Kamis, Desember 24, 2009

Ulasan Indeks BISNIS-27 edisi 24 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 kembali bergerak menguat meskipun tipis menjelang libur panjang Natal dan Tahun Baru. Indeks menguat ke level 231,51 naik 0,35% dari posisi penutupan Selasa sebelumnya. Penguatan indeks ditopang oleh sentimen positif pergerakan indeks bursa saham regional seperti Hang Seng, Nikkei-225, dan STI Singapura.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) bergerak menguat sebesar 0,49% ke level 10.464,93 diikuti oleh indeks Nikkei-225 sebesar 1,91%, indeks Hang Seng naik sebesar 1,12%, dan indeks STI Singapura yang bergerak naik 0,63%.

Penguatan indeks DJIA yang diikuti oleh kenaikan indeks regional mendorong investor untuk mengkoleksi saham-saham BISNIS-27 yang telah mengalami koreksi ke level oversold pada perdagangan awal pekan ini (Senin, 21/12).

Selain itu, ekspektasi kinerja emiten yang positif pada 2009 memicu aksi beli investor yang mengantisipasi kenaikan harga saham usai liburan akhir tahun. Aksi beli selektif terjadi pada saham pertambangan batu bara seperti Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang menguat 1,32%, saham International Nickel Indonesia Tbk (INCO) yang naik sebesar 0,74%, dan saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) yang naik sebesar 0,29%.

Selain itu, saham-saham perbankan bergerak naik oleh ekspektasi naiknya pendapatan bunga perbankan dari penyaluran kredit konsumsi untuk kebutuhan akhir tahun masyarakat. Saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 1,68%, saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 1,07%, dan saham Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 1,04%. Saham barang konsumsi seperti Unilever Indonesia Tbk (UNVR) ikut bergerak naik oleh sentimen positif permintaan kebutuhan masyarakat menjelang liburan akhir tahun. saham UNVR naik 1,36%.

Dari luar negeri, harga minyak dunia bergerak melemah tpis 0,03% ke level US$74,38 per barel, dan harga emas dunia bergerak melemah ke level US$1.085,60 per ounce. Pergerakan kedua komoditas utama dunia tersebut yang belum menunjukkan indikasi bullish, mendorong investor untuk sejenak menahan minat beli dan melakukan selective buying pada perdagangan kemarin dengan gain yang relatif kecil.
Ulasan Indeks BISNIS-27 edisi 23 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 bergerak rebound oleh faktor teknis yang sebelumnya sejak awal pekan mengalami koreksi cukup dalam. Investor mengkoleksi saham-saham konstituen BISNIS-27 dengan perspektif investasi jangka panjang.

Indeks ditutup di level 230,71 menguat 1,48% dari posisi penutupan awal pekan. Faktor harga yang telah berada di areal oversold atau sangat murah menjadi pemicu investor untuk melakukan aksi kolektif memborong saham. Di sisi lain, faktor pergerakan indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) cukup memberikan sentimen positif dengan kenaikan awal pekan sebesar 0,83% yang diikuti oleh pergerakan indeks bursa saham regional seperti Hang Seng yang naik 0,69%, indeks Nikkei-225 naik 1,91%, dan indeks STI Singapura yang bergerak naik 1,33%.

Pergerakan harga minyak dunia yang bergerak sedikit menguat ke level US$73 per barel dari posisi akhir pekan lalu di level US$71 per barel memicu aksi beli terbatas hingga akhir tahun yang didorong oleh saham komoditas.

Saham Adaro Energy Tbk (ADRO) naik 1,79%, saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik 2,44%, dan saham Indika Energy Tbk (INDY ) naik 1,22%.

Selain itu, investor juga melirik saham-saham yang memang berbanding lurus dengan belanja akhir tahun masyarakat menjelang liburan. Seperti saham Astra Internasional Tbk (ASII) yang naik 0,59% dan saham barang konsumsi seperti Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang naik 3,77% dan saham Gudang Garam Tbk (GGRM) yang naik 2,02%.

Saham Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) membukukan gain tertinggi di antara konstituen BISNIS-27 pada perdagangan kemarin yaitu sebesar 6,61%. Ekspektasi kebutuhan semen yang meningkat di tahun 2010 dengan belanja infrastruktur pemerintah yang lebih fokus untuk meningkatkan infrastruktur ekonomi, menjadi penopang minat beli investor untuk saham INTP.

Saham perbankan serentak bergerak positif dengan ekspektasi naiknya permintaan kredit konsumsi masyarakat pada liburan akhir tahun.

Selasa, Desember 22, 2009

Ulasan Indeks BISNIS-27 edisi 22 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Di awal pekan ini, indeks BISNIS-27 mengalami tekanan cukup hebat seiring dengan kebutuhan likuiditas investor menjelang libur panjang Natal dan Tahun Baru, sekaligus mendapat sentimen negatif dari pergerakan harga minyak dunia dan emas yang belum kunjung memberikan tanda-tanda rebound.

indeks BISNIS-27 ditututp di level 227,34 atau melemah 3,49% dari posisi penutupan akhir pekan kemarin, Kamis (17/12).
Ulasan Indeks BISNIS-27 sepekan edisi 21 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pergerakan indeks BISNIS-27 selama sepekan kemarin diwarnai oleh aksi koreksi dan lepas saham oleh investor baik lokal maupun asing, untuk memenuhi kebutuhan liburan akhir tahun yang cukup panjang. Perdagangan di Bursa Efek Indonesia sangat minim sentimen positif, namun sebaliknya cukup banyak sentimen negatif yang menghampiri bursa.

Selama sepekan, indeks BISNIS-27 mencatat kenaikan tipis sebesar 0,26% ditutup di level 235,56 pada Kamis (17/12).

Sentimen negatif berlarutnya kasus Bank Century yang melibatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Ibu Ani) mendapat perhatian cukup besar dari investor. Mereka sangat menaruh harapan yang cukup tinggi kepada Ibu Ani selaku menteri keuangan untuk mengawal perekonomian Indonesia melewati krisis likuiditas global yang dimulai sejak kuartal terakhir 2008.

Kinerja ekonomi Indonesia sepanjang 2009 ini menjadi bukti kapabilitas Ibu Ani untuk meningkat kinerja perekonomian yang ditandai dengan laju inflasi dan BI rate yang menurun dan terkendali sejak awal tahun. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga membukukan penguatan yang sangat signifikan sepanjang tahun ini.

Dari luar negeri, harga minyak dunia yang merosot ke bawah level US$70 per barel dan harga emas dunia yang sulit menembus level US$1.200 per ounce dalam dua pekan terakhir dan berpotensi besar untuk tidak mencapai target US$1.500 per ounce, seperti yang banyak diperkirakan sebelumnya oleh para pelaku pasar, mendorong investor untuk merealisasikan portofolio mereka di Bursa Efek Indonesia. Lonjakan indeks BISNIS-27 selama dua bulan terakhir memang berbanding lurus dengan lonjakan harga emas dunia yang terutama ditopang oleh saham-saham pertambangan dan energi.

Sebelumnya, kenaikan harga emas dunia dilihat sebagai tindakan lindung nilai (hedging) investor komoditas emas yang sekaligus untuk mengantisipasi perbaikan dan pertumbuhan ekonomi global 2010. Selain itu, tindakan bank sentral China dan India yang membeli emas dalam jumlah besar, memicu tindakan mengkoleksi kontrak emas di kalangan pelaku pasar bursa komoditas.

Namun, proyeksi The Fed yang akan meninggalkan kebijakan suku bunga rendahnya pada Agustus 2010, dinilai cukup lama dan menyisakan ketidakpastian perbaikan ekonomi AS, sehingga mereka memilih untuk mengamankan likuiditas dan melepas kontrak emas serta portofolio saham di emerging market termasuk Indonesia. Dolar AS menguat terhadap euro dan yen, serta rupiah di dalam negeri ikut tertekan dalan sepekan kemarin.

Kinerja indeks BISNIS-27 akan bergerak rebound di awal 2010 yang ditopang oleh kinerja emiten sepanjang 2009 dan tren investasi jangka panjang di bursa komoditas seperti minyak, batu bara, CPO, dan emas.
Ulasan indeks BISNIS-27 edisi 16 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 kembali melemah pada perdagangan hari kedua pekan ini, Selasa (15/12) dipengaruhi oleh aksi jual saham investor asing. Indeks BISNIS-27 melemah tipis 0,39% ke level 233,39.


Perkembangan kasus Bank Century yang melibatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mendapat perhatian yang cukup besar dari pelaku pasar baik lokal maupun asing yang cukup khawatir bila Ibu Ani mengundurkan diri. Kekhawatiran tersebut tidaklah berlebihan mengingat kapabilitas Ibu Ani dalam menghadapi krisis likuiditas 2008 dan berperan cukup besar mengarahkan perekonomian Indonesia untuk dapat bertahan dan terus tumbuh hingga akhir tahun 2009 ini.

Rumor yang menyebutkan Ibu Ani akan mengundurkan diri menambah sentimen negatif di pasar. Selain itu, dari faktor pergerakan harga komoditas seperti emas dan minyak dunia yang masih belum menunjukkan tanda-tanda menguat di akhir tahun ini, memaksa investor untuk merealisasikan gain sekaligus untuk memenuhi kebutuhan liburan akhir tahun.

Saham perbankan menjadi saham penekan utama koreksi indeks pada perdagangan kemarin. Saham Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 2,56%, saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 2,14%, dan saham Bank Central Asia (BBCA) turun 1,03%. Ekspketasi inflasi yang menguat pada 2010 seiring membaiknya perekonomian global memberikan sentimen negatif pada saham perbankan karena dipastikan akan diikuti oleh kenaikan BI rate yang saat ini dengan level 6,5% dirasakan pelaku pasar sudah cukup untuk memperbaiki tingkat konsumsi masyarakat.

Di sisi lain, saham-saham pertambangan bergerak rebound pada perdagangan kemarin setelah mengalami koreksi dalam dua hari terakhir sejak akhir pekan kemarin. Ekspektasi perbaikan ekonomi global pada 2010 yang akan diikuti oleh naiknya harga minyak dan emas dunia, mendorong aksi beli saham-saham pertambangan yang didukung oleh faktor harga yang sudah cukup murah di posisi penutupan Senin sehari sebelumnya.

Saham Bayan Resources Tbk (BYAN) menguat 1,82%, saham Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menguat 1,69%, saham Indika Energy Tbk (INDY) menguat 1,2%, dan saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) menguat 0,58%.
Ulasan indeks BISNIS-27 edisi 15 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 bergerak melemah di awal pekan ini tertekan oleh koreksi harga minyak dunia dan nilai rupiah yang melemah terhadap dolar AS. Indeks ditutup di level 234,31 melemah tipis 0,27%. Namun, faktor koreksi teknis mendominasi tekanan pada indeks BISNIS-27 yang dipicu oleh turunnya harga saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) sebesar 3,06%.

Pelemahan ini disebabkan oleh koreksi saham-saham pertambangan terutama yang berkorelasi positif dengan pergerakan harga minyak, yaitu saham-saham emiten batu bara. Selain itu, harga emas yang melemah ke level US$1.123 per ounce pada perdagangan kemarin mendorong investor merealisasikan gain atas saham-saham pertambangan. Posisi harga emas yang stabil di bawah US$1.200 per ounce sejak sepekan kemarin mengindikasikan level keseimbangan baru harga emas hingga akhir tahun.

Di sisi lain, harga minyak dunia merosot ke level di bawah US$70 per barel, tepatnya US$69,55 per barel memberikan sinyal konsolidasi harga saham-saham yang berbanding lurus dengan pergerakan harga minyak dunia. Saham batubara Adaro Energy Tbk (ADRO) dan Bayan Resources Tbk (BYAN) bergerak melemah masing-masing 0,57% dan 0,9%.

Faktor overbought saham TLKM yang telah rally sejak awal Desember atau 14 hari terakhir sebesar 12% hingga menyentuh level tertingginya tahun ini yaitu Rp9.800 pada Jumat akhir pekan kemarin (11/12), mendorong investor untuk merealisasikan gain atas saham TLKM. Faktor melemahnya saham-saham pertambangan dan rupiah yang tidak kunjung menembus level resistance Rp9.400 per US$, menjadi faktor pemicu koreksi TLKM.

Harga minyak dunia yang melemah, sebaliknya menjadi penopang saham-saham yang berkorelasi dengan daya beli. Saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 0,52% dan saham Unilever Indonesia Tbk (UNVR) naik 1,82%.

Senin, Desember 14, 2009

Ulasan indeks BISNIS-27 Sepekan edisi 14 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Selama sepekan kemarin, indeks BISNIS-27 menguat tipis 0,13% oleh tekanan koreksi yang dimulai sejak awal pekan hingga Rabu. Indeks BISNIS-27 pada Jumat kemarin ditutup di level 234,95.

Sentimen negatif aksi Antikorupsi pada 9 Desember, membuat investor cenderung mengamankan likuiditas mereka dengan melakukan profit taking di bursa saham. Dari luar negeri, koreksi harga emas sebesar 5% dalam tiga hari sejak awal pekan dan minyak dunia sebesar 6,4% memicu sentimen negatif saham-saham pertambangan dan energi di antara konstituen BISNIS-27.

Aksi ambil untung di Bursa Efek Indonesia dan bursa komoditas terutama emas dan minyak dipengaruhi oleh pesimisme pelaku pasar terhadap perbaikan ekonomi AS. Sebelumnya, Ben Bernanke sebagai Gubernur The Federal Reserve AS menyatakan bahwa kenaikan suku bunga The Fed paling cepat pada Agustus 2010. Hal ini mengindikasikan pemulihan daya beli yang diimbangi dengan kenaikan laju inflasi baru akan terjadi pada Agustus 2010.

Di sisi lain, rally harga emas dalam sebulan terakhir justru dipengaruhi oleh ekspektasi pemulihan ekonomi AS pada triwulan I/2010, yang sekaligus menyebabkan dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang seperti euro dan yen. Pelemahan dolar AS kemudian dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengakumulasi kontrak emas dan minyak dunia dengan motif lindung nilai (hedging).

Namun, pergerakan indeks BISNIS-27 kembali menguat di akhir pekan dengan kenaikan cukup signifikan yaitu 1,55% yang ditopang oleh positifnya indeks bursa saham regional Asia Pasifik seperti Nikkei-225, Hang Seng dan STI Singapura. Penguatan tersebut dipengaruhi kembali melemahnya nilai mata uang yen Jepang terhadap dolar AS dan penurunan nilai ekspor China yang jauh lebih kecil pada November yaitu hanya sebesar 1,2% dibandingkan Oktober yang sebesar 13,8%.

Penurunan nilai ekspor China yang jauh lebih kecil tersebut memberikan indikasi adanya pemulihan daya beli global. Sedangkan, kurs yen Jepang yang melemah terhadap dolar AS memberikan sentimen positif bagi perusahaan-perusahaan eksportir Jepang, kurs yen bergerak ke level 88,80 per US$ dari level 88,26 per US$.

Jumat, Desember 11, 2009

Ulasan indeks BISNIS-27 edisi 11 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 akhirnya bergerak berbalik arah menguat ke level 231,37 setelah mengalami tren koreksi sejak awal pekan. Pada penutupan perdagangan Kamis kemarin, indeks berhasil menguat 0,21% ditopang oleh aksi beli selektif saham-saham yang telah mengalami koreksi cukup dalam sejak Senin.

Melemahnya harga emas dan minyak dunia sejak awal pekan, mendorong aksi ambil untung konstituen BISNIS-27 dalam tiga hari terakhir. Harga komoditas yang biasa ditransaksikan dengan motif hedging tersebut terkoreksi akibat proyeksi pelaku pasar terhadap perbaikan ekonomi AS yang akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya yaitu triwulan I/2010. Pernyataan Ben Bernanke mengenai kenaikan suku bunga The Fed yang kemungkinan besar baru akan terlaksana pada Agustus 2010, segera menekan harga komoditas-komoditas favorit untuk lindung nilai.

Laju inflasi AS diperkirakan mulai akan bergerak naik pada Agustus 2010 dan sekaligus mengindikasikan daya beli yang mulai pulih di AS pada bulan tersebut.

Harga emas yang melemah 5% dalam tiga hari terakhir dan minyak yang melemah 6,4% mendorong aksi jual terhadap saham yang sebelumnya bergerak positif dipengaruhi kenaikan harga komoditas tersebut di antaranya saham Aneka Tambang Tbk (ANTM), Adaro Energy Tbk (ADRO) dan International Nickel Indonesia Tbk (INCO).

Aksi beli selektif kemarin terjadi pada saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan Bank Mandiri Tbk (BMRI). Investor optimis dengan kinerja konstituen tersebut selama 2009 yang ditopang oleh penguatan rupiah terhadap dolar AS sebesar 13,7% sepanjang tahun ini.

Selain itu, saham Astra Internasional Tbk (ASII) dan saham Gudang Garam Tbk (GGRM) juga bergerak positif menyambut liburan akhir tahun seiring kegiatan belanja atau konsumsi masyarakat yang meningkat di akhir tahun. Program penjualan akhir tahun yang lebih fleksibel bagi calon pembeli kendaraan baik roda dua maupun roda empat akan meningkatkan kinerja Astra Internasional Tbk (ASII) menjelang tutup tahun.

Kamis, Desember 10, 2009

Ulasan Indeks BISNIS-27 edisi 10 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

indeks BISNIS-27 akhirnya harus bergerak melemah pada perdagangan Rabu kemarin tertekan oleh aksi jual investor karena faktor keamanan dalam negeri. Indeks BISNIS-27 ditutup di level 230,89 atau melemah tipis 0,51%

Melemahnya indeks disebabkan aksi ambil untung terhadap sejumlah konstituen yang memang telah mengalami overbought sejak sepekan terakhir seperti saham Astra Internasional Tbk (ASII), Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan saham Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Beberapa saham perbankan juga bergerak negatif seperti Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan Bank Danamon Tbk (BDMN). Posisi rupiah yang stabil di level Rp9.450/US$ selama dua pekan terakhir belum memberikan indikasi penguatan lebih lanjut.

Dari luar negeri, pergerakan harga minyak dunia yang melambat, harga emas yang mengalami koreksi, serta pergerakan indeks bursa regional Asia Pasifik yang melemah, memberikan sentimen negatif bagi pergerakan indeks BISNIS-27. Harga minyak stabil di posisi US$73 per barel, harga emas melemah ke level US$1.130 per barel.

Indeks Hang Seng turun 1,44%, indeks Nikkei-225 turun 1,34%, indeks STI Singapura turun 0,3%. Sentimen negatif tersebut, sebelumnya juga dipicu oleh koreksi indeks Dow Jones (DJIA) yang melemah sebesar 1% karena pernyataan Ben Bernanke yang menyebutkan kenaikan suku bunga The Fed paling cepat pada Agustus 2010. Kenaikan suku bunga The Fed akan dipengaruhi oleh laju inflasi yang menguat sebagai dampak membaiknya daya beli dan perekonomian AS. Dalam kondisi tersebut, dolar AS akan bergerak meninggalkan zona aman (safe heaven) menuju kawasan dengan imbal hasil dan risiko yang lebih tinggi yaitu emerging market.

Dalam jangka pendek, indeks BISNIS-27 memang memerlukan masa konsolidasi untuk mendapatkan equilibrium baru di masa perbaikan ekonomi global tahap I dalam semester II/2009 seperti sekarang ini. indeks telah naik 27,69% sejak awal Juli hingga perdagangan kemarin dan telah naik 88% sejak diluncurkan awal tahun ini. Selama sepekan kemarin, indeks bahkan membukukan gain mingguan sebesar 5,91% atau tertinggi dalam empat bulan terakhir.

Rabu, Desember 09, 2009

Ulasan indeks BISNIS-27 edisi 9 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 pada perdagangan hari kedua pekan ini bergerak cukup fluktuatif dipengaruhi beragam sentimen dari dalam maupun luar negeri serta faktor teknis harga saham konstituen dalam sepekan terakhir. Indeks BISNIS-27 ditutup di level 232,08 menguat tipis 0,13% dari posisi penutupan awal pekan ini.

Indeks bergerak dengan tekanan cukup besar yang berasal dari kondisi politik dan keamanan dalam negeri menjelang aksi antikorupsi Rabu besok (9/12) yang akan melibatkan massa dalam jumlah besar. Sementara itu dari luar negeri, informasi dari Ben Bernanke (The Fed AS) yang menyebutkan perekonomian AS masih jauh dari perbaikan atau membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pulih, memberikan sentimen negatif sekaligus menahan investor untuk membeli saham-saham konstituen BISNIS-27.

Bursa komoditas terutama emas mengalami tekanan yang serupa dengan indeks BISNIS-27. Meskipun dolar AS diprediksi akan melemah hingga Agustus 2010, namun belum dapat mendongkrak harga emas kembali menuju level US$1.200 per ounce. Pada perdagangan Selasa kemarin, harga emas bergerak di kisaran US$1.164 per ounce. Harga minyak dunia juga belum memberikan sinyal bullish, masih di kisaran US$74 per barel atau terendah dalam dua pekan terakhir.

Dolar AS yang melemah belum ditopang oleh daya beli masyarakat AS yang membaik. Sedangkan penguatan inflasi yang akan diikuti oleh naiknya suku bunga The Fed terbilang masih cukup lama atau sekitar delapan bulan lagi. Daya beli yang membaik akan diikuti naiknya laju inflasi dan mendorong dolar AS mencari wilayah investasi dengan imbal hasil lebih tinggi, terutama ke wilayah emerging market.

Minimnya sentimen positif di Bursa Efek Indonesia mendorong investor untuk melakukan profit taking dan membeli saham-saham yang memang telah oversold sejak akhir pekan lalu, seperti saham Aneka Tambang Tbk (ANTM), saham International Nickel Indonesia Tbk (INCO), dan saham Astra Internasional Tbk (ASII). Saham ANTM naik 1,11% ke posisi Rp2.275, saham INCO naik 1,37% ke level Rp3.700, dan saham ASII naik 1,35% ke posisi Rp33.850.

Melambatnya kenaikan indeks pada perdagangan kemarin juga dipengaruhi sentimen negatif tekanan jual yang melanda bursa Hong Kong dan Jepang. Indeks Hang Seng ditutup melemah 1,18% ke level 22.060,52 dan indeks Nikkei-225 turun 0,27% ke level 10.140,47. Sedangkan indeks STI Singapura berhasil menguat 0,3% ke level 2.805,50.

Kekhawatiran investor global terhadap pernyataan Ben Bernanke memberikan tekanan jual jangka pendek di bursa Tokyo dan Hong Kong, melebihi berita positif dari Pemerintah Jepang yang mengumumkan paket stimulus ekonomi sebesar 7,2 triliun yen atau sekitar US$ 81 miliar untuk menopang pemulihan ekonomi Jepang.

Selasa, Desember 08, 2009

2010, Fee Industri Reksadana Semakin Kecil

2010, Fee Industri Reksadana Semakin Kecil
Ulasan Indeks BISNIS-27 edisi 8 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Aksi ambil untung mendominasi pergerakan indeks BISNIS-27 di awal pekan ini setelah sepekan sebelumnya naik 5,91% ke level 234,64. Pada perdagangan Senin kemarin, indeks BISNIS-27 terkoreksi ke level 231,77 atau melemah 1,22%.

Data pengangguran AS yang direspon positif oleh mayoritas bursa saham Asia, tidak mampu mengimbangi koreksi ambil untung (profit taking) indeks BISNIS-27 kemarin. Indeks STI Singapura naik 0,06% ke posisi 2.792,71, indeks Kospi naik 0,3% ke posisi 1.629,65, indeks Shanghai naik 0,23% ke posisi 3.324,53, dan indeks Nikkei 225 naik 1,4% ke posisi 10.163,14, hanya indeks Hang Seng yang terkoreksi 0,66% ke posisi 3.324,53.

Selain faktor teknis dengan indeks RSI (Relative Strenght Index) untuk BISNIS-27 yang telah mencapai level 65,03 atau overbought (jenuh beli), pergerakan harga emas yang mengalami koreksi sebesar 1,01% ke level US$1.157 per ounce menambah tekanan terutama pada saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang sejak akhir pekan kemarin memang telah mulai terkoreksi.

Saham Aneka Tambang Tbk (ANTM), Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan Unilever Indonesia Tbk (UNVR)mengalami profit taking cukup besar di atas 4%. ANTM turun 4,21%, PGAS turun 4,27%, dan UNVR turun 4,66%.

Perkembangan level pengangguran di AS yang menunjukkan perbaikan pada November dipekirakan akan membuat dolar AS kembali menguat terhadap sejumlah mata uang kuat dunia seperti euro dan yen, serta meningkatkan minat jual atau ambil untung pada kontrak emas. Oleh sebab itu, harga emas kemarin mengalami koreksi. Selain itu, penguatan dolar AS akan memicu capital outflow dari rupiah ke doalr AS yang akan menekan rupiah. Ambil untung untuk merealisasikan keuntungan selisih kurs di bursa saham juga menambah motif koreksi pada indesks BISNIS-27.

Senin, Desember 07, 2009

Ulasan Indeks BISNIS-27 Sepekan edisi 7 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Selama sepekan di awal Desember, indeks BISNIS-27 berhasil membukukan pergerakan yang positif dengan pertumbuhan sebesar 5,91% atau pertumbuhan mingguan tertinggi sejak empat bulan terakhir. Pada pekan terakhir Juli, Indeks BISNIS-27 berhasil membukukan pertumbuhan sebesar 6,08%.

Di akhir pekan kemarin, indeks BISNIS-27 ditutup di level 234,64 sekaligus level tertinggi baru yang berhasil dicapai indeks sejak diluncurkan Januari lalu.

Penguatan indeks di awal Desember ini menunjukkan optimisme investor terhadap kinerja konstituen BISNIS-27 hinga akhir 2009 ditopang oleh BI rate yang berhasil dijaga di 6,5%, laju inflasi yang terjaga di bawah target pemerintah, serta potensi berlanjutnya capital inflow seiring rupiah yang menguat terhadap dolar AS. Kenaikan indeks BISNIS-27 sebesar 5,91% sepekan kemarin juga ditopang oleh kekuatan ekonomi kawasan emerging market terutama Indonesia dalam masa perbaikan ekonomi global dari krisis likuiditas setahun lalu.

Hal tersebut dapat dilihat dari kebijakan The Fed AS yang sengaja menjaga suku bunganya tetap rendah di level 0,25%, selain untuk meningkatkan daya beli dan likuiditas dalam negeri yang terlihat dari membaiknya penjualan rumah pada November, juga untuk menjaga dolar AS tetap melemah untuk kawasan emerging market.

Dolar AS yang melemah akan sangat menopang ekspor AS yang berharap dengan penjualan dari kawasan emerging market saat ini. Hal tersebut disebabkan kawasan ini, termasuk Indonesia, memiliki jumlah penduduk yang besar, laju inflasi yang terjaga, dan pertumbuhan ekonomi yang bergerak positif sepanjang 2009. Nilai rupiah yang menguat terhadap dolar AS 13,7% sepanjang tahun ini dari level Rp11.000/US$ ke level Rp9.500/US$ menjadi sentimen positif daya beli masyarakat Indonesia terhadap produk impor. Posisi laju inflasi Januari-November sebesar 2,45% atau di bawah target inflasi 2009 oleh pemerintah yaitu 4% menambah sentimen positif aliran dana masuk (capital inflow) serta daya beli yang semakin baik.

Di sisi lain, dolar AS yang melemah terhadap sejumlah mata uang selain rupiah, seperti euro dan yen juga menstimulus naiknya permintaan terhadap emas sebagai instrumen lindung nilai (hedging) mengantisipasi perekonomian global yang membaik di 2010. Harga emas telah bergerak mencapai level US$1.200 per ounce pada akhir pekan kemarin atau meningkat 37% sejak awal tahun ini. Melemahnya dolar AS memang tidak diikuti oleh menanjaknya harga minyak dunia untuk melewati level resistance satu bulan terakhir yaitu US$80 per barel. Pekan lalu harga minyak stabil di level US$77 per barel atau hampir sama dengan level sepekan sebelumnya di posisi US$76 per barel. Hal ini menunjukkan, bahwa mayoritas pelaku pasar global sepakat bahwa pergerakan harga minyak dunia harus dikendalikan untuk mencegah melemahnya daya beli emerging market.

Harga emas yang berada dalam tren bullish selain akan menambah sentimen positif harga saham Aneka Tambang Tbk yang sepekan kemarin menguat 5,55%, juga menjadi indikator pelemahan dolar AS yang akan berlangsung cukup lama hingga memasuki triwulan I/2010 mendatang. Selain ke bursa komoditas emas, aliran dolar AS juga diperkirakan masih akan bergerak menuju emerging market hingga triwulan I/2010, termasuk ke Indonesia, sehingga rupiah masih berpotensi menguat dari level saat ini Rp9.500/US$ menuju level Rp9.300/US$. Atas dasar itu, pergerakan BISNIS-27 sepekan kemarin berhasil tumbuh 5,91%.

Sepanjang pekan kemarin, saham Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) membukukan gain tertinggi di antara konstituen BISNIS-27 yaitu 14,69%, diikuti oleh saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) yang naik 13,61%, Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) naik 10,28%, Astra Agro Lestari Tbk (AALI) naik 8,11%, Unilever Indonesia Tbk (UNVR) naik 7,76%, Gudang Garam Tbk (GGRM) naik 7,25%, Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 6,42%, International Nickel Indonesia Tbk (INCO) naik 6,38% dan Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) naik 5,71%.

Dalam jangka pendek, indeks BISNIS-27 berpotensi mengalami koreksi konsolidasi seiring level indeks RSI (Relative Strenght Index) yang telah mencapai posisi 65,03 atau jenuh beli (overbought). Investor harus mewaspadai aksi profit taking jangka pendek pada saham-saham penopang indeks BISNIS-27 seperti PGAS, PTBA, ITMG dan AALI.

Di akhir pekan kemarin, saham ANTM, INCO dan Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) telah mengalami profit taking lebih dulu. Namun, sentimen penguatan harga emas dunia berpotensi dapat membalikkan arah ANTM untuk kembali menguat pada pekan depan (pekan ini).

Kamis, Desember 03, 2009

Ulasan Indeks BISNIS-27 edisi 3 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 melanjutkan penguatannya yang terbentuk sejak awal pekan. Kemarin, indeks BISNIS-27 bergerak menguat 0,75% ditutup di level 230,0. Penguatan indeks masih ditopang oleh saham-saham komoditas terutama saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang bergerak positif oleh sentimen pergerakan harga emas yang melewati level US$1.200 per ounce. Saham ANTM naik 4,35% ke level Rp2.400.

Indeks saham regional Asia Pasifik juga tampak bergerak menguat dengan kenaikan di bawah 1% berjalan beriringan dengan penguatan indeks BISNIS-27. Indeks Hang Seng naik 0,8%, indeks Nikkei-225 naik 0,38%, indeks STI Singapura naik 0,92%.

Berlanjutnya tren bullish harga emas memperkuat keyakinan investor bahwa pelemahan dolar AS yang sempat terhenti oleh sentimen negatif gagal bayar obligasi Dubai World di awal pekan ini, masih akan berlanjut hingga melewati akhir tahun ini. Dolar AS yang melemah masih dipandang perlu untuk menopang perdagangan AS. Di sisi lain, pemerintah AS melalui kebijakan suku bunga The Fed tetap berada pada kebijakan suku bunga rendah 0,25% untuk menopang daya beli dalam negeri dan meningkatkan likuiditas.

Dari sisi teknis, motif lindung nilai (hedging) dengan komoditas emas semakin meningkat dengan ekspektasi perbaikan ekonomi global. Ancaman inflasi berpotensi muncul ketika ekonomi mulai mengalami masa overheat setelah melewati masa krisis likuiditas sejak kuartal IV/ 2008 lalu, sehingga meningkatkan transaksi hedging pada komoditas emas. Di sisi lain, harga minyak dunia tetap stabil di level US$77 per barel karena level resistance harga minyak saat ini masih di kisaran US$80 per barel, seiring belum kuatnya daya beli emerging market yang diharapkan menjadi penopang perbaikan ekonomi negara maju.

Bagi saham ANTM, sebagai salah satu emiten produsen emas terbesar di Indonesia, kenaikan harga emas dunia tentu memiliki imbas secara langsung terhadap nilai penjualan emas yang akan berdampak naiknya laba bersih ANTM di 2009 dan 2010 mendatang.

Selain ANTM, emiten lain yang menopang kenaikan indeks BISNIS-27 di antaranya adalah saham International Nickel Indonesia Tbk (INCO) yang bergerak naik 4,86% ke level Rp3.775. Pinjaman senilai US$300 juta yang berhasil didapat dari Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ dan Mizuho Corporate Bank, menjadi sentimen positif saham INCO sejak Selasa sehari sebelumnya. Pinjaman tersebut direncanakan untuk membiayai proyek pembangkit listrik tenaga air di Karebbe, Sulawesi Selatan.

Secara teknis, indeks BISNIS-27 masih berada dalam kondisi masih cukup murah dengan indeks RSI (Relative Strenght Index) di kisaran 50, namun beberapa koreksi teknis karena profit taking mewarnai pergerakan harga beberapa konstituennya seperti Unilever Tbk (UNVR), Astra International Tbk (ASII), dan Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) pada perdagangan kemarin.

Rabu, Desember 02, 2009

Ulasan Indeks BISNIS-27 edisi 2 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Di perdagangan hari kedua pekan ini, indeks BISNIS-27 masih menunjukkan tren bullish sejak awal pekan dengan kenaikan melewati 1,5%. Indeks BISNIS-27 ditutup di level 228,29 atau naik 1,51%. Sebanyak 19 saham konstituen BISNIS-27 bergerak naik, 5 saham bergerak melemah, dan tiga saham tidak berubah posisi dari posisi penutupan awal pekan.

Saham komoditas seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM), International Nickel Indonesia Tbk (INCO), dan saham konsumsi Unilever Tbk (UNVR) memimpin pergerakan indeks BISNIS-27 dengan membukukan gain yang signifikan. Saham ANTM naik 4,55%, saham INCO naik 4,35%, dan UNVR naik 5,88%.

Faktor koreksi harga emas dunia sebesar 1,68% ke level US$1.179 per ounce dari posisi akhir pekan kemarin sebesar US$1.190 per ounce, memicu investor untuk mengkoleksi saham ANTM dengan ekspektasi rebound harga emas dalam jangka pendek. Ekspektasi tersebut dilandasi pergerakan indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang berhasil ditutup menguat 0,34%, begitu juga dengan indeks regional Asia Pasifik seperti yang ditutup positif pada perdagangan Selasa kemarin. Indeks Hang Seng naik 1,34%, indeks Nikkei-225 naik 2,43%, indeks STI Singapura naik 1,42%.

Positifnya kinerja bursa New York dan Asia Pasifik tersebut menjaga optimisme pelaku pasar bahwa dolar AS akan kembali melemah terhadap beberapa mata uang seperti euro, yen, dan juga mata uang emerging market seiring minat investor untuk berinvestasi di tempat yang menjanjikan imbal hasil lebih tinggi serta meninggalkan dolar AS sebagai tempat investasi yang paling aman (safe heaven). Di sisi lain, AS masih membutuhkan nilai dolar AS yang melemah untuk meningkatkan nilai ekspornya. Suku bunga The Fed yang tetap rendah di level 0,25% hingga awal tahun juga akan menambah sentimen pelemahan dolar AS, selain untuk menopang konsumsi dalam negeri AS. Nilai rupiah menguat tipis ke level Rp9.465/US$ pada perdagangan kemarin dari posisi sehari sebelumnya Rp9.475/US$.

Dari dalam negeri, pergerakan positif saham-saham indeks BISNIS-27 ditopang oleh data inflasi November yang mencatat deflasi 0,03% (m-t-m) yang disebabkan penurunan harga di komoditas pokok di antaranya minyak goreng dan telur ayam. Turunnya harga bahan pokok tersebut menjadi indikator daya beli masyarakat yang meningkat. Selain itu, laju inflasi kalender sebesar 2,45% atau tetap terkendali di bawah target pemerintah sebesar 4% untuk inflasi 2009.

Level inflasi yang semakin rendah diharapkan akan membantu menurunkan suku bunga kredit perbankan untuk memacu konsumsi dalam negeri dan juga modal kerja sektor riil, sehingga akan meningkatkan daya beli masyarakat. Saham Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 2,7%, saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 2,6%, dan saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 2,25%.

Pinjaman senilai US$ 300 juta dari Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ dan Mizuho Corporate Bank, yang berhasil diraih oleh International Nickel Indonesia Tbk menopang kenaikan saham INCO pada perdagangan kemarin. Pinjaman tersebut direncanakan untuk membiayai proyek pembangkit listrik tenaga air di Karebbe, Sulawesi Selatan.

Selasa, Desember 01, 2009

Ulasan Pasar edisi 1 Desember 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 di awal pekan bergerak positif ke level 224,88 atau menguat 1,5% dari posisi penutupan akhir pekan lalu, Kamis (26/11). Indeks regional Asia Pasifik memberikan sentimen positif bagi penguatan indeks BISNIS-27 kemarin.

Indeks Hang Seng naik 3,25% dan Nikkei-225 naik 2,91%. Penguatan indeks regional Asia Pasifik tidak terlepas dari kekhawatiran investor global terhadap perkembangan krisis likuiditas dan pemulihan ekonomi global setelah muncul penundaan pembayaran obligasi Dubai World. Dolar AS kembali menguat atau mengalami reversal dari tren depresiasi selama tiga pekan terakhir terhadap yen dan euro.

Rupiah pun sedikit melemah dari posisi Rp9.445 per US$ pada posisi akhir pekan kemarin ke level Rp9.500 per US$ di awal pekan ini. namun, investor tetap memburu emerging market sebagai wilayah investasi yang menguntungkan selain memegang dolar AS. Saham-saham emerging market menjadi instrument hedging investasi jangka panjang saat ini, setelah harga emas yang menjadi primadona hedging dalam tiga pekan terakhir mengalami koreksi profit taking seiring adanya penguatan dolar AS. Harga emas merosot 1,3% ke level US$1.175 per ounce di awal pekan ini.

Faktor teknis berupa harga saham indeks BISNIS-27 yang cukup murah dan memiliki posisi beli setelah koreksi Kamis pekan kemarin sebesar 2,75%, memberikan sentimen beli bagi investor asing yang memang ingin mengalihkan dananya ke emerging market khususnya Indonesia. Pembelian bersih investor asing di Bursa Efek Indonesia kemarin sebesar Rp494 miliar atau tertinggi dalam tiga pekan terakhir.

Beberapa saham indeks BISNIS-27 yang membukukan gain kemarin di antaranya Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) sebesar 5,51%, saham Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 4,38%, saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) sebesar 4,11%, saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) sebesar 2,86%.

Senin, November 30, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 30 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Dalam sepekan kemarin, indeks BISNIS-27 akhirnya bergerak melemah dipengaruhi faktor profit taking menjelang libur panjang akhir pekan perayaan Idul Adha. Namun, sejak awal November, indeks telah tumbuh positif berturut-turut dalam tiga pekan pertama. Indeks BISNIS-27 ditutup di level 221,55 pada Kamis kemarin atau melemah 3,3% dalam pekan keempat November.

Bila dicermati lebih lanjut, secara teknis harga saham konstituen BISNIS-27 masih tergolong cukup murah atau berada dalam posisi beli, yang dapat dilihat dari posisi indeks RSI (Relative Strenght Index) untuk indeks BISNIS-27 yang stabil di posisi 57 sepanjang pekan kemarin sebelum akhirnya berada di posisi 44 di penutupan Kamis karena koreksi yang cukup signifikan pada hari itu sebesar 2,75%.

Secara fundamental, kinerja konstituen BISNIS-27 hingga September 2009 berhasil membukukan kinerja yang jauh lebih baik daripada setahun sebelumnya dan sekaligus mencerminkan kekuatan masing-masing konstituen BISNIS-27 dalam mengatur strategi bertahan dan tumbuh dalam krisis likuiditas yang dimulai triwulan IV-2008 lalu.

Dari sisi pergerakan rupiah terhadap dolar AS, selama sepekan kemarin pergerakan rupiah cenderung menguat dengan kembali berada di level Rp9.400 per US$ dari posisi pekan sebelumnya yang justru melemah ke level Rp9.500 per US$. Sentimen apresiasi rupiah terhadap dolar AS sudah jelas akan meningkat kinerja emiten di 2009 ini terutama dengan berkurangnya rugi selisih kurs. Meskipun akan memberatkan emiten yang berorientasi ekspor terutama bagi emiten batu bara seperti Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan juga International Nickel Indonesia Tbk (INCO), tetapi saham-saham tersebut mayoritas dibeli bukan untuk jangka pendek melainkan jangka panjang dan tren harga batu bara maupun nikel akan bergerak berbanding lurus dengan pergerakan harga minyak dunia yang saat ini di level US$77 per barel.

Faktor positif yang mendongkrak kinerja indeks dalam tiga pekan pertama November ini, terutama memang berasal dari sentimen pergerakan harga emas dunia yang pada Kamis kemarin mencapai level US$1.190 per ounce. Kenaikan harga emas memang menjadi indikator membaiknya perkonomian global di 2010 dan posisi Amerika Serikat (AS) yang masih dalam tahap konsolidasi sistem likuiditas dengan tetap memilih kebijakan suku bunga rendah, mendorong aliran dolar AS keluar dari negara tersebut. Melemahnya nilai asset dolar AS memicu investor melakukan hedging pada komoditas emas, tetapi menghindari hedging di komoditas minyak karena dikhawatirkan akan memicu inflasi atau menekan daya beli negara emerging market yang saat ini menjadi tumpuan membaiknya ekonomi dunia.

Namun, tren bullish harga emas dan pelemahan dolar AS terhadap rupiah tentu akan memiliki masa konsolidasi dan harus menemukan titik keseimbangan sementara waktu menjelang tutup tahun. Faktor inilah yang menjadi penyebab terkoreksinya saham-saham BISNIS-27 yang dipicu oleh aksi jual investor asing selama sepekan kemarin. Investor asing membukukan penjualan sebesar Rp4,7 triliun selama sepekan terakhir dengan pembelian sebesar Rp4,56 triliun.

Data tersebut juga menunjukkan masih tingginya ekspektasi investor asing terhadap bursa saham Indonesia dan koreksi pekan kemarin dapat dikatakan memang murni karena faktor konsolidasi harga saham BISNIS-27 untuk kembali bergerak bullish menjelang akhir tahun ini. Posisi indeks RSI untuk BISNIS-27 yang tertekan ke level 44 oleh koreksi pada Kamis pekan kemarin, menambah peluang BISNIS-27 untuk bergerak melanjutkan tren bullish.

Kamis, November 26, 2009

Ulasan Pasar edisi 26 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Koreksi saham-saham sektor konsumsi menjadi penekan indeks BISNIS-27 pada perdagangan Rabu kemarin. Indeks BISNIS-27 ditutup melemah 0,29% di level 227,82. Namun, secara umum pergerakan indeks masih berada di dalam teritori positif mengingat harga saham dari sektor komoditas dan energi masih cukup murah atau berada dalam posisi beli yang ditopang juga dengan ekspektasi kinerja emiten yang membaik di 2009 ini.

Saham komoditas batu bara seperti Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Tambang Batu bara Bukit Asam Tbk (PTBA) masih membukukan gain pada perdagangan kemarin, begitu juga dengan saham Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan saham infrastruktur seperti Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), Indosat Tbk (ISAT), dan Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) juga masih bergerak positif.

Selain itu, saham perbankan seperti Bank Danamon Tbk (BDMN) dan Bank CIMB-Niaga Tbk (BNGA) juga bergerak positif mengindikasikan optimisme pasar terhadap pertumbuhan kinerja perbankan yang positif di akhir tahun.

Koreksi indeks sejak awal pekan memang mendorong investor untuk sementara waktu menepi dari bursa dan merealisasikan gain atas saham konsumsi dan juga otomotif, Astra Internasional Tbk (ASII). Saham ASII turun 1,35% di level Rp32.900 per saham. Saham ASII, saham Semen Gresik Tbk (SMGR), Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP), dan saham Unilever Tbk (UNVR) terkoreksi untuk melewati masa konsolidasi setelah tren bullish sepekan terakhir.

Harga minyak dunia yang melemah ke level US$75 per barel akan menjadi sentimen positif bagi saham-saham yang sensitif dengan daya beli tersebut, sehingga usai libur panjang Idul Adha di akhir pekan ini akan kembali bergerak naik. Harga minyak dunia yang melemah akan menjaga laju inflasi tetap terjaga di level 3,5% hingga akhir tahun serta ditopang oleh rupiah yang stabil di level Rp9.400 per US$.
Ulasan Pasar edisi 25 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Di perdagangan hari kedua pekan ini, indeks kembali bergerak melemah dan kali ini mendapat tekanan hampir dari seluruh sektor. Indeks BISNIS-27 ditutup di level 228,49 atau melemah tipis 0,11% dari posisi penutupan awal pekan.

Faktor penguatan rupiah yang terhenti di level Rp9.500/US$ akibat kasus Bank Century, kisruh KPK dan Polri yang tidak menentu memberikan kekhawatiran terhadap kondisi sosial politik dalam negeri. Investor memilih untuk menarik diri sejenak dan merealisasikan gain dari pertumbuhan tiga pekan terakhir yang ditopang oleh sentimen positif kenaikan harga komoditas terutama emas yang telah melewati level US$1.170 per ounce.

Namun, investor masih melakukan aksi beli selektif terhadap saham-saham komoditas seperti pada Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan kenaikan masing-masing sebesar 2,86% dan 2,03%. Saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) naik 1,26% dan Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) naik 1,29%.

Dalam kondisi sosial politik yang tidak menentu dan rupiah yang mulai menemukan level keseimbangan di posisi Rp9.500/US$, mendorong investor untuk memilih saham yang ditopang oleh belanja pemerintah dan kebutuhan energi dalam negeri. Kebutuhan semen dipastikan akan meningkat seiring kebijakan prioritas pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur dan mengurangi biaya transaksi ekonomi dan investasi. Rencana dan kebutuhan pembangunan pembangkit listrik juga akan meningkatkan kebutuhan batu bara dalam negeri, dan hal tersebut menjadi sentimen positif bagi BUMN batu bara yaitu PTBA.

Sedangkan faktor harga yang masih tergolong murah, menjadi pemicu minat beli investor terhadap saham ITMG. Saham ITMG memiliki nilai PER (Price to Earning Ratio) sebesar 8,94 kali atau terendah di dalam industrinya pada penutupan Senin kemarin.

Indeks juga mendapat tekanan dari koreksi indeks regional seperti Hang Seng, STI Singapura, dan Nikkei-225. Indeks Hang Seng turun 1,53%, indeks STI Singapura turun 0,64%, dan indeks Nikkei-225 turun 1,01%.

Untuk sementara, indeks membutuhkan masa konsolidasi setelah membukukan pertumbuhan sebesar 5,38% hanya dalam waktu tiga pekan terakhir. Indeks tetap berada di dalam tren bullish yang terutama ditopang oleh saham-saham pertambangan dan komoditas pertanian. Saham-saham perbankan akan mengalami sedikit tekanan dari sentimen negatif kasus Bank Century yang mencerminkan buruknya Good Corporate Governance di bank tersebut, dan investor mengkhawatirkan tata kelola industri perbankan secara umum.

Laju inflasi November yang tetap rendah dan laju inflasi hingga akhir tahun yang diperkirakan oleh Bank Indonesia maksimal hanya sebesar 3,5%, belum dapat memberikan sentimen naiknya saham-saham perbankan. Pasar akan lebih mencermati pergerakan harga komoditas dunia terutama emas yang tentunya akan mengimbas positif harga saham Aneka Tambang Tbk (ANTM).

Namun, tekanan tersebut diperkirakan hanya bertahan hingga akhir pekan ini dan memasuki awal Desember pasar akan mencermati aksi korporasi emiten untuk mendongkrak kinerjanya (window dressing) di akhir tahun.

Selasa, November 24, 2009

Ulasan Pasar edisi 24 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Koreksi saham-saham perbankan menjadi pemicu turunnya indeks BISNIS-27 pada perdagangan awal pekan ini. Indeks bergerak turun ke level 228,75 melemah tipis sebesar 0,16% dari posisi penutupan akhir pekan kemarin.

Saham-saham perbankan seperti Bank Mandiri Tbk (BMRI), Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) bergerak melemah diikuti juga oleh saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). saham TLKM turun tipis 0,56% dan PGAS turun 1,94%. Saham BMRI turun 0,53%, saham BBCA turun 1,06%, dan saham BBRI turun 0,65%.

Melonjaknya harga emas yang menyambung tren bullish dalam tiga pekan terakhir memicu investor untuk memburu saham-saham komoditas dan energi, sebagai pengaruh dari ekspektasi naiknya harga komoditas mengantisipasi sentimen perbaikan ekonomi global. Harga emas dunia kembali mencetak sejarah dan mencapai US$1.165 per ounce.

Sentimen tersebut memicu peralihan dana investor dari saham-saham perbankan ke komoditas. Di sisi lain, rata-rata PER (Price to Earning Ratio) industri saham perbankan memang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata industri saham komoditas.

Minimnya sentimen positif untuk saham perbankan dan infrastruktur menjadi faktor pemicu koreksi di dua sektor tersebut. Berbeda dengan saham komoditas yang mendapat sentimen positif dari luar negeri, seperti tren bullish harga emas yang berlanjut.

Rencana pembagian dividen interim Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar Rp12 per saham dari laba bersih September 2009, mendorong harga saham ADRO naik sebesar 4,12% sekaligus kenaikan tertinggi konstituen BISNIS-27 di awal pekan ini.

Senin, November 23, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 23 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit


Indeks BISNIS-27 berhasil mencatat kinerja yang cukup baik selama pekan kemarin dengan pertumbuhan sepekan yang cukup tinggi sejak 5 Oktober lalu. Indeks tumbuh 2,14% dalam sepekan kemarin dan ditutup di level 229,12 di akhir pekan. Indeks bahkan mencapai level 230,03 atau posisi tertinggi kedua sejak 6 Oktober lalu ketika indeks BISNIS-27 mencapai level 230,63.

Aksi beli selektif investor lokal maupun asing mendominasi saham-saham dari sektor tertentu seperti komoditas pertanian, pertambangan batu bara, infratruktur, semen dan saham-saham konsumsi.

Dari saham pertambangan, faktor penyebab melonjaknya harga saham pertambangan seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM), adalah sebagai respon naiknya harga emas yang mencapai level US$1.146 per ounce. Lonjakan harga emas dunia yang cukup cepat merupakan implikasi dari tingginya minat beli investor global karena faktor melemahnya dolar AS terhadap euro, yen, dan mata uang emerging market. Aksi beli emas IMF oleh India juga memicu pelaku pasar untuk meningkatkan permintaan terhadap emas serta melakukan hedging untuk aset mereka.

Di sisi lain, harga minyak dunia nampaknya telah menemukan harga keseimbangannya hingga akhir tahun ini di level US$80 per barel. Tren kenaikan harga minyak dunia yang berlanjut, dipandang tidak mendukung pemulihan ekonomi global yang ditopang oleh kawasan emerging market Asia dan salah satunya adalah Indonesia.

Di dalam negeri, sentimen kestabilan rupiah terhadap dolar AS yang berada di level Rp9.400-Rp9.500 per US$ dalam dua pekan terakhir mendorong investor lokal maupun asing untuk membeli secara selektif saham-saham konsumsi, perbankan, dan juga otomotif. Kestabilan nilai tukar rupiah seperti saat ini diharapkan dapat mendukung laju inflasi yang rendah hingga akhir tahun dan memicu konsumsi masyarakat.

Sentimen tambahan yang positif bagi indeks juga diperoleh dari kesepakatan 14 bank nasional terutama bank-bank emiten di Bursa Efek Indonesia yang sebagian juga merupakan konstituen BISNIS-27, untuk menurunkan biaya dana pihak ketiga khususnya deposito menjadi 7% per tahun. Hal ini akan mendongkrak net interest margin perbankan dan berpotensi menambah laba bersih 2009.

Pada pekan depan (pekan ini), pergerakan indeks BISNIS-27 akan berpotensi diwarnai koreksi teknikal saham-saham pertambangan karena faktor harga yang sudah memasuki overbought atau jenuh beli, sehingga memerlukan masa konsolidasi jangka pendek untuk kemudian bergerak kembali menguat mengikuti ekspektasi perbaikan ekonomi global. Di sisi lain, investor juga perlu mewaspadai koreksi harga saham yang dipicu profit taking investor asing bila dolar AS bergerak menguat atau berbalik arah dari tren pelemahannya saat ini terhadap rupiah.

Rabu, November 18, 2009

Ulasan Pasar edisi 18 November 2009

Indeks BISNIS-27 masih melanjutkan penguatannya di hari kedua pekan ini meskipun dengan kenaikan yang lebih rendah daripada kenaikan indeks di awal pekan. Indeks BISNIS-27 menguat 0,32% ditutup di level 229,08. Aksi koreksi mulai membayangi pergerakan indeks setelah rebound empat hari sebelumnya yang menopang indeks sebesar 3,77%.

Saham-saham penopang indeks beberapa hari sebelumnya seperti Astra Agro Lestari Tbk (AALI), Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan Gudang Garam Tbk (GGRM) mengalami koreksi oleh aksi profit taking jangka pendek yang sekaligus dipengaruhi faktor harga yang cukup mahal. Namun, beberapa saham masih membukukan gain seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan Semen Gresik Tbk (SMGR).

Sentimen positif melonjaknya harga emas untuk hedging karena dolar AS yang melemah terhadap sejumlah mata uang dunia seperti euro, menjaga minat beli investor terhadap saham ANTM.

Setelah mengkoleksi dan merealisasikan gain saham-saham komoditas, investor kembali beralih ke saham-saham infrastruktur yang didukung oleh prioritas APBN 2010 untuk perbaikan infrastruktur dan mengurangi biaya transaksi ekonomi untuk meningkatkan investasi dalam negeri. Saham Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan saham Semen Gresik Tbk (SMGR) bergerak naik masing-masing sebesar 0,67% dan 2,78%. Saham Jasa Marga Tbk (JSMR) menguat 1,63%.

Saham-saham berbasis konsumsi juga mulai bergerak naik oleh sentimen laju inflasi yang rendah hingga akhir tahun ini. Saham Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan saham Unilevel Tbk (UNVR) menguat 0,79% dan 0,47%

Selasa, November 17, 2009

Ulasan Pasar edisi 17 November 2009

Indeks BISNIS-27 menguat signifikan di awal pekan ini melonjak 1,8% ditutup di level 228,35 atau posisi tertinggi indeks dalam tiga pekan terakhir. Kenaikan indeks yang sebesar 1,8% merupakan kenaikan harian yang tertinggi sejak 7 Oktober lalu atau dalam 29 hari perdagangan terakhir.

Faktor penyebab melonjaknya posisi indeks kemarin dipengaruhi oleh ekspektasi investor terhadap saham-saham pertambangan, sebagai respon naiknya harga emas hingga mencapai level US$1.116 per ounce. Lonjakan harga emas di bursa komoditas London tersebut direspon sebagai tindakan hedging investor global terhadap membaiknya perekonomian dunia di 2010. Seiring dengan asumsi tersebut, harga saham pertambangan menjadi semakin murah dan memicu posisi beli di kalangan investor.

Investor dalam negeri mengakumulasi saham pertambangan yang berbasis hedging seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM), diikuti oleh saham pertambangan batu bara untuk mengantisipasi lonjakan harga batu bara di 2010 yang didorong oleh tren bullish harga minyak dunia yang saat ini stabil di posisi US$78 per barel.

Saham Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menjadi saham yang mencetak gain tertinggi pada perdagangan kemarin di antara konstituen BISNIS-27, yaitu sebesar 6,43%, saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) sebesar 5,15%, dan saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) sebesar 4,4%.

Aksi beli saham komoditas pertambangan yang dipimpin oleh investor asing kemarin sebaiknya diikuti juga dengan meningkatnya kewaspadaan bursa terhadap pembalikan arah indeks yang dipicu oleh pergerakan rupiah terhadap dolar AS. Depresiasi rupiah akan menjadi faktor koreksi utama indeks dalam beberapa hari mendatang, dan di awal pekan kemarin rupiah ditutup melemah tipis 0,48% ke level Rp9.395/US$.

Senin, November 16, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 16 November 2009

Indeks BISNIS-27 kembali bergerak menguat selama sepekan kemarin melanjutkan penguatan pekan sebelumnya. Indeks BISNIS-27 berhasil menguat 1,6% ditutup di level 224,31 pada Jumat (13/11). Sedangkan pada pekan sebelumnya, indeks BISNIS-27 telah menguat 1,55% ditutup di level 220,79 (Jumat, 6/11).

Beberapa saham penopang indeks BISNIS-27 adalah saham-saham sektor pertambangan seperti Adaro Energy Tbk (ADRO) dan Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang sekaligus merupakan konstituen BISNIS-27 dengan gain tertinggi yaitu sebesar 11,04% dan 8,69% selama sepekan. Selain itu, saham Astra Internasional Tbk (ASII) naik 7,74%, Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 4,23%, Unilever Tbk (UNVR) naik 3,98%, Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) naik 3,9%, United Tractors Tbk (UNTR) naik 3,67%.

Apresiasi rupiah terhadap dolar AS menjadi penopang utama kenaikan saham-saham konstituen BISNIS-27. Investor asing melakukan aksi beli selektif sejak perdagangan Rabu hingga Jumat yang dipengaruhi pergerakan rupiah yang terapresiasi dalam dua pekan terakhir sebesar 2,2% dari posisi Rp9.585/US$ di akhir Oktober menguat ke level Rp9.375/US$ di akhir pekan kemarin.

Harga minyak dunia yang stabil di kisaran US$76 hingga US$79 per barel dalam dua pekan, menjadi sentimen positif pergerakan laju inflasi Indonesia untuk menjaga BI rate tetap di level 6,5% hingga akhir tahun ini. Perpaduan antara penguatan rupiah terhadap dolar AS, harga minyak dunia yang stabil, inflasi dan BI rate yang tetap rendah akan menjadi sentimen positif kinerja emiten perbankan hingga akhir tahun.

Lebih lanjut, Tingkat NPL (Non Peforming Loan) perbankan juga diharapkan akan tetap berada dalam tren menurun, seperti yang ditunjukkan oleh data Bank Indonesia dalam periode Juli hingga September 2009, porsi NPL terhadap kredit yang berhasil disalurkan semakin kecil dari posisi 4,6% pada Juli, 4,5% pada Agustus dan 4,3% pada September. Dalam periode yang sama, laba operasional perbankan pun meningkat 25,3% menjadi sebesar Rp28,2 triliun.

Selain itu, rencana penurunan bunga deposito menjadi 7% dari level saat ini sebesar 8% per 20 November 2009, menambah sentimen positif harga saham perbankan konstituen BISNIS-27. Biaya dana pihak ketiga perbankan akan semakin murah yang akan berdampak pada meningkatnya pendapatan bunga bersih emiten perbankan BISNIS-27.

Dari perkembangan aksi korporasi, saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) tumbuh 1,62% selama sepekan kemarin. Bank Mandiri Tbk diberitakan mendapat kucuran dana dari Asian Development Bank (ADB) dan beberapa bank partisipan senilai US$ 105 juta untuk memperkuat struktur pendanaannya.

Sentimen penguatan indeks BISNIS-27 juga dikontribusi oleh pelemahan dolar AS terhadap sejumlah mata uang kuat dunia sebagai dampak kebijakan The Fed yang menjaga tingkat bunga acuan yang rendah serta ekspektasi membaiknya perekonomian global di 2010 yang dimotori oleh kawasan emerging market Asia. Hal tersebut juga yang menyebabkan aliran dolar AS (capital inflow) yang cenderung meningkat dalam pekan kemarin yang dapat dilihat dari berlanjutnya apresiasi rupiah terhadap dolar AS.

Hasil kinerja konstituen juga berhasil menopang indeks BISNIS-27, seperti pada saham ITMG yang berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih 104% per September 2009 atau membukukan laba bersih sebesar US$265,8 juta.

Penguatan indeks BISNIS-27 sepekan kemarin menjadikan posisi indeks cukup mahal dalam satu bulan terakhir dengan indeks RSI (Relative Strenght Index) di posisi 56,05, sehingga investor diharapkan tetap waspada terhadap aksi profit taking jangka pendek serta sentimen negatif yang dapat memicu koreksi indeks di antaranya pembalikan arah (penguatan) dolar AS terhadap rupiah dan harga minyak yang menembus level psikologis jangka pendek yaitu US$80 per barel. Saham-saham perbankan, manufaktur dan barang konsumsi akan menjadi saham-saham utama yang terkoreksi oleh sentimen negatif tersebut.

Jumat, November 13, 2009

Ulasan Pasar on Wed, 11 Nov 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 kembali menemukan momentum bullish pada perdagangan Rabu, setelah koreksi jangka pendek menghantam indeks Selasa sebelumnya. Pelaku pasar mulai menerapkan pola transaksi yang berorientasi jangka panjang dengan proyeksi perbaikan ekonomi global dan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2010. Indeks BISNIS-27 naik tipis 0,27% ke level 221,35.

Pelemahan dolar AS sebagai dampak kebijakan suku bunga rendah AS, masih menjadi penopang utama kenaikan harga emas dunia yang kemarin mencapai posisi US$1.106 per ounce. Namun, kenaikan harga emas tidak serta merta ditiru oleh harga minyak dunia yang tetap stabil di level US$78-US$79 per barel. Pelaku pasar global tetap menyadari bahwa kekuatan ekonomi dunia termasuk emerging market yang memelopori perbaikan bursa saham global dari krisis likuiditas 2008, saat ini belum sepenuhnya bisa menopang kenaikan laju inflasi dari naiknya harga minyak. Oleh karena itu, harga minyak masih sulit menembus level resistance di level US$80-US$81 per barel.

Di sisi lain, investor mulai mengambil posisi beli untuk saham-saham berbasis komoditas seperti batubara untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia pada 2010 seiring semakin pulihnya ekonomi global. Sentimen kenaikan harga minyak yang berhasil menembus level resistance akan menjadi faktor utama realisasi gain jangka pendek saham-saham berbasis komoditas substitusi minyak. Sedangkan pembalikan arah dolar AS akan menjadi momentum koreksi harga emas dunia, dan saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) pada bursa saham dalam negeri. Kemarin, saham ANTM naik 2,27%.

Saham emiten batu bara Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) naik 6,96% sekaligus menjadi konstituen BISNIS-27 yang membukukan gain tertinggi pada perdagangan kemarin. Lonjakan harga ITMG juga dipengaruhi sentimen positif kinerja hingga kuartal III/2009 yang berhasil membukukan kenaikan laba bersih 104% menjadi sebesar US$265,8 juta.

Rabu, November 11, 2009

Ulasan Pasar edisi 11 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Inteligence Unit


Pergerakan indeks BISNIS-27 cukup fluktuatif pada perdagangan Selasa kemarin dengan pergerakan di zona hijau selama sesi I. Indeks BISNIS-27 dibuka dengan sangat responsif menerima perkembangan indeks DJIA yang ditutup di level tertingginya tahun ini yaitu 10.226,94.

Penguatan indeks DJIA ditopang oleh saham komoditas dan energi seiring dengan kebijakan The fed yang mempertahankan suku bunga rendah (0,25% atau mendekati nol), sehingga membuat dolar AS kehilangan permintaannya dan tertekan oleh sejumlah mata uang kuat dunia yang memberikan imbal hasil lebih tinggi termasuk rupiah, di mana BI rate masih berkisar 6,5%.

Pelemahan dolar AS meningkatkan harga kontrak komoditas seperti minyak, emas, dan komoditas lain untuk kepentingan lindung nilai (hedging). Harga emas yang melewati level US$1.100 per ounce menjadi indikasi kuatnya aktivitas lindung nilai tersebut, selain ditopang juga oleh naiknya permintaan oleh India yang membeli emas dari IMF. Bagi investor dalam negeri, sentimen penguatan harga komoditas memberikan sentimen positif bagi harga saham komoditas dalam negeri. Beberapa saham emiten BISNIS-27 seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan Adaro Energy Tbk (ADRO) bergerak naik dengan rata-rata kenaikan 2% selama sesi I kemarin.

Namun, investor juga mengantisipasi pembalikan arah dolar AS yang akan memicu koreksi harga komoditas utama seperti minyak dan emas. Selain itu, level resistance rupiah terhadap dolar AS di posisi Rp9.400/US$ masih sulit untuk ditembus di tengah ketidakpastian iklim investasi dalam negeri serta kondisi sosial politik seperti saat ini, sehingga memicu sikap hati-hati investor dan realisasi gain di sesi II.

Indeks BISNIS-27 akhirnya ditutup di level 220,76 atau melemah 0,63% dari posisi penutupan awal pekan ini. Saham-saham yang menekan indeks di antaranya adalah saham Astra Internasional Tbk (ASII), saham Bank Mandiri Tbk (BMRI), saham Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), saham International Nickel Indonesia Tbk (INCO), dan saham Adaro Energy Tbk (ADRO).

Sedangkan saham-saham yang membukukan loss terbesar di antaranya adalah saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) sebesar 4,35%, saham Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 3,14%, saham Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar 2,65%, saham International Nickel Indonesia Tbk (INCO) sebesar 2,52%, saham Indika Energy Tbk (INDY) sebesar 2,3%, dan saham Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar 1,95%

Selasa, November 10, 2009

Ulasan Pasar edisi 10 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pergerakan indeks BISNIS-27 di awal pekan ini cukup fluktuatif dan berhasil ditutup positif di level 222,16. Indeks BISNIS-27 menguat 0,62% dari posisi penutupan akhir pekan kemarin. Aksi beli selektif terlihat sepanjang perdagangan Senin kemarin.

Volume transaksi indeks BISNIS-27 sebesar 212,186,900 lembar saham atau berada dalam tren melemah sejak pekan lalu, yang sekaligus menunjukkan investor bersikap hati-hati dalam bertransaksi. Namun, kapitalisasi pasar semakin tinggi menjadi sebesar Rp1.359 triliun. Kenaikan nilai kapitalisasi ini ditopang oleh naiknya saham Astra Internasional Tbk (ASII) dan United Tractors Tbk (UNTR) yang sekaligus sebagai saham-saham leading movers indeks BISNIS-27 Senin kemarin.

Beberapa saham lainnya penopang indeks adalah Bank Mandiri Tbk (BMRI), Unilever Tbk (UNVR), Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP), Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Selain itu, indeks juga mendapatkan tekanan profit taking atas saham-saham yang menjadi penopang indeks sepekan kemarin seperti Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan Gudang Garam Tbk (GGRM).

Penguatan indeks didominasi oleh saham grup Astra, saham ASII naik 4,12% ke level Rp31.600 dan saham UNTR yang naik 4,67% ke level Rp15.700. Proyeksi naiknya permintaan alat berat untuk kebutuhan pertambangan di tahun 2010 menjadi pemicu naiknya harga saham UNTR.

Secara teknikal, saham UNTR memiliki peluang bullish dalam jangka pendek hingga akhir pekan ini disebabkan indeks RSI (Relative Strenght Inde x) UNTR masih berkisar di level 55 atau berposisi beli. Kondisi yang sama juga dialami oleh saham ASII.

Penguatan indeks juga masih dipengaruhi oleh nilai Rupiah yang stabil di level Rp9.500/US$ memperkuat proyeksi kestabilan daya beli masyarakat untuk produk otomotif di tahun 2010.

Pada pekan ini, indeks berpeluang kembali menguat ditopang oleh harga emas yang melonjak menembus level US$1.100 per ounce sebagai dampak dari kebijakan The Fed yang mempertahankan kebijakan suku bunga rendah, menekan dolar AS terhadap sejumlah mata uang kuat dunia. Investor memilih emas, selain minyak dunia, sebagai komoditas lindung nilai atau hedging.

Senin, November 09, 2009

Ulasan Pasar Sepekan
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Published on 9th November 2009

Selama sepekan kemarin, indeks BISNIS-27 bergerak dengan tren menguat ditutup naik ke posisi 220,79 pada Jumat kemarin atau menguat 1,55% dibandingkan dengan posisi penutupan sepekan sebelumnya di level 217,42, Jumat (30/10). Selain itu, kenaikan indeks selama sepekan terakhir merupakan pembalikan arah (reversal) dari koreksi indeks BISNIS-27 selama dua pekan berturut-turut sebelumnya.

Di awal pekan indeks ditutup menguat tipis sebesar 0,24%, dan sejak Rabu hingga akhir pekan, indeks menguat 2,84% ke level 220,79. Pergerakan indeks yang cenderung menguat terlihat dari posisi penutupan Rabu, Kamis, dan Jumat yang selalu mendekati level resistance 218 dan pada penutupan akhir pekan, indeks berhasil menembus level tersebut dan mencapai posisi 220. Selama tiga hari tersebut, level support indeks berada di level 215.

Indeks BISNIS-27 hanya sekali ditutup terkoreksi yaitu pada perdagangan Selasa di posisi 214,69 atau satu level dengan posisi terendah perdagangan di hari yang sama yaitu 214,2. Koreksi Indeks BISNIS-27 pada Selasa dipengaruhi pergerakan negatif indeks bursa regional Asia Pasifik seperti Hang Seng, Nikkei-225, dan STI Singapura yang memicu kekhawatiran investor dalam negeri, meskipun di dalam negeri beredar sentimen positif laju inflasi Oktober (yoy) yang masih sangat terkendali atau di bawah perkiraan pemerintah.

Volume perdagangan bergerak melemah sejak awal pekan, tetapi kapitalisasi pasar indeks BISNIS-27 cenderung menguat dan bahkan mencapai nilai tertinggi sejak diluncurkan yaitu Rp1.351 triliun di akhir pekan kemarin. Hal itu menunjukkan ekspektasi investor yang meningkat terhadap harga saham-saham konstituen BISNIS-27 dan di Bursa Efek Indonesia terjadi aksi beli selektif dengan orientasi investasi jangka panjang.

Beberapa saham penopang indeks BISNIS-27 dalam sepekan kemarin di antaranya, saham Gudang Garam Tbk (GGRM) yang naik sebesar 20,63%, Semen Gresik Tbk (SMGR) naik sebesar 8,03%, Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) naik 6,79%, Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 4,93%, Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) naik 3,74%, Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) naik 3,57%, Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 3,28%, Jasa Marga Tbk (JSMR) naik 2,23%, Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik 2,2%, dan Bank Negara Indonesia bk (BBNI) naik 2,16%.

Saham GGRM menjadi pencetak gain tertinggi dalam sepekan kemarin, ditopang kenaikan laba bersih sebesar 64,6% selama sembilan bulan pertama tahun ini. Per 30 September 2009, laba bersih GGRM sebesar Rp2,48 triliun, sedangkan di periode yang sama 2008 sebesar Rp1,5 triliun. Lonjakan laba bersih tersebut ditopang oleh naiknya laba usaha sebesar 54% sebagai imbas keberhasilan GGRM menekan beban pokok penjualannya.

Kenaikan saham-saham perbankan tidak terlepas dari ekspektasi pertumbuhan laba bersih perbankan yang positif pada 2009, ditopang oleh inflasi yang semakin rendah dari level 11,06% pada Desember 2008 ke level 2,57% pada Oktober 2009, BI rate yang bergerak turun sebesar 275 bps ke level 6,5%, posisi rupiah yang menguat 13,2% ke level Rp9.500/US$ serta kenaikan porsi kredit konsumsi masyarakat seiring apresiasi rupiah terhadap dolar AS yang memicu naiknya permintaan kredit masyarakat untuk barang konsumsi.



Ulasan Pasar @Wed, 4th November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pada perdagangan hari ketiga pekan ini, indeks BISNIS-27 berhasil rebound ke level 217,41 atau naik 1,26% dari posisi penutupan Selasa sebelumnya yaitu level 214,69.

Saham-saham penopang indeks BISNIS-27 di antaranya adalah saham Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), dan saham-saham sektor pertambangan seperti Aneka Tambang Tbk (ANTM), Adaro Energy Tbk (ADRO), dan Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Sedangkan saham-saham penekan indeks didominasi oleh saham barang konsumsi seperti Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan Gudang Garam Tbk (GGRM) dan saham Astra Internasional Tbk (ASII).

Saham ANTM menjadi saham yang membukukan gain tertinggi dalam portofolio BISNIS-27 yaitu sebesar 8,05% diikuti oleh saham ITMG sebesar 6,31%, saham SMGR sebesar 3,62%, saham ADRO sebesar 3,31%, dan saham TLKM sebesar 2,99%.

Kenaikan harga saham ANTM tidak lepas dari keputusan Pemerintah yang memberikan kewenangan kepada Aneka Tambang Tbk untuk menjadi wakil pemerintah pusat dalam mengakuisisi 14% saham PT Newmont Nusa Tenggara, dan dapat ditambah hingga 31%. Akuisisi tersebut akan menambah cadangan produksi emas dan perak ANTM dan meningkatkan pendapatan usaha.

Secara teknikal, saham ANTM pada penutupan Selasa pekan ini berada di wilayah jenuh jual (oversold) dengan indikator RSI (Relative Strenght Index) berada level 26,19, sehingga perkembangan positif dari program divestasi Newmont Nusa Tenggara tersebut menjadi momentum yang sangat baik bagi kenaikan harga ANTM.

Faktor jenuh jual atau harga murah juga menopang minat beli investor pada saham tambang batu bara seperti ADRO dan ITMG.

Pada hari ini, Bank Indonesia juga memutuskan untuk menahan BI rate di level 6,5% untuk mengantisipasi menguatnya laju inflasi tahu depan meskipun inflasi Oktober (yoy) berada di level 2,83%, atau di bawah target pemerintah yaitu 4%. Rupiah berada dalam kondisi stabil di level Rp9.512/US$. Tren rupiah yang stabil dan ekspektasi menguatnya inflasi dalam negeri menjadikan saham komoditas lebih diminati dibandingkan saham-saham sektor konsumsi.




Ulasan Pasar @Tue, 3rd November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Penguatan indeks di awal pekan sebesar 0,24% tidak berlanjut pada perdagangan Selasa, indeks BISNIS-27 tertekan cukup dalam sebesar 1,48% ditutup di level 214,69. Aksi jual saham terjadi di tengah penguatan rupiah terhadap dolar AS dan sehari setelah muncul laporan laju inflasi Oktober yang cukup terkendali.

Dari luar negeri, aksi jual dipengaruhi oleh pergerakan indeks bursa regional Asia Pasifik seperti Hang Seng, Nikkei-225, dan STI Singapura. Beberapa indeks regional tersebut melemah karena investor memilih posisi wait and see mengantisipasi laporan data pengangguran di AS untuk Oktober, pada Jumat pekan ini. Pengangguran di AS pada September sebesar 9,8% atau tertinggi dalam 26 tahun terakhir.

Data pengangguran akan menjadi koreksi nilai wajar harga minyak dunia yang saat ini berada di level US$78 hingga US$80 per barel. Kenaikan harga minyak saat ini ditopang oleh rencana penghentian stimulus oleh Pemerintahan Obama secara bertahap yang diasumsikan sebagai mulai pulihnya perekonomian di negara tersebut. Namun, data pengangguran akan menjadi indikator terakhir yang cukup kuat dalam jangka pendek untuk kontinuitas tren penguatan harga minyak tersebut.

Maraknya penerbitan surat hutang oleh sebagian negara maju untuk memulihkan perekonomiannya dapat berdampak negatif bagi kompetisi penentuan imbal hasil psar surat hutang. Imbal hasil cenderung akan meningkat dan menambah beban jangka panjang negara penerbitnya. Di sisi lain akan terjadi tarik-menarik dana antara bursa saham dan pasar surat hutang.

Sentimen positif dari dalam negeri sangat minim saat ini, selain keyakinan investor terhadap pergerakan BI rate yang akan dipertahanakan di level 6,5% seperti saat ini. Tetapi, pergerakan indeks BISNIS-27 berpotensi bergerak positif memasuki akhir tahun apabila laju inflasi dapat tetap terkendali di bawah 4% dan suku bunga kredit perbankan dapat diturunkan lagi, sehingga daya beli domestik meningkat. Selain itu, rupiah yang stabil di kisaran Rp9.400/US$-Rp9.500/US$ akan menjadi stimulus penguatan indeks BISNIS-27 yang ditopang oleh saham-saham infrastruktur, perbankan dan otomotif.

Senin, November 02, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 2 November 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pekan terakhir Oktober menjadi pekan koreksi terbesar bagi indeks BISNIS-27 sejak 22 Juni lalu atau dalam empat bulan terakhir. Indeks BISNIS-27 terkoreksi 3,53% ditutup di level 217,42 setelah pada Kamis sehari sebelumnya sempat menyentuh level terendah dalam satu bulan terakhir yaitu 214,61.

Di awal pekan, indeks mulai terkoreksi tipis sebesar 0,03% yang dipicu oleh koreksi teknis karena harga saham yang overvalued dan dipicu rupiah yang melanjutkan tren pelemahan dari penutupan akhir pekan sebelumnya ke level Rp9.500/US$.

Koreksi indeks secara masiv terjadi pada perdagangan Selasa dan Rabu sebesar 4,11% ke level 214,61 atau merupakan level terendah dalam satu bulan terakhir. Penyebabnya adalah tekanan jual dari saham Bumi Resources Tbk (BUMI) yang merosot harganya akibat sentimen negatif kewajiban repo induk BUMI yaitu Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) yang menjaminkan sebagian saham dari seluruh anak perusahaannya termasuk
BUMI. Sentimen negatif tersebut diperparah dengan tingginya biaya modal dari hutang BUMI kepada CIC sebesar US$1,9 miliar yang berbunga 19% berpotensi menekan laba usaha BUMI. Saham BUMI tertekan hingga 12,7% dan membuat investor terpaksa menjual saham-saham lainnya untuk menutup kewajiban dari transaksi marjin saham BUMI.

Akibat aksi jual tersebut, rupiah tertekan 3,54% ke level Rp9.660/US$ dari posisi terkuatnya dua pekan lalu di level Rp9.300/US$ dan menambah kekhawatiran investor asing, sehingga meningkatkan tekanan jual.

Dibandingkan perdagangan awal pekan ketika investor asing membukukan penjualan Rp393 miliar, tekanan jual investor asing terlihat meningkat tajam pada Selasa sebesar Rp769 miliar, Rp1,1triliun pada Rabu dan Rp1,6triliun pada Kamis, atau membukukan penjualan sebesar Rp3,47 triliun dalam tiga hari tersebut, sedangkan pembelian hanya sebesar Rp2,7 triliun di periode yang sama.

Di akhir pekan terjadi pembalikan arah bagi pergerakan indeks BISNIS-27. Investor asing kembali masuk ke bursa dan membukukan pembelian sebesar Rp2,88 triliun serta merealisasi keuntungan jangka pendek dengan menjual sebesar Rp2,38 triliun.

Faktor penopang indeks di antaranya laporan keuangan emiten per September 2009 seperti PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), Telekomunikasi Indonesia Tbk (TBK), Bank Mandiri Tbk (BMRI), Bank Central Asia Tbk (BBCA), Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan anak usaha Astra Internasional Tbk yaitu United Tractors Tbk (UNTR) yang membukukan pertumbuhan laba bersih positif.

Dari luar negeri, minat beli investor asing di akhir pekan didukung laporan GDP Amerika Serikat (AS) untuk kuartal III/2009 yang tumbuh 3,5% (yoy) atau pertumbuhan pertama dalam setahun terakhir sejak krisis likuiditas akhir tahun lalu. Sentimen positif di AS memicu investor pemegang dolar AS untuk melepas dolar mereka sebagai “safe heaven” dan memasuki kawasan emerging market yang memiliki imbal hasil jauh lebih tinggi. Rupiah pun kembali terapresiasi sebesar 1,53% ke posisi Rp9.537/US$.
Ulasan Pasar 29 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Perdagangan Kamis ini memberikan indikasi rebound indeks BISNIS-27 memasuki awal November. Di awal sesi I, indeks BISNIS-27 sempat terkoreksi 5% dan tertekan ke level 204,47 yang merupakan level terendah indeks sejak 3 September. Namun, di sesi II perdagangan hingga penutupan indeks berbalik arah dan hanya terkoreksi 0,67% dari posisi penutupan Rabu kemarin.

Indeks BISNIS-27 ditutup di level 214,61 dengan penopang utama di antaranya yaitu saham Astra Internasional Tbk (ASII). Semen Gresik Tbk (SMGR), PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), dan Bank Mandiri Tbk (BMRI).

Aksi beli selektif dengan orientasi investasi jangka panjang mendominasi pergerakan indeks BISNIS-27. Posisi beli asing meningkat 16% menjadi Rp1,07 triliun dari perdagangan Rabu sebelumnya yang sebesar Rp928 miliar.

Saham-saham yang berbalik arah (rebound), merupakan saham-saham yang secara fundamental sangat bagus dan cukup sensitif dengan perkembangan suku bunga serta inflasi dalam negeri. Rupiah yang melemah sebesar 3% pada Oktober ini ke level Rp9.660/US$ menyurutkan minat beli produk impor oleh masyarakat, di sisi lain harga BBM nonsubsidi kembali diturunkan sebesar 1,69%, cukup menjaga daya beli masyarakat dan minat beli terhadap produk otomotif kelas 1.500 cc ke atas.

Koreksi indeks yang terlalu cepat, sebesar 9,25% dalam tiga hari perdagangan hingga sesi I hari ini, menekan harga saham hingga ke posisi beli atau berada dalam posisi oversold. Di sisi lain, koreksi indeks tersebut tidak disebabkan oleh faktor fundamental ekonomi misalnya ketika menjelang krisis likuiditas 2008, namun dipengaruhi oleh faktor cut loss investor dalam dua hari terakhir karena transaksi marjin saham BUMI yang tertekan 12,7% sejak awal pekan ini.

Investor mengkhawatirkan kesanggupan membayar transaksi repo Bakrie & Brothers yang menjamin seluruh saham anak perusahaannya termasuk saham Bumi Resources. Selain itu, faktor hutang dengan CIC sebesar US$1,9 miliar dengan bunga 19% memberikan sentimen negatif bagi saham BUMI karena meningkatkan biaya modal yang akan menekan laba usaha BUMI. Saham BUMI pada penutupan kemarin rebound sebesar 3,12% atau sebesar Rp75 level Rp2.475


Ulasan Pasar 28 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 kembali terkoreksi semakin turun ke posisi terendahnya dalam sebulan terakhir ke level 216,05 atau turun 2,66% dari level penutupan Selasa sebelumnya. Tekanan indeks disebabkan oleh cut loss investor terhadap transaksi marjin yang memaksa investor untuk menjual paksa saham-sahamnya.

Aksi jual lebih didominasi oleh faktor di dalam Bursa Efek Indonesia, terutama kekhawatiran investor terhadap transaksi repo Bakrie & Brothers yang menjamin seluruh saham anak perusahaannya termasuk saham Bumi Resources yang sekaligus salah satu saham terlikuid dan terfavorit di bursa. Saham BUMI merupakan salah satu saham yang sangat likuid, namun tidak termasuk ke dalam anggota indeks BISNIS-27. Faktor lonjakan biaya modal dari hutang dengan CIC sebesar US$1,9 miliar dengan bunga 19% membuat saham BUMI sangat berisiko.

Harga saham BUMI yang saat ini diperdagangkan overvalued, menyebabkan ketika harganya merosot 13,5% dalam dua hari terakhir, investor harus jual paksa untuk menutup kerugian dari transaksi marjin pada saham BUMI.

Investor pada akhirnya terdorong untuk menjual saham-saham lainnya terutama saham di dalam indeks BISNIS-27 yang sebenarnya memiliki fundamental yang sangat bagus untuk jangka panjang.

Nilai rupiah yang kembali terdepresiasi ke level Rp9.665/US$ menambah tekanan jual oleh investor asing. Rupiah pada penutupan perdagangan hari ini berada di level Rp9.665/US$ atau melemah 3,92% dalam lima hari terakhir perdagangan.

Selasa, Oktober 27, 2009

Ulasan Pasar Selasa 27 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Aksi jual berlanjut pada perdagangan hari kedua pekan ini, Selasa (27/10), indeks BISNIS-27 terkoreksi ke level 221,96 atau melemah 1,49%. Koreksi indeks didominasi oleh pelemahan harga saham-saham pertambangan dan energi.

Saham Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) melemah 4,1%, saham Timah Tbk (TINS) melemah 3,45%, saham Internasional Nickel Indonesia Tbk (INCO) turun 2,96%, saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) turun 2,94%, dan saham Indo Tambangraya Megah (ITMG) turun 2,74%.

Faktor harga minyak dunia yang bergerak melemah ke bawah level US$80 per barel yaitu US$79 per barel terendah dalam dua pekan terakhir dan diikuti oleh turunnya indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan indeks regional Asia Pasifik, menekan pergerakan indeks BISNIS-27 hingga penutupan perdagangan hari ini.

Koreksi harga minyak dipicu oleh profit taking investor di bursa komoditas minyak yang kekurangan sentiment positif dari perkembangan ekonomi global. Investor saham pun akhirnya mengikuti asumsi tersebut, melepas saham mereka karena sentimen positif perkembangan ekonomi global sangat minim.

Di dalam negeri, aksi jual saham oleh investor asing semakin menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga ke posisi Rp9.530/US$, dan sempat menyentuh level Rp9.560/US$.

Laju inflasi yang terjaga untuk Oktober akan menjadi sentimen positif bagi kenaikan indeks, selain laporan keuangan emiten.


Sehari sebelumnya, aksi jual mewarnai pergerakan indeks BISNIS-27 pada awal pekan ini, dengan diimbangi oleh selective buying pada beberapa saham pertambangan dan emiten pendukung kegiatan pertambangan. Investor asing pun membukukan beli bersih di Bursa Efek Indonesia (BEI), meskipun tergolong kecil hanya sebesar Rp51 miliar.

Indeks BISNIS-27 bergerak ke level 225,31 atau hanya melemah tipis 0,03% dari posisi penutupan akhir pekan kemarin. Saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) bergerak naik cukup signifikan sebesar 3,68% ditopang oleh sentimen positif rencana pemerintah yang akan menurunkan porsi royalti atau Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) batubara berkalori rendah, dari yang selama ini 13,5% per ton menjadi hanya 9% dan 7,5% per ton atau sesuai dengan penjualan PTBA yang sebagian besar merupakan batu bara berkalori rendah yaitu di bawah 5.000 kkal/kg.

Penurunan DHPB penjualan domestik tersebut, akan memberikan stimulus kenaikan volume penjualan PTBA di pasar domestic yang merupakan pangsa pasar utamanya. Sejalan dengan sentimen positif PTBA, saham United Tractors Tbk (UNTR) bergerak naik sebesar 2,2% yang ditopang oleh prospek kinerja PT Pamapersada Nusantara, anak usahanya, untuk menopang penjualan PTBA. Saham Astra Internasional Tbk (ASII) yang merupakan induk usaha dari United Tractors Tbk, bergerak naik 1,38%.

Investor cenderung melakukan aksi beli selektif terhadap saham-saham yang berorientasi penjualan domestik, seperti emiten batu bara PTBA dengan dukungan kebijakan pemerintah baru yang memiliki misi utama pembangunan infrastruktur dan energi untuk mengurangi biaya transaksi ekonomi dalam negeri dan meningkatkan minat investasi asing.

Di sisi lain, tingkat imbal hasil investor berpeluang meningkat karena level BI rate yang akan tertahan di 6,5% hingga akhir tahun dan harga minyak dunia yang belum menampakkan tanda pelemahan dan tetap di kisaran US$80 per barel. Rupiah yang melemah seperti saat ini di level Rp9.450/US$ hingga Rp9.500/US$ menurunkan keuntungan yang diharapkan dari keuntungan selisih kurs, dan penurunan tersebut dibebankan pada kenaikan imbal hasil. Pada akhirnya akan mempersempit ruang kenaikan harga saham, dengan kata lain harga saham saat ini menjadi lebih mahal dibandingkan ketika rupiah masih di level Rp9.300/US$ dua pekan lalu.
Analisis kinerja PTBA semester I-2009

Pergerakan saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) sepanjang semester I tahun ini menunjukkan kinerja yang stabil kembali ke kondisi sebelum krisis likuiditas 2008.

Perkembangan tersebut ditunjukkan dari kinerja sepanjang semester I/2009 di mana harga saham PTBA tercatat naik 68,12%, berbalik arah dari semester II/2008 yang mencatat koreksi sebesar 57,93%. Pertumbuhan harga saham di semester I/2009 jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan semester I/2008 yang sebesar 36,67%.

Kinerja saham PTBA selama semester I/2009 berbanding lurus dengan perkembangan faktor fundamental PTBA. Penjualan PTBA meningkat signifikan sebesar 55,83% yang ditopang oleh penjualan di dalam negeri. Penjualan ekspor pada semester I/2009 turun 20,19% menjadi sebesar Rp1,28 triliun dari sebesar Rp1,6 triliun pada periode yang sama 2008. Di sisi lain, penjualan domestik naik 151,32% menjadi sebesar Rp3,2 triliun dari sebesar Rp1,28 triliun pada periode yang sama 2008.

Penjualan pada pihak hubungan istimewa seperti PT Indonesia Power tercatat meningkat lebih dari dua kali lipat yaitu sebesar 151,49%, penjualan pada pihak ketiga hanya naik 3,97% termasuk penjualan ekspor.

Pertumbuhan nilai penjualan yang signifikan kepada Indonesia Power disebabkan adanya perubahan harga jual dalam perjanjian berjangka waktu 10 tahun antara PTBA dengan Indonesia Power yang habis masanya pada 31 Desember 2012. Perubahan harga jual ke PT Indonesia Power pada semester I/2009 adalah sebesar Rp884.000,00 per ton atau naik 78,9% dari rata-rata harga jual semester I/2008 yang sebesar Rp494.125,00 per ton. Berdasarkan perjanjian yang ada, harga jual batubara kepada Indonesia Power tetap sebesar Rp884.000,00 per ton hingga 31 Desember 2009.

Harga Pokok Penjualan (COGS) PTBA di semester I/2009 meningkat sebesar 26,06% menjadi Rp1,97 triliun, namun kemampuan menutup biaya overhead dan mencetak laba semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari Gross Profit Marjin pada semester I/2009 yang sebesar 56,25% atau lebih tinggi dari semester I/2008 yang sebesar 45,93%.

Kenaikan COGS tersebut dipengaruhi meningkatnya iuran produksi (royalti) ke pemerintah sebesar 75,36% menjadi sebesar Rp194,3 miliar.

Rasio DER (Debt to Equity Ratio) PTBA di semester I/2009 naik menjadi 47,97% dari 40,93% pada semester I/2008. Keefektifan PTBA dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan profit tercermin dari rasio ROA (return on asset) di semester I/2009 yang naik menjadi 22,55% dari sebesar 16,1% pada semester I/2008. Laba bersih PTBA naik 124,16% menjadi sebesar Rp1,59 triliun. Laba bersih per saham meningkat tajam sebesar 124,35% menjadi sebesar Rp691 per saham.

Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, PTBA menghadapi risiko utama yaitu proses pengangkutan batu bara yang bekerja sama dengan PT Kereta Api (PTKA) dan strategi pemasaran PTBA yang menyangkut masalah pengapalan ke konsumen. Kerjasama dengan PTKA menjadi hal yang sangat penting bagi keberlangsungan kegiatan operasional dan pemasaran hasil produksi yang tepat waktu.

Ketidakpastian yang terkait penerapan Undang-undang Otonomi Daerah dan adanya perubahan UU Pertambangan, menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan. Di samping itu, masalah potensi perselisihan dengan masyarakat setempat yang mengajukan tambahan kompensasi dan masalah keamanan yang berkaitan dengan kegiatan penambangan liar, menambah deretan tantangan bagi kegiatan operasional PTBA.

Senin, Oktober 26, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 26 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit


Indeks BISNIS-27 mengalami koreksi mingguannya yang pertama pada pekan kemarin sejak sebulan terakhir dan ditutup di level 225,37 pada perdagangan akhir pekan atau melemah tipis 1,63% dari posisi penutupan Jumat sepekan sebelumnya (16/10) di level 229,11. Pada Oktober ini, indeks juga tercatat mencapai level tertingginya yaitu 230,63 pada 6 Oktober.

Indeks nampaknya akan bergerak kembali menyentuh level 230 dalam sepekan mendatang. Koreksi indeks pekan kemarin lebih disebabkan sentimen sesaat koreksi penguatan rupiah terhadap dolar AS yang telah mencapai level Rp9.300/US$ pada pekan sebelumnya yang sekaligus tertinggi di tahun ini, memicu aksi beli investor asing dan mendongkrak indeks ke level 230,63.

Rupiah terdepresiasi ke level Rp9.500/US$ memicu aksi lepas saham investor asing dalam tiga hari berturut-turut sejak Selasa hingga Kamis dan mengakumulasi koreksi indeks sebesar 3,54% ke level 221,86 pada penutupan Kamis, atau level terendah sejak awal Oktober. Rupiah yang melemah akan menurunkan nilai investasi investor asing para pemegang dolar AS.

Selain faktor depresiasi rupiah, perkembangan harga minyak menjadi perhatian utama investor. Harga minyak melanjutkan tren bullish ke level US$81 per barel meningkatkan ancaman inflasi dalam negeri, terutama untuk harga BBM nonsubsidi. Selain itu, level BI rate yang sulit diturunkan lebih rendah dari posisi sekarang 6,5% membuat imbal hasil yang diharapkan investor semakin besar dan mempersempit ruang kenaikan harga saham. Akibatnya, saham akan semakin sulit memiliki posisi beli yang lebih panjang. Kondisi tersebut yang menyebabkan orientasi investasi di Bursa Efek Indonesia menjadi sangat pendek dan fluktuatif dalam hitungan bulanan.

Indeks berbalik arah di akhir pekan dengan rebound signifikan sebesar 1,58% yang ditopang oleh saham Astra Internasional Tbk (ASII), saham emiten pertambangan dan energi seperti Adaro Energy Tbk (ADRO), dan saham-saham perbankan seperti Bank Mandiri Tbk (BMRI), Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Saham ASII naik 4,15% ditutup di level Rp32.650 per saham dan masih berpotensi naik mencapai level resistance yaitu Rp34.000 per saham, kemudian saham ADRO naik sebesar 6,58%, saham BBNI naik 3,32%, saham BMRI naik 2,73%, saham BBRI naik 2,7%.

Saham PT Tambang Batu bara Bukit Asam Tbk (PTBA) bergerak naik 2,04% dalam sepekan oleh rencana penurunan Dana Bagi Hasil Produksi untuk batu bara berkalori rendah dan penjualan dalam negeri yang merupakan pangsa pasar utama produksi PTBA. Selain itu, prospek positif penjualan PTBA akan berdampak naiknya pasokan dari PT Pamapersada Nusantara yang merupakan anak usaha dari United Tractors Tbk (UNTR). United Tractors Tbk sendiri merupakan anak usaha dari Astra Internasional Tbk (ASII). Pergerakan harga saham ASII lebih dipengaruhi oleh prospek kinerja anak usahanya di tengah ancaman inflasi yang menekan penjualan kendaraan bermotor terutama roda empat.
Ulasan Pasar edisi 23 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 terkoreksi untuk ketiga kalinya pada perdagangan Kamis kemarin. Koreksi indeks pekan ini dimula sejak Selasa. Pada perdagangan Kamis kemarin, indeks BISNIS-27 ditutup di level 221,86 atau melemah 1,7%, lebih dalam dari koreksi dua hari sebelumnya yang sekaligus menandakan potensi koreksi akan terjadi hingga akhir pekan ini.

Aksi jual investor asing yang dipicu valuasi saham yang sudah cukup mahal dengan pergerakan rupiah yang berbalik melemah terhadap dolar AS menuju level Rp9.500/US$ setelah sebelumnya pada pekan kemarin mencapai level Rp9.300/US$, menekan hamper seluruh saham di dala portofolio BISNIS-27.

Sentimen susunan kabinet telah mencapai puncaknya pada Rabu sebelumnya, sehingga motif sell on news berkontribusi terhadap koreksi indeks hingga Kamis kemarin.
Faktor harga komoditas emas dan minyak dunia yang melemah setelah mencapai posisi US$1.060 per ounce untuk emas dan US$80 per barel untuk minyak di awal pekan ini, memicu aksi koreksi sesaat atau jangka pendek di bursa saham. Sentimen melambungnya harga emas dan minyak dalam dua pekan terakhir telah memicu aksi beli jangka pendek investor di bursa saham. Saat harga emas dan minyak terkoreksi seperti saat ini, dijadikan momentum untuk melepas saham dan merealisasikan gain.

Tekanan jual diperkuat oleh koreksi indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang melemah 0,92% dan juga indeks regional Asia Pasifik yang melemah indeks Hang Seng sebesar 0,48%, indeks STI Singapura sebesar 0,39%, dan indeks Nikkei-225 sebesar 0,64%.

Namun, saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) sepanjang perdagangan Kamis kemarin, bergerak menguat di tengah koreksi bursa. Kondisi tersebut dipengaruhi pasar batu bara PTBA yag pada tahun ini lebih banyak diarahkan bagi pemenuhan kebutuha domestic dibandingkan ekspor, ditambah dengan sentimen penurunan dana hasil produksi untuk batubara berkalori rendah dibawah 5.000 kkal/kg yang merupakan mayoritas produksi PTBA.
Ulasan Pasar edisi 22 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 terkoreksi pada perdagangan hari ketiga pekan ini seiring sentimen positif dalam negeri yang sangat sedikit dan tekanan dari luar negeri meningkat akibat harga minyak dan data penjualan rumah di AS.

Indeks BISNIS-27 turun ke level 225,7 oleh aksi jual investor yang dimotori oleh aksi ambil untung setelah indeks bergerak bullish dalam tiga pekan terakhir akibat apresiasi rupiah terhadap dolar AS dan tren bullish harga minyak dan emas yang menopang saham-saham pertambangan dan energi.

Koreksi indeks pada Rabu kemarin melanjutkan koreksi hari kedua pada pekan ini, dan total koreksi indeks sejak Selasa sebelumnya adalah sebesar 1,84%.

Tekanan indeks dimulai dari aksi ambil untung investor dengan memanfaatkan momen sell on news pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Selasa kemarin yang sekaligus semakin memperkuat gambaran komposisi kabinet mendatang yang dinilai cukup propasar, faktor kedua muncul dari pergerakan harga minyak dunia yang menyentuh level US$80 per barel tidak berhasil meningkatkan minat beli terhadap saham pertambangan dan energi karena pelaku pasar lebih mengkhawatirkan tekanan inflasi yang akan menurunkan valuasi saham. Naiknya biaya transportasi masyarakat karena kenaikan BBM seperti avtur akan berdampak naiknya biaya ekonomi dalam negeri.

Faktor luar negeri seperti data penjualan rumah di AS yang ternyata melemah pada menekan indeks Dow Jones dan memicu aksi ambil untung di bursa regional Asia Pasifik. Indeks STI Singapura turun 0,68%, indeks Nikkei-225 turun 0,03%, indeks Hang Seng turun 0,3%, dan indeks DJIA turun 0,5% sehari sebelumnya.

Aksi jual sejak Selasa hingga Rabu kemarin menekan rupiah ke level Rp9.480/US$, berpotensi menambah tekanan jual indeks BISNIS-27 terutama oleh investor asing hingga akhir pekan ini karena minimnya sentimen positif dalam negeri dan data perkembangan ekonomi yang positif dari luar negeri.
Ulasan Pasar edisi 21 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Pasar merespon positif pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono yang sekaligus mengukuhkan ekspektasi pelaku pasar terhadap perbaikan ekonomi yang ditopang dengan prioritas pembangunan infrastruktur dan energi. Rupiah bergerak menguat ke level Rp9.300/US$ memicu aksi beli investor asing di Bursa Efek Indonesia.

Namun, indeks BISNIS-27 bergerak melemah ke level 228,35 atau turun 0,68% dari posisi penutupan awal pekan ini oleh faktor sell on news penyusunan komposisi kabinet sejak Jumat pekan kemarin. Di sisi lain, ancaman inflasi semakin meningkat karena faktor penguatan harga minyak yang menyentuh level US$80 per barel, meskipun rupiah melanjutkan apresiasi terhadap dolar AS.

Saham-saham pertambangan, energi, dan perbankan mengalami koreksi oleh faktor kenaikan harga minyak dan juga profit taking. Aksi beli selektif mewarnai pergerakan saham Astra Internasional (ASII) yang memang telah mengalami koreksi dalam sepekan kemarin karena faktor overbought yang membawa saham ASII ke level Rp34.000/US$ atau tertinggi dalam tahun ini. Selain saham ASII, saham Semen Gresik Tbk (SMGR) juga bergerak menguat tipis 0,72%.

Indeks regional ditutup menguat, seperti indeks Hang Seng yang naik 0,83% dan indeks Nikkei-225 yang menguat 0,98%. Saham perbankan seperti Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII) dan Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) bergerak menguat dipicu oleh harga saham yang relative masih murah serta komposisi dana pihak ketiga yang berlebih dan siap untuk dikucurkan melalui kredit konsumsi di akhir tahun.

Seusai pelantikan Presiden Selasa kemarin dan pengumuman kabinet Rabu besok, diperkirakan pasar akan bergerak positif dengan sentiment utama apresiasi rupiah, namun pergerakan harga minyak tetap menjadi perhatian utama untuk berinvestasi.
Ulasan Pasar edisi 20 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Faktor perkembangan politik menjadi sentimen utama pergerakan indeks BISNIS-27 di awal pekan ini. Setelah bergerak melemah sejak pembukaan perdagangan, indeks BISNIS-27 akhirnya ditutup menguat tipis ke level 229,9i atau naik tipis 0,35% dari posisi penutupan akhir pekan kemarin.

Investor menantikan komposisi susunan kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang mulai memberikan kepastian menjelang penutupan perdagangan sesi II Senin kemarin, dengan kabinet yang dinilai cukup representatif bagi perbaikan pasar modal dan pertumbuhan ekonomi.

Posisi Menko Perekonomian yang kemungkinan besar dipegang oleh Hatta Rajasa yang berlatar belakang ilmu perminyakan, memperkuat asumsi pembangunan infrastruktur dan energi menjadi salah satu faktor prioritas dalam pemulihan dan pertumbuhan ekonomi KIB jilid II. Ekspektasi tersebut sejalan dengan harapan pelaku pasar yang menginginkan perbaikan infrastruktur untuk mengurangi biaya transaksi ekonomi.
Faktor pergerakan harga minyak dunia juga memberikan kontribusi positif bagi kenaikan saham-saham pertambangan dan energi, sekaligus merupakan saham-saham utama penopang indeks BISNIS-27 kemarin. Saham Adaro Energi Tbk (ADRO), Aneka Tambang Tbk (ANTM), Internasonal Nickel Indoesia Tbk (INCO), dan PT Tambang Batubara bukit Asam Tbk (PTBA) bergerak positif. Harga minyak dunia bertahan di level US$78 per barel kemarin.

Rencana pemerintah yang akan menurunkan porsi royalti atau Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) batubara berkalori rendah, dari yang selama ini 13,5% per ton menjadi hanya 9% dan 7,5% per ton memberikan sentimen positif pada saham PTBA, mengingat produksi PTBA sebagian besar merupakan batu bara berkalori rendah yaitu di bawah 5.000 kkal/kg. Perinciannya, porsi royalti batubara berkalori 4.600 kilo kalori per kilogram (kkal/kg)-5.000 kkal/kg menjadi 9% per ton. Sementara batubara berkalori kurang 4.600 kkal/kg menjadi 7,5%. Dari kebijakan tersebut, PTBA berpotensi menghemat biaya dan menaikkan keuntungannya.

Senin, Oktober 19, 2009

Ulasan Pasar Sepekan edisi 19 Oktober 2009
Oleh Harry Setiadi Utomo, analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit

Indeks BISNIS-27 bergerak cukup stabil selama sepekan kemarin dengan kecenderungan menguat mencoba mendekati level resistance yaitu 231 hingga perdagangan akhir pekan. Indeks hanya mengalami koreksi tipis di awal dan di akhir pekan oleh faktor profit taking dan selama sepekan indeks tercatat menguat sebesar 1,75% ditutup di level 229,11.

Indeks mengalami koreksi di awal pekan sebesar 0,69%, namun hal tersebut disebabkan sentimen jangka pendek rupiah yang memerlukan konsolidasi di tengah tren penguatannya dalam dua pekan terakhir. Di sisi lain, sentimen positif dari luar negeri cukup menjadi amunisi bagi penguatan indeks di antaranya potensi inflasi AS yang semakin kuat dan posisi penutupan indeks regional Asia Pasifik pada perdagangan Senin (12/10) yang positif di antaranya indeks STI Singapura (+1,05%) dan indeks Nikkei-225 (+1,87%).

Selain sentimen positif indeks regional, rencana kebijakan The Fed untuk menghentikan kebijakan suku bunga rendahnya selama setahun terakhir yang sekaligus menjadi indikasi naiknya laju inflasi di AS, berpotensi menekan dolar AS lebih dalam terhadap sejumlah mata uang dunia termasuk rupiah serta meningkatkan harga minyak dunia.

Ekspektasi positif tersebut terealisasi dan menopang pergerakan indeks BISNIS-27 bergerak rebound pada perdagangan Selasa dan Rabu, indeks BISNIS-27 melonjak 2,35%.
Pada perdagangan Selasa, indeks mulai menunjukkan potensi rebound oleh naiknya saham-saham infrastruktur seperti Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) serta Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang ditopang oleh rupiah yang kembali menguat terhadap dolar AS sebesar 0,29% ke level Rp9.452/US$. Kenaikan harga elpiji mendongkrak saham PGAS dan apresiasi rupiah yang berlanjut akan mengurangi beban hutang TLKM yang berdenominasi dolar AS dan menurunkan rugi kurs.

Pada perdagangan Rabu, rupiah kembali menguat ke level Rp9.375/US$ terapresiasi sebesar 0,82% atau lebih tinggi dari apresiasi Selasa sebelumnya. Indeks BISNIS-27 menguat 1,72% pada hari itu, ditopang oleh aksi beli saham-saham pertambangan dan energi oleh investor asing. Faktor penguatan rupiah dan harga saham yang sudah terkoreksi dalam dua hari sebelumnya, menjadi pemicu aksi beli tersebut.

Harga minyak dunia yang melanjutkan tren bullish memperkuat proyeksi penguatan inflasi AS dan berlanjutnya pelemahan dolar AS terhadap mata uang emerging market seperti rupiah. Melonjaknya harga minyak yang cukup tinggi dalam sepekan terakhir sebesar 11,43% ke level US$78 per barel menunjukkan adanya motif hedging atau lindung nilai mengantisipasi menguatnya inflasi di AS. Selain minyak, emas dunia pun mengalami penguatan harga ke level US$1.062 per ounce.

Indeks kembali menguat pada perdagangan Kamis ke level 229,4 atau naik 0,23%. Namun, penguatan ini terbilang melemah dibandingkan Rabu sebelumnya yang disebabkan aksi beli selektif investor pada saham berbasis pertambangan dan energi setelah sebelumnya melonjak cukup tinggi. Di sisi lain, aksi jual mulai terjadi pada saham-saham yang berbasis daya beli seperti Astra Internasional Tbk (ASII). Tren penguatan harga minyak dapat memicu naiknya inflasi dalam negeri terutama harga BBM non-subsidi yang berpotensi menekan penjualan kendaraan dengan kelas 1.500 cc ke atas.

Selain pada saham ASII, tekanan pada saham perbankan juga terjadi di akhir pekan dan menjadi penekan utama indeks pada penutupan akhir pekan. Indeks terkoreksi tipis 0,12% ke level 229,11. Ancaman inflasi dalam negeri oleh kenaikan harga minyak dunia yang mencapai US$78 per barel memicu aksi jual saham-saham yang sensitif dengan daya beli dan suku bunga.

Selama sepekan, indeks bergerak cukup stabil dengan kecenderungan menguat yang didorong oleh sentimen penguatan rupiah dan harga minyak. Saham pertambangan dan energi menjadi motor utama penopang indeks, meskipun di sisi lain saham perbankan dan otomotif menjadi penekan karena adanya ancaman inflasi dalam negeri oleh tren bullish harga minyak dunia.

Namun, investor juga perlu waspada dengan pembalikan arah (reversal) harga minyak yang telah naik sangat cepat dalam pekan kemarin, serta intervensi Bank Indonesia untuk meredam penguatan rupiah demi kepentingan ekspor.