Senin, Oktober 19, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 19 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 bergerak cukup stabil selama sepekan kemarin dengan kecenderungan menguat mencoba mendekati level resistance yaitu 231 hingga perdagangan akhir pekan. Indeks hanya mengalami koreksi tipis di awal dan di akhir pekan oleh faktor profit taking dan selama sepekan indeks tercatat menguat sebesar 1,75% ditutup di level 229,11.

Indeks mengalami koreksi di awal pekan sebesar 0,69%, namun hal tersebut disebabkan sentimen jangka pendek rupiah yang memerlukan konsolidasi di tengah tren penguatannya dalam dua pekan terakhir. Di sisi lain, sentimen positif dari luar negeri cukup menjadi amunisi bagi penguatan indeks di antaranya potensi inflasi AS yang semakin kuat dan posisi penutupan indeks regional Asia Pasifik pada perdagangan Senin (12/10) yang positif di antaranya indeks STI Singapura (+1,05%) dan indeks Nikkei-225 (+1,87%).

Selain sentimen positif indeks regional, rencana kebijakan The Fed untuk menghentikan kebijakan suku bunga rendahnya selama setahun terakhir yang sekaligus menjadi indikasi naiknya laju inflasi di AS, berpotensi menekan dolar AS lebih dalam terhadap sejumlah mata uang dunia termasuk rupiah serta meningkatkan harga minyak dunia.

Ekspektasi positif tersebut terealisasi dan menopang pergerakan indeks BISNIS-27 bergerak rebound pada perdagangan Selasa dan Rabu, indeks BISNIS-27 melonjak 2,35%.
Pada perdagangan Selasa, indeks mulai menunjukkan potensi rebound oleh naiknya saham-saham infrastruktur seperti Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) serta Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang ditopang oleh rupiah yang kembali menguat terhadap dolar AS sebesar 0,29% ke level Rp9.452/US$. Kenaikan harga elpiji mendongkrak saham PGAS dan apresiasi rupiah yang berlanjut akan mengurangi beban hutang TLKM yang berdenominasi dolar AS dan menurunkan rugi kurs.

Pada perdagangan Rabu, rupiah kembali menguat ke level Rp9.375/US$ terapresiasi sebesar 0,82% atau lebih tinggi dari apresiasi Selasa sebelumnya. Indeks BISNIS-27 menguat 1,72% pada hari itu, ditopang oleh aksi beli saham-saham pertambangan dan energi oleh investor asing. Faktor penguatan rupiah dan harga saham yang sudah terkoreksi dalam dua hari sebelumnya, menjadi pemicu aksi beli tersebut.

Harga minyak dunia yang melanjutkan tren bullish memperkuat proyeksi penguatan inflasi AS dan berlanjutnya pelemahan dolar AS terhadap mata uang emerging market seperti rupiah. Melonjaknya harga minyak yang cukup tinggi dalam sepekan terakhir sebesar 11,43% ke level US$78 per barel menunjukkan adanya motif hedging atau lindung nilai mengantisipasi menguatnya inflasi di AS. Selain minyak, emas dunia pun mengalami penguatan harga ke level US$1.062 per ounce.

Indeks kembali menguat pada perdagangan Kamis ke level 229,4 atau naik 0,23%. Namun, penguatan ini terbilang melemah dibandingkan Rabu sebelumnya yang disebabkan aksi beli selektif investor pada saham berbasis pertambangan dan energi setelah sebelumnya melonjak cukup tinggi. Di sisi lain, aksi jual mulai terjadi pada saham-saham yang berbasis daya beli seperti Astra Internasional Tbk (ASII). Tren penguatan harga minyak dapat memicu naiknya inflasi dalam negeri terutama harga BBM non-subsidi yang berpotensi menekan penjualan kendaraan dengan kelas 1.500 cc ke atas.

Selain pada saham ASII, tekanan pada saham perbankan juga terjadi di akhir pekan dan menjadi penekan utama indeks pada penutupan akhir pekan. Indeks terkoreksi tipis 0,12% ke level 229,11. Ancaman inflasi dalam negeri oleh kenaikan harga minyak dunia yang mencapai US$78 per barel memicu aksi jual saham-saham yang sensitif dengan daya beli dan suku bunga.

Selama sepekan, indeks bergerak cukup stabil dengan kecenderungan menguat yang didorong oleh sentimen penguatan rupiah dan harga minyak. Saham pertambangan dan energi menjadi motor utama penopang indeks, meskipun di sisi lain saham perbankan dan otomotif menjadi penekan karena adanya ancaman inflasi dalam negeri oleh tren bullish harga minyak dunia.

Namun, investor juga perlu waspada dengan pembalikan arah (reversal) harga minyak yang telah naik sangat cepat dalam pekan kemarin, serta intervensi Bank Indonesia untuk meredam penguatan rupiah demi kepentingan ekspor.

Tidak ada komentar: