadap saham-saham infrastruktur dalam indeks BISNIS-27 seperti saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).
Kabinet pemerintahan baru yang akan diumumkan pada bulan Oktober ini memberikan ekspektasi tinggi terhadap perbaikan ekonomi dalam negeri yang berorientasi peningkatan konsumsi dalam negeri dan perbaikan daya beli, ditopang oleh efisiensi biaya transaksi dengan investasi pemerintah yang lebih tinggi di bidang infrastruktur.

Saham TLKM naik 1,15% ke level Rp8.800 dan saham PGAS naik 1,43% ke level Rp3.550.
Saham berbasis energy dan pertambangan seperti Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Tambang Batu bara Bukit Asam Tbk (PTBA) dan Timah Tbk (TINS) sedikit mengalami tekanan jual oleh faktor jenuh beli dalam dua pekan terakhir yang didorong oleh penguatan rupiah dan tren kenaikan harga minyak dunia, serta rencana korporasi grup Medco untuk menggeluti sektor perkayuan memproduksi bahan bakar substitusi batubara yang berasal dari wood pellet dan wood chips.

Saham MEDC turun 1,6%, saham PTBA turun 0,35% dan saham TINS turun 1,14%.
Beberapa saham perbankan terlihat bergerak naik, namun tidak terlalu signifikan. Rupiah yang kembali menguat sebesar 0,29% ke level Rp9.452/US$ memberikan sentimen positif bagi saham perbankan, namun ancaman inflasi yang menguat dari tren kenaikan harga minyak dunia menjadi penahan laju kenaikan saham perbankan. Harga minyak dunia melonjak 2,09% ke level US$73,27 per barel yang disebabkan naiknya kebutuhan minyak di AS menjelang musim dingin dan rencana Arab Saudi mengurangi pasokan minyak dunia pada ovember nanti untuk mengurangi koreksi harga minyak di akhir tahun.
Saham Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 1,28% ke level Rp7.900, saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 0,53%.
Ulasan Pasar edisi 13 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Koreksi masih menghampiri pergerakan indeks BISNIS-27 di awal pekan ini, dimotori oleh pembalikan arah rupiah terhadap dolar AS yang bergerak melemah ke level Rp9.480/US$ dari posisi penutupan akhir pekan kemarin di level Rp9.450/US$. Rupiah sempat mencapai level Rp9.300/US$ dalam pekan kemarin.

Indeks BISNIS-27 bergerak melemah ke level 223,62 atau turun 0,69% dari posisi penutupan akhir pekan lalu. Pembalikan arah rupiah telah dimulai sejak akhir pekan hingga awal pekan ini diperkuat oleh komentar Ben Bernanke (The Federal Reserve) yang akan menaikkan suku bunga The Fed atau dengan kata lain, AS segera meninggalkan kebijakan suku bunga rendahnya mengantisipasi penguatan laju inflasi dari membaiknya perekonomian negara tersebut.

Sejalan dengan rencana kebijakan The Fed, investor memburu komoditas favorit seperti minyak untuk keperluan lindung nilai (hedging) mengantisipasi inflasi di AS. Harga minyak dunia tetap menguat dan berada di level US$72,91.

Koreksi indeks BISNIS-27 terjadi di tengah penguatan indeks regional Asia Pasifik dan bahkan penguatan indeks Dow Jones (DJIA). Indeks STI Singapura naik 1,05%, indeks Nikkei-225 naik 1,87%, indeks DJIA naik 0,8%. Aksi jual investor asing di Bursa Efek Indonesia sangat menekan pergerakan indeks, seiring prospek perbaikan ekonomi AS yang ditandai dengan rencana suku bunga The Fed yang akan dinaikkan, sekaligus menarik kembali dolar AS masuk ke bursa New York. Kondisi tersebut yang turut memperlemah rupiah hingga kemarin.

Saham-saham perbankan menjadi penekan utama koreksi indeks dengan aksi jual yang dipicu oleh melemahnya rupiah membalikkan sentimen positif jangka pendek apresiasi rupiah terhadap dolar AS dalam dua pekan terakhir. Selain fluktuasi rupiah, faktor penguatan harga minyak juga memberikan sentimen negatif bagi perkembangan laju inflasi hingga akhir tahun.

Faktor politik turut menjadi sentimen negatif jangka pendek investor, seiring dengan penyusunan cabinet Presiden terpilih Soesilo Bambang Yudhoyono. Investor memilih posisi wait and see dengan mengharapkan susunan kabinet yang propasar.
Ulasan Pasar Sepekan edisi 12 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Batas penguatan rupiah pada akhirnya menjadi faktor penentu utama pergerakan indeks BISNIS-27 selama sepekan kemarin. Indeks BISNIS-27 bergerak cukup fluktuatif di level 225 – 230 dipengaruhi oleh aksi jual investor asing terhadap saham-saham indeks BISNIS-27.

Indeks BISNIS-27 selama sepekan tercatat bergerak menguat sangat tipis sebesar 0,04 poin atau 0,02% ditutup di level 225,18 pada Jumat kemarin. Meskipun demikian, indeks BISNIS-27 berhasil mencapai level 230 pada perdagangan Selasa sekaligus posisi tertinggi indeks sejak diluncurkan awal tahun ini. Indeks selanjutnya bergerak melemah oleh konsolidasi pelaku pasar merespon batas penguatan Rupiah terhadap dolar AS yang menyentuh level Rp9.300/US$ atau tertinggi sejak September 2008.

Rupiah akan kembali bergerak ke level keseimbangannya yang terbaru yaitu di level Rp9.500/US$ hingga akhir tahun ini dan memicu aksi jual investor asing pada pekan kemarin.

Selain posisi rupiah, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan indeks BISNIS-27 di antaranya harga emas dunia yang menembus level US$1.050 per ounce atau tertinggi sepanjang sejarah dan juga harga minyak yang kembali menguat di atas US$70 per barel. Saham Aneka Tambang (ANTM) tercatat sebagai emiten yang paling diuntungkan ketika harga emas melonjak ke level tertingginya tersebut pada perdagangan Kamis ketika sebagian besar emiten indeks BISNIS-27 mengalami koreksi cukup signifikan dan indeks BISNIS-27 ditutup di level 227,09 atau melemah 1,39% dari posisi penutupan Rabu sebelumnya. Penguatan ANTM juga ditopang minat Aneka Tambang untuk mengakuisisi saham tambang BHP Billiton di Kalimantan.

Harga minyak yang menguat di level US$70 per barel dan cukup stabil berada di level tersebut dalam satu bulan terakhir memberikan asumsi bahwa harga minyak akan bertahan di level tersebut hingga akhir tahun. Kondisi ini diperkuat dengan perbaikan ekonomi sektor jasa Amerika Serikat (AS) dan perilaku investor yang memanfaatkan emas, selain minyak, untuk keperluan hedging. Hal tersebut juga dapat disimpulkan bahwa dalam kuartal keempat tahun ini, pemulihan ekonomi global memang telah dimulai.

Ancaman inflasi menjelang akhir tahun akan lebih diprioritaskan oleh pelaku pasar dalam negeri, sehingga mereka memilih untuk wait and see sementara waktu menunggu pengumuman kabinet baru yang diharapkan akan diisi oleh para profesional yang propasar.
Ulasan Pasar edisi 9 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Penguatan rupiah akhirnya mulai mendapat perhatian khusus dari Bank Indonesia yang tampaknya mulai mengintervensi apresiasi rupiah yang cukup cepat dalam sepekan terakhir. Batas apresiasi rupiah terhadap dolar AS semakin dekat dan mendorong profit taking investor yang sudah dimulai sejak Rabu pekan ini.

Rupiah pada pedagangan Kamis kemarin sempat menyentuh level Rp9.370/US$ dan akhirnya ditutup di level Rp9.409/US$. Indeks BISNIS-27 turun ke level 227,09 atau melemah 1,39% dari penutupan Rabu sebelumnya. Tekanan jual pada saham-saham yang sensitif dengan fluktuasi rupiah mendominasi koreksi indeks Kamis kemarin.

Saham perbankan indeks BISNIS-27 seluruhnya bergerak melemah, dengan saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) membukukan koreksi paling tinggi yaitu 4,57%. Saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) tertekan 1,49% dan saham Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) tertekan 1,75%. Saham Astra Internasional Tbk (ASII) melemah 2,59%.

Di sisi lain, saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) bergerak menguat oleh sentimen kenaikan harga emas dunia yang melonjak oleh aksi hedging pelaku pasar mengantisipasi inflasi dan merespon melemahnya dolar AS terhadap sejumlah mata uang dunia seperti euro dan yen. Harga emas di pasar spot London berhasil menembus level psikologis US$1.050 per ounce atau tertinggi sepanjang sejarah. Harga saham ANTM naik 2,88%.

Selain karena lonjakan harga emas, minat Aneka Tambang untuk mengakuisisi saham tambang BHP Billiton di Kalimantan mendapat respon positif dari pelaku pasar.
Ulasan pasar edisi 8 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pergerakan harga minyak dunia yang bergerak naik secara perlahan mencapai level US$71 per barel merespon sentimen positif sektor jasa di Amerika Serikat (AS) yang menguasai sekitar 80% perekonomian negara tersebut dan menjadi indikasi kuat perbaikan ekonomi AS. Seiring dengan penguatan harga minyak dan ekspektasi perbaikan ekonomi AS, posisi rupiah semakin menguat ke level Rp9.400/US$.

Indeks Dow Jones (DJIA) kembali menguat sebesar 1,37%. Investor global pun semakin berani meninggalkan dolar AS sebagai “safe heaven” dan mencari tempat investasi yang berpeluang memberikan return lebih tinggi. Di sisi lain, investor juga berupaya untuk melakukan hedging terhadap minyak dan logam emas mengantisipasi inflasi di AS.
Namun, pergerakan perkembangan ekonomi global tersebut tidak direspon oleh investor dalam negeri. Indeks BISNIS-27 bergerak melemah di antara penguatan indeks regional seperti Hang Seng yang bergerak naik 2,07%, Nikkei-225 naik sebesar 1,11%, dan STI Singapura yang naik 0,92%.

Indeks BISNIS-27 mengalami koreksi oleh faktor profit taking dengan besaran yang tipis yaitu hanya 0,14% ke level 230,3 dipengaruhi oleh orientasi investasi jangka pendek investor dan juga kekhawatiran terjadinya koreksi masif dari capital inflow dolar AS saat ini.

Batas penguatan rupiah menjadi pertanyaan di setiap keputusan investasi, meskipun akan berdampak positif bagi beban hutang emiten dan juga biaya produksi. Namun, nilai penjualan emiten yang berorientasi ekspor terancam melemah. Posisi rupiah yang saat ini di level Rp9.400/US$ merupakan posisi terkuat dalam setahun terakhir pasca krisis likuiditas global, sehingga pembalikan arah rupiah diperkirakan semakin dekat dan investor memilih mengantisipasi kondisi tersebut.
Ulasan Pasar edisi 7 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 kembali bergerak naik setelah terkoreksi tipis oleh profit taking jangka pendek di awal pekan ini. Pada perdagangan Selasa kemarin, indeks BISNIS-27 melonjak 2,67% ditutup di level 230,63 mencapai posisi tertingginya sejak diluncurkan awal tahun ini.

Kenaikan indeks Dow Jones (DJIA) sebesar 1,18% oleh ekspektasi positif semakin baiknya pendapatan usaha sektor jasa di Amerika Serikat (AS) pada kuartal ketiga tahun ini, memberikan kepercayaan diri yang cukup besar bagi investor lokal untuk mengakumulasi saham-saham indeks BISNIS-27.

Investor cukup yakin dengan perbaikan ekonomi AS, sehingga mereka semakin berani untuk meninggalkan dolar AS sebagai “safe heaven” dan mengalihkan investasi ke emerging market dengan return yang lebih tinggi. Rencana The Fed untuk menghentikan kebijakan suku bunga rendah dengan lebih memperhatikan ancaman inflasi, memperkuat optimisme perbaikan ekonomi AS.

The Institute for Supply Management melaporkan indeks kesehatan sektor jasa di AS pada September mencapai level 50,9 atau lebih tinggi dari posisi Agustus sebelumnya yang berada di posisi 48,4 menunjukkan adanya pertumbuhan yang signfikan di sektor jasa dalam satu bulan terakhir dan sekaligus perbaikan daya beli masyarakat AS karena hampir 80% perekonomian AS didominasi oleh sektor jasa.

Sentimen penguatan rupiah dan level BI rate yang tetap dijaga di level 6,5% menjadi faktor katalis aksi beli investor yang menunjukkan kepercayaan investor global semakin meningkat terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Rupiah berada di level Rp9.590/US$ pada perdagangan kemarin atau posisi tertinggi dalam setahun terakhir terhadap dolar AS. Minat beli investor didukung juga dengan cadangan devisa per September yang mencapai US$62,3 miliar karena derasnya capital inflow.

Saham-saham yang berkorelasi positif dengan apresiasi rupiah terhadap dolar AS mendominasi penguat indeks BISNIS-27 pada perdaganga kemarin. Saham Astra Inetrnasional Tbk (ASII) naik 7,45%, saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 5,64%, saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 4%, dan saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) naik 1,18%.
Ulasan Pasar edisi 6 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit


Di awal pekan, indeks BISNIS-27 bergerak melemah akibat minimnya sentimen positif yang beredar di pasar, mendorong investor untuk merealisasikan gain sepanjang pekan kemarin yang mencatat pertumbuhan indeks sebesar 2,5%. Indeks BISNIS-27 pada Senin kemarin ditutup di level 224,64 melemah tipis 0,22% dari posisi penutupan Jumat akhir pekan lalu yang berada di level 225,14.

Saham perbankan mendominasi saham-saham penekan indeks dipengaruhi profit taking dari penguatan sepekan sebelumnya yang ditopang oleh laju inflasi September yang terkendali dan posisi BI rate yang akan tetap di level 6,5%. Pada Senin kemarin, Bank Indonesia akhirnya memutuskan untuk menjaga level BI rate di posisi 6,5% dan sekaligus menghentikan laju pemangkasan BI rate sejak awal tahun ini.

Posisi rupiah yang masih berada dalam tren penguatan yaitu di level Rp9.500/US$, diperkirakan akan mengalami koreksi jangka pendek terhadap dolar AS setelah rupiah menguat signifikan 1,7% dalam sepekan ke level tertinggi dalam setahun terakhir yaitu Rp9.563/US$.

Kondisi tersebut tentu akan memberikan sentimen negatif jangka pendek bagi saham-saham perbankan, di samping juga saham otomotif Astra Internasional Tbk (ASII) dan Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Harga suku cadang dan kendaraan completely built up (CBU) sangat dipengaruhi oleh pergerakan kurs rupiah terhadap dolar AS. Laba bersih TLKM pada 2008 melambat 17,4% akibat meningkatnya rugi kurs.

Saham Medco Energi Internasional (MEDC) masih melanjutkan penguatan sebesar 0,77% ke level Rp3.275 ditopang aksi korporasi Medco Group menggandeng LG International Corp untuk memperluas usaha ke sektor perkayuan, memproduksi wood chips (kepingan kayu) dan wood pellets (butir kayu) sebagai substitusi batu bara Pangsa pasar utamanya adalah Korea Selatan dan China, di mana mulai tahun 2012, wood chips dan wood pellets wajib dipakai minimal 3%-6% dari total penggunaan bahan bakar di kedua negara tersebut.

Senin, Oktober 05, 2009

Indeks BISNIS-27 Sepekan

Indeks BISNIS-27 berhasil bergerak menguat pada pekan kemarin ke level 225,14 atau naik 2,5% dari penutupan Jumat (28/9) pekan sebelumnya di level 219,64. Inflasi September yang cukup terkendali dan rupiah yang berada dalam tren apresiasi terhadap dolar AS menjadi faktor utama penguatan indeks BISNIS-27 selama sepekan kemarin.

Di awal pekan, indeks sempat terkoreksi cukup dalam akibat minimnya sentimen positif dalam negeri dan koreksi harga minyak dunia yang mencapai 8,3% dalam sepekan sebelumnya. Investor memilih untuk melepas saham-saham mereka baik di sektor komoditas pertambangan maupun di luar sektor tersebut dengan motif ambil untung maupun cut loss, serta memilih posisi wait and see terhadap pergerakan harga minyak dunia. Beberapa indeks regional Asia Pasifik ikut memberikan sentimen negatif yang dipicu oleh koreksi indeks Nikkei-225 akibat nilai tukar yen yang mengalami apresiasi terhadap dolar AS, berdampak negatif bagi pendapatan eksportir Jepang ke AS. Nilai tukar yen Jepang mencapai level 87,1 yen/US$ atau posisi tertinggi yen dalam 13 tahun terakhir.

Indeks BISNIS-27 bergerak rebound pada perdagangan Selasa dengan kenaikan sebesar 2,14% ke level 219,22 ditopang oleh aksi korporasi emiten AS di sektor farmasi dan teknologi yang kembali mendongkrak ekspektasi perbaikan ekonomi di negara tersebut. Harga minyak bergerak positif dengan kembali naik tipis ke level US$67 per barel, setelah dalam sepekan sebelumnya tertekan cukup kuat sebesar 8,33%. Sentimen positif juga berasal dari rebound indeks Nikkei-225 setelah yen berhasil kembali ke level 90 yen/US$ mendekati asumsi yen untuk eksportir Jepang ke AS yaitu 95 yen/US$.

Volume transaksi indeks BISNIS-27 sejak Selasa hingga Jumat berada dalam tren naik seiring dengan kenaikan indeks. Sejak Selasa hingga Jumat, volume transaksi melonjak 96,52% dan nilai transaksi naik 71,64%. Investor mulai percaya diri dengan laju inflasi September yang cukup terkendali, dan memicu kembali aliran dana masuk ke bursa saham.

Selain itu, ekspektasi penguatan inflasi di AS memperkuat aliran dolar AS untuk semakin masuk ke emerging market, seperti Indonesia, yang akan memperkuat mata uang lokal. Rupiah tetap berada dalam tren apresiasi terhadap dolar AS di level Rp9.600/US$ dan diharapkan akan berlanjut hingga akhir tahun. Penguatan rupiah akan berdampak positif bagi harga jual produk impor terutama produk otomotif dan juga mengurangi biaya dana pihak ketiga perbankan dan hutang emiten yang berdenominasi dolar AS.

Kamis, Oktober 01, 2009

Indeks BISNIS-27 @ 1 Oktober 2009

Indeks BISNIS-27 berhasil menguat tipis pada perdagangan hari keempat pekan ini, meskipun didera oleh berita negatif gempa di Sumatera Barat. Penguatan indeks ditopang oleh saham-saham pertambangan dan minyak, serta infrastruktur dan perbankan. Indeks BISNIS-27 bergerak ke level 224,48 atau menguat 0,75% dari penutupan Rabu sebelumnya.

Saham Medco Energi Internasional (MEDC) bergerak menguat dengan membukukan gain harian yang cukup signifikan (6,03%) pada perdagangan Kamis ini setelah adanya aksi korporasi Medco Group untuk memperluas usaha ke sektor perkayuan dengan menggandeng LG International Corp. Pangsa pasar utamanya Korea Selatan dan China dengan produk utama yaitu wood chips (kepingan kayu) dan wood pellets (butir kayu) sebagai substitusi batu bara. Di kedua negara tersebut, mulai tahun 2012, wood chips dan wood pellets wajib dipakai minimal 3%-6% dari total bahan bakar.

Laju inflasi September yang cukup terkendali memberikan sentimen positif bagi investor untuk mengkoleksi beberapa saham yang sensitif dengan pergerakan suku bunga kredit perbankan. Laju inflasi September yang sebesar sebesar 1,05%, inflasi kalender Januari-September sebesar 3,46%, dan inflasi tahunan sebesar 4,86%.

Investor cukup optimis Bank Indonesia akan menjaga level BI rate tetap di posisi 6,5%, sehingga tidak akan menaikkan suku bunga perbankan. Di sisi lain, nilai rupiah terhadap dolar AS tetap berada dalam tren apresiasi yang ditopang oleh keyakinan investor terhadap perbaikan ekonomi global dan selisih yang cukup besar antara BI rate dengan suku bunga The Fed dan ECB (European Central Bank).

Indeks BISNIS-27 @ 30 September 2009

Saham perbankan dan saham otomotif Astra Internasional menjadi penopang utama indeks BISNIS-27 pada perdagangan Rabu kemarin. Menjelang pengumuman inflasi September, pelaku pasar justru memburu saham-saham yang sensitif dengan suku bunga. Saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 5,03%, saham Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 2,41%, dan saham Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) naik 2,38%.

Indeks BISNIS-27 bergerak naik melanjutkan rebound ke level 222,8 atau naik 1,64% dari penutupan Selasa sebelumnya. Investor cukup optimis terhadap laju inflasi September yang terkendali, meskipun akan mengalami sedikit kenaikan karena meningkatnya belanja masyarakat menyambut Idul Fitri. Di sisi lain, sentimen positif dari The Fed AS yang berpeluang menaikkan suku bunganya untuk mengantisipasi inflasi di AS, memberikan sentimen positif kepada pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang akan tetap pada level 6,5% awal Oktober ini. Hal tersebut berarti, perbankan dalam negeri akan leluasa melanjutkan penyaluran kredit ke masyarakat, tanpa kekhawatiran naiknya BI rate yang berbanding lurus dengan suku bunga kredit.
Selain itu, ekspektasi penguatan inflasi di AS akan memacu aliran dolar AS semakin masuk ke emerging market, seperti Indonesia, yang akan memperkuat mata uang lokal. Penguatan rupiah terhadap dolar AS diharapkan akan berlanjut dan akan mengurangi biaya dana pihak ketiga perbankan yang berdenominasi dolar AS.

Bagi industri otomotif, kondisi tersebut akan mengurangi cost of good solds terutama untuk produk impor, yang akan berdampak pada naiknya Gross Profit Margin (GPM) perusahaan. Harga jual pun berpeluang turun dan akan meningkatkan volume penjualan. Pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah melanjutkan penguatan ke level Rp9.655/US$.

Bursa regional juga memberikan sentimen positif bagi aksi beli investor pada perdagangan Rabu kemarin. Indeks STI Singapura naik 0,35% dan indeks Nikkei-225 naik 0,33%.