Senin, Oktober 19, 2009

Ulasan pasar edisi 8 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pergerakan harga minyak dunia yang bergerak naik secara perlahan mencapai level US$71 per barel merespon sentimen positif sektor jasa di Amerika Serikat (AS) yang menguasai sekitar 80% perekonomian negara tersebut dan menjadi indikasi kuat perbaikan ekonomi AS. Seiring dengan penguatan harga minyak dan ekspektasi perbaikan ekonomi AS, posisi rupiah semakin menguat ke level Rp9.400/US$.

Indeks Dow Jones (DJIA) kembali menguat sebesar 1,37%. Investor global pun semakin berani meninggalkan dolar AS sebagai “safe heaven” dan mencari tempat investasi yang berpeluang memberikan return lebih tinggi. Di sisi lain, investor juga berupaya untuk melakukan hedging terhadap minyak dan logam emas mengantisipasi inflasi di AS.
Namun, pergerakan perkembangan ekonomi global tersebut tidak direspon oleh investor dalam negeri. Indeks BISNIS-27 bergerak melemah di antara penguatan indeks regional seperti Hang Seng yang bergerak naik 2,07%, Nikkei-225 naik sebesar 1,11%, dan STI Singapura yang naik 0,92%.

Indeks BISNIS-27 mengalami koreksi oleh faktor profit taking dengan besaran yang tipis yaitu hanya 0,14% ke level 230,3 dipengaruhi oleh orientasi investasi jangka pendek investor dan juga kekhawatiran terjadinya koreksi masif dari capital inflow dolar AS saat ini.

Batas penguatan rupiah menjadi pertanyaan di setiap keputusan investasi, meskipun akan berdampak positif bagi beban hutang emiten dan juga biaya produksi. Namun, nilai penjualan emiten yang berorientasi ekspor terancam melemah. Posisi rupiah yang saat ini di level Rp9.400/US$ merupakan posisi terkuat dalam setahun terakhir pasca krisis likuiditas global, sehingga pembalikan arah rupiah diperkirakan semakin dekat dan investor memilih mengantisipasi kondisi tersebut.

Tidak ada komentar: